CINTA BUNGA LILY

Permadi Bakhtiar
Chapter #1

BUNGA LILY

Di malam di mana angin berhembus sepoi-sepoi itu terdapat seorang anak muda yang nampak gugup di dalam kamarnya. Hal ini wajar karena besok adalah hari pertamanya untuk memasuki masa putih abu-abu. Memasuki masa SMA harusnya adalah pengalaman normal yang dialami oleh hampir semua remaja, namun mengapa bagi remaja satu ini hal ini membuatnya gugup? Oh tentu saja karena ia berasal dari SMP pinggiran dan kini ia berhasil masuk ke dalam salah satu SMA favorit di kotanya.

Untuk menenangkan semua kegugupannya, remaja itu memilih untuk bermain lempar tangkap bola dengan dinding kamarnya. 1 kali lemparan … 2 kali lemparan … 3 kali lemparan … 4 kali lemparan… akhirnya berhasil membuat seseorang risih dengan suara pantulan bola tersebut. Orang itupun masuk ke dalam kamar dan mengagetkan remaja tersebut.

“Mama tahu kalau kamu gak sabar buat besok tapi bisakah kamu diam Yuri?”

Yap remaja yang sedang berbaring di kasur tersebut bernama Yuri.

“Baik ma,” ucap Yuri sembari menaruh bola ke meja yang ada di sampingnya.

“Sekarang tidurlah karena besok kamu akan masuk ke dalam sekolah favorit yang juga merupakan tempat kakak dan ayahmu dulu sekolah,” ucap sang mama dengan bangga.

Yuri hanya tersenyum menanggapi respon dari mamanya. Yuri sadar kalau mamanya sangat bangga ketika ia memilih untuk masuk ke SMA favorit. Hal ini karena ketika SMP Yuri memiliki kesempatan untuk masuk ke SMP favorit namun ia malah memilih untuk bersekolah di SMP pinggiran yang memang terletak cukup dekat dengan rumahnya. Yuri sadar tindakannya kala itu membuat mamanya kecewa oleh sebab itu ia berusaha menebusnya saat SMA ini.

Di tengah lamunannya Yuri dikagetkan dengan lampu kamarnya yang tiba-tiba sudah mati. Ternyata sang mama lah yang mematikan lampu tersebut berusaha membuat Yuri untuk segera tidur.

“Selamat malam sayang,” ucap sang mama.

Yuri pun lagi-lagi hanya tersenyum dan kemudian tertidur.

Keesokan harinya.

Di pagi yang cerah itu Yuri akhirnya bersiap untuk berangkat sekolah. Tentu saja sebelum berangkat Yuri berpamitan dengan mamanya yang masih nampak bahagia melihat anak keduanya berangkat ke sekolah favorit.

Sekolahnya lumayan jauh oleh sebab itu Yuri berangkat menggunakan KRL yang kebetulan salah satu stasiunnya dekat dengan rumah Yuri. Kala itu adalah pertama kalinya Yuri naik KRL karena selain layanan KRL baru ada selama 10 tahun, Yuri juga lebih suka menggunakan motor untuk berkeliling. Namun, kala itu karena masih hari pertama masuk sekolah Yuri berpikir kalau ia akan mendapatkan masalah jika berangkat menggunakan motor sendiri.

Sesampainya di stasiun Karem, Yuri langsung menaiki KRL yang menuju ke arah stasiun kota yang hanya berjarak 100 meter dari SMA. Waktu perjalanan sekitar 30 menit yang mana pikir Yuri bakalan lebih cepat kalau ia naik motor. Sepanjang perjalanan Yuri menyadari ternyata banyak anak SMA yang juga naik KRL. 30 menit kemudian akhirnya ia sampai di tujuan.

Akhirnya setelah berjalan 100 meter dari stasiun Yuri tiba di sekolahnya. Yuri langsung disambut dengan papan nama yang cukup mewah.

“SMA Negeri 1 Merang.”

Salah satu SMA negeri favorit di kota Merang setelah SMA negeri 2 Merang. Yuri masih tak menyangka kalau ia pada akhirnya akan bersekolah di sini, bukan karena Yuri merasa tidak mampu secara akademik tapi ia punya alasan lain untuk menghindari sekolah seperti ini. Namun, karena rasa iba kepada mamanya membuatnya terpaksa harus masuk ke SMA ini. Ibarat pepatah nasi sudah jadi bubur ya sekarang tinggal kita isi aja buburnya pakai topping.

Yuri pun berjalan masuk menuju ruang kelas. Tiba-tiba saja ia merasakan hawa yang familiar dan iapun tahu apa yang akan datang.

“Oitt lu kok dari depan? Gak bawa motor ya?”

Yuri pun berbalik dan menyadari seorang pria tinggi dan berambut dengan senyuman bodoh menghiasi mukanya. Yuri sangat mengenali orang itu karena dia adalah teman sedari SD dari Yuri, orang itu adalah Bambang Hariono meskipun Yuri sering memanggilnya dengan panggilan Iono.

“Orang gila mana yang di hari pertama sekolahnya naik kendaraan pribadi?”

“Emangnya kenapa?”

“Biar gue tebak, sedari parkiran sampai sini lu pasti dilihatin sama banyak orang kan?”

“Wuih kok lu tahu sih? Ya meskipun wajar sih, sepertinya mereka terpukau dengan karisma gue.”

Seperti dugaan Yuri, Iono masih bodoh dan polos sama seperti biasanya. Yuri pun memegang pundak Iono. “Lo masih gak berubah ya?” ucap Yuri sembari tersenyum.

“Apa maksudmu?”

“Sudahlah mending kita pergi ke kelas kita.”

“Emangnya lu udah tahu di kelas mana?”

“Belum, lu gimana?”

“Tentu saja, belum.”

Percakapan ini amsih saja berlanjut dan karena Yuri tahu kalau mereka terus ngobrol maka mereka tidak akan ada kemajuan. Yuri pun menyadari sesuatu, ia sadar kalau di lantai satu banyak siswa yang memadati depan pintu kelas. Sepertinya para siswa tersebut sedang mencari nama mereka di papan nama yang memang terletak di depan pintu kelas.

“Yaudah kalau kita ngobrol disini terus gak bakal ada kemajuan, mending lu ke kiri cari nama lu sedangkan gue ke kanan,” ucap Yuri sembari mengajak Iono untuk bersalaman.

“Ide bagus, semoga kita sekelas,” ucap Iono sembari tersenyum.

“Kesempatannya 1/12 sih, tapi siapa tahu.”

Kamipun berpisah dan Yuri mulai mencari namanya di tengah kerumunan siswa yang juga sedang mencari nama mereka. Dari kelas 1-5 Yuri tak berhasil menemukan namanya maupun nama Iono.

Di tengah keramaian siswa tersebut tiba-tiba saja Yuri mencium bau yang sangat wangi. “Bau ini, bau bunga lily,” pikir Yuri sembari melihat sekitar berusaha mencari sumber bau tersebut. Pandangan Yuri langsung tertuju kepada seorang wanita beransel biru yang berjalan menjauhinya. Yuripun tahu kalau sumber aroma tersebut berasal dari wanita tersebut. Yuri hanya bisa memandangi wanita itu dari belakang tanpa bisa melihat wajahnya. Hingga tiba-tiba wanita tersebut berbenturan dengan seseorang dan membuat botol minum yang terletak di saku samping ranselnya terjatuh tanpa ia sadari. Yuri pun langsung mengambilnya dan berjalan menuju ke wanita tersebut.

“Maaf botol minummu jatuh,” ucap Yuri sembari menepuk pundak wanita tersebut. Wanita tersebut berbalik menyadari ada yang menempuk pundaknya. Ketika ia berbalik Yuri nampak seperti disetrum oleh petir. Rambut panjang lurusnya yang terurai, iris mata berwarna coklat natural dan bibir mungil yang menunjukan wajah tak berdosanya berhasil membuat Yuri sedikit terdiam.

“Oh terima kasih,” ucap wanita tersebut dengan tersenyum sembari mengambil botol minuman dari tangan Yuri. Wanita tersebut hanya tersenyum dan terus berjalan menjauhi Yuri.

“Aku tahu SMA ini adalah SMA favorit jadi pasti banyak wanita cantik di dalamnya namun aku tak menyangka akan menemukan seorang wanita yang menggunakan parfum bunga lily di negara Indonesia,” pikir Yuri.

Ditengah lamunannya itu itu tiba-tiba Yuri dikagetkan dengan tepukan dari belakang. Karena kaget Yuri nampak sedikit berteriak.

“Wow kok lu gak sadar kalau gua yang nepuk pundak lu?” ucap seseorang yang ternyata adalah Iono. Iono nampak terkejut karena Yuri tidak menyadari keberadaannya. Namun, karena Iono adalah teman masa kecil dari Yuri jadi ia tahu kalau terjadi sesuatu di saat ia pergi.

“Ah gue paham, ada cewek cantik ya? Dimana?” ucap Iono sembari celingak-celinguk.

“Kita ada di SMA favorit jadi cewek cantik itu hal yang biasa, ngomong-ngomong gimana dah nemu nama lu belum?”

“Gue sudah ngecek dari kelas 12 sampai 7 masih belum nemu nama gue ama lu.”

“Gue juga sama sudah nyari dari kelas 1 sampai 5 masih belum nemu juga.”

Tiba-tiba saja otak mereka seperti tersambung. Mereka memikirkan hal yang sama.

“Ayo,” ucap Iono tegas. Yuri pun hanya mengangguk setuju dan mereka berjalan ke depan pintu kelas 10-6. Di sana para siswa yang tadinya ramai berkumpul di depan pintu kini sudah mulai sedikit karena mereka sudah tahu di kelas apa mereka berada. Yuri dan Iono pun melihat ke arah daftar siswa, Yuri melihat dari bawah sedangkan Iono melihat dari atas. Tentu saja pandangan mereka berfokus pada nam mereka masing-masing dan akhirnya mereka menemukannya.

“Gak mungkin,” ucap Iono terkejut.

“Kita dari SD selalu saja sekelas, seolah-olah kita kayak di film-film ya?” ucap Yuri.

“Yaudah yuk masuk.”

“Tunggu bentar,” ucap Yuri sembari menunjuk ke arah tulisan di papan pengumumuan. “Di sini tulisannya kita harus duduk sesuai nomor urut.

Lihat selengkapnya