Ekstrakulikuler merupakan salah satu bagian dari kehidupan anak SMA. Selain itu di ekskul lah banyak siswa yang menemukan passionnya setelah lelah dengan dunia akademik yang semrawut. Hal itu juga terjadi kepada Yuri, ah bukan tentang akademik yang semrawut tapi Yuri setuju kalau dengan mengikuti ekskul ia bisa meningkatkan passion sekaligus kemampuannya di luar akademik. Oleh sebab itu ketika ekskul Yuri sangat serius, saking seriusnya Yuri yang mengikuti ekskul sepakbola lolos seleksi untuk turnamen antar sekolah tingkat kota. Di hari itulah kali pertama pemain yang lolos seleksi berlatih bersama.
Di pinggir lapangan sekolah yang nampak sangat mewah bahkan jika disebut sebagai mini stadiun, lapangan milik SMA Negeri 1 Merang ini sangat layak. Di sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang jauh lebih unggul daripada sekolah lain sayangnya tak berbanding lurus dengan prestasi di cabor sepakbola. Hal itulah yang membuat sang pelatih nampak cemas. Kecemasan pelatih inilah yang dapat dirasakan juga oleh para pemain termasuk Yuri.
“Dengar pertama-tama saya ucapkan selamat kepada kalian yang telah lolos. Namun, saya akan ingatkan lagi rekor kita di turnamen sangatlah buruk. Kita memang selalu lolos ke final dalam lima tahun terakhir namun kita selalu babak belur dihajar oleh rival kita, SMA Negeri 2 Merang. Saya harap tahun ini akan berbeda,” ucap sang pelatih nampak sangat serius.
Setelah mengucapkan hal tersebut tiba-tiba terdengar sebuah suara tepuk tangan. Suara itu ternyata berasal dari seorang siswa yang berbadan besar dan memang nampak goodlooking.
“Sebuah pidato yang bagus coach, sebenarnya solusinya gampang lu tinggal nyuruh semua pemain untuk mengoper ke arah gue dan sisanya pasti goal,” ucap siswa itu.
“Ah baik den Bobby, oh iya apakah den Bobby mau berlatih hari ini?” tanya sang pelatih dengan nada sopan.
“Oh tentu tidak, hari ini gue harus ngelatih calon anggota OSIS lagipula gue gak perlu berlatih yang penting kalian tuh latihan buat ngasih bola ke gue ntar,” balas siswa tersebut.
“Baik den, akan saya urus semuanya,” balas sang pelatih.
“Oh iya, Rizqy!!!! selama gue gak ada lu yang jadi kapten. Sudah itu aja,” ucap siswa tersembut tersenyum sombong sembari berjalan meninggalkan tim. Sementara nampak seorang siswa lainnya hanya mengangguk menuruti perkataan Bobby.
Dari percakapan itu Yuri menyadari tentang struktur sosial yang ada di tim sepakbola ini. Sepertinya orang yang bernama Bobby itu adalah bossnya bahkan dari reaksi pelatih sepertinya orang itu jauh lebih berkuasa. Sementara orang yang bernama Rizqy itu, tunggu sebentar itu adalah orang yang sama yang menghampiri Iono di hari pertama. Jadi begitu sepertinya Rizqy itu adalah salah satu anak buahnya Bobby dan seingat Yuri Iono pernah cerita tentang orang yang bernama Bobby itu. Kalau tak salah Bobby adalah anak dari Gubernur Kanten sekaligus adik dari Walikota Merang.
“Kalian sudah mendengar apa kata kapten kan? Kalau begitu ayo kita mulai latihannya,” ucap seorang siswa yang sepertinya Rizqy.
“Baik pertama fisik adalah kunci utama. Mau sejago apapun kalian tapi kalau fisik kalian tak kuat maka akan sia-sia, jadi sekarang lari keliling lapangan 10 kali. Go!! Go!! Go!!” ucap sang pelatih.
Para pemain mulai berlari satu persatu, begitupula Yuri. Kini Yuri yang sudah mengetahui tentang strata sosial di ekskulnya akhirnya bisa menyusun langkah-langkah supaya ia tak terlalu mencolok dan mengganggu kehidupan masa mudanya. Yuripun mulai berlari bersama yang lainnya.
Di tengah lari tersebut, tiba-tiba pandangan Yuri berfokus ke tengah lapangan di mana para calon anggota OSIS sedang berlatih. Yuri melihat banyak orang yang ia kenal seperti Dion yang tentu saja nampak sombong dan Ayunda yang masih nampak misterius. Namun, pandangan Yuri langsung tertuju ke seseorang yang berada di luar grup, orang itu adalah Anya. Sepertinya Anya berbeda dengan anggota OSIS lainnya, ia nampak bersama dengan para senior.
“Oii Yuri, nontonin apa?” ucap seseorang yang berada di samping Yuri. Yuri menengok tapi masih berusaha menjaga temponya. Yuri menyadari kalau orang tersebut adalah Alex Ridho teman sekelasnya.
“Alex, bukan apa-apa.”
“Ngomong-ngomong kok lu bisa stabil gitu nafasnya, mantan atlet ya?” ucap Alex nampak ngos-ngosan.
“Oh tidak aku hanya sering berlari saja setiap minggunya,” balas Yuri sembari mengalihkan pandangannya kembali ke arah grup OSIS, khususnya Anya.
“Ah gue tahu lu juga ngelihatin grup OSIS itu ya. Para calon penjilat sekolah, tapi kayaknya kalau lu join OSIS lu bakal bisa berkuasa apalagi kalau lu masuk circlenya bos Bobby.”
Yuri masih tak mengindahkan omongan dari Alex, ia masih berfokus dengan grup OSIS yang berada di tengah lapangan. Tiba-tiba saja Alex terkejut karena melihat Bobby dengan senyuman pervertnya mendekati Anya. Mereka nampak mengobrol namun nampak jelas sekali kalau Anya sangat tak nyaman dengan obrolan mereka. Tiba-tiba saja tangan dari Bobby memegang wajah Anya, tentu saja Anya langsung kaget dan menampik tangan Bobby. Anya pun nampak pergi meninggalkan Bobby yang masih nampak dengan senyum pervertnya.
Karena tak terlalu berfokus dengan apa yang ada di drup OSIS, Yuri secara tak sadar mempercepat larinya dan menjadi orang pertama yang selesai mengelilingi lapangan sebanyak 10 kali.
“Hey kamu!!! sepertinya fisikmu lumayan bagus, siapa namamu dan apa posisimu?” tanya sang pelatih.
“Saya Yuri posisi saya gelandang serang.”
“Bagus mulai besok posisimu adalah gelandang bertahan,” balas sang pelatih.
Yuri pun hanya mengangguk namun ia sedikit terkejut karena melihat teman-temannya yang lain nampak sedikit kagum dengannya.
“Dia baru saja berlari mengelilingi lapangan 10 kali, wow.”
“Cih dia sangat atletik banget, gue jadi iri.”
“Sepertinya dia bukan cuma otot doang.”
Yap langkah pertama Yuri untuk tak menonjol di ekskul gagal total. Sepertinya Yuri harus memikirkan kembali rencananya.
Setelah latihan hari pertama selesai, Yuri berusaha mendinginkan tubuhnya dengan cara berjalan mengelilingi sekolah. Yuri melewati lapangan basket dimana ia melihat Iono bermain. Iono bermain dengan sangat baik, dia berhasil mendribble melewati banyak orang dan berhasil mengakhirinya dengan lay up yang sempurna. Tentu saja aksi ciamik dari Iono disambut dengan sorak gembira dari rekan timnya bahkan dari cherleader yang juga sedang berlatih.
“Nih anak kalau misalnya gak ngomong pasti bakalan keren, sayangnya dia kebanyakan ngomong,” pikir Yuri. Di tengah kemeriahan itu ternyata Iono menyadari keberadaan Yuri yang melihatnya dari pinggir lapangan. Iono pun tersenyum ke arah Yuri sembari mengacungkan jempolnya ke arah Yuri. Tentu saja tindakan Iono ini memancing reaksi dari semua orang, semua orang langsung menengok ke arah Yuri. Yuri yang nampak malu hanya membalas dengan senyum dan berjalan menjauh dari lapangan basket.
Ketika berjalan keluar dari lapangan basket, Yuri tiba-tiba mencium bau bunga Lily. Tentu saja lagi-lagi Yuri tak sengaja bertemu dengan Bobby dan Anya yang nampaknya sedang berbincang.
“Ayolah lu pulang naik kereta kan? Daripada naik kereta mending bareng gue naik rubicon,” ucap Bobby.
Anya nampak sangat terganggu dengan keberadaan Bobby dan secara tak sengaja Anya menengok ke arah Yuri yang juga entah mengapa memilih diam dan menonton.
“Ah maaf kak, aku harus ada kerja kelompok dulu sama temanku,” ucap Anya sembari melirik ke arah Yuri. Bobby pun sadar dengan lirikan Anya ke arah Yuri dan Bobby pun menatap tajam ke arah Yuri. Yuri berusaha memikirkan segala kemungkinan yang ada untuk menentukan langkah selanjutnya, pada akhirnya Yuri pun memantapkan diri untuk play along.
“Hey lu gue inget, lu anggota ekskul bola kan? Apa bener lu temen sekelas Anya?” tanya Bobby nampak marah. Untung bagi Yuri, saat itu ia sedang tidak memakai seragam sekolah yang menunjukan badge, jadi dia bisa menipu Bobby.
“Tentu saja, lagipula kalau gue bukan temen sekelasnya ngapain gue harus kerja kelompok sama dia?” balas Yuri. Mendengar jawaban Yuri membuat Bobby berjalan mendekatinya. Bobby nampak melihat dengan tajam ke arah tubuh Yuri.
“Baiklah gue percaya, tapi ingat kalau lu coba macam-macam sama Anya!! lu gak bakal bisa ngeliat matahari lagi,” ancam Bobby. Bobby pun berbalik dan berjalan ke arah Anya. “Anya kalau dia macam-macam tingal telpon gue aja ya.” Anya pun hanya mengangguk canggung. Bobby pun berjalan menjauhi Anya dan Yuri masih sembari menatap tajam ke arah Yuri. Tak beberapa lama kemudian sosok Bobby sudah tak terlihat lagi.
Nampak wajah lega muncul dari Anya, ia nampak menghela nafas yang sangat panjang. Sementara itu Yuri masih nampak diam dan mengamati Anya saja.
“Ah untung ada lu kalau gak gue gak bakal tahu bakal dibawa kemana?” ucap Anya.
“Sepertinya lu punya sejarah dengan Bobby.”
“Lu tahu dia ya?”
“Dia anggota tim ekskul bola sama kayak gue.”
“Ah I see, yang punya sejarah itu adalah orang tua kami tapi gue jadi terseret ke dalamnya,” ucap Anya nampak murung. Melihat Anya murung membuat Yuri berusaha untuk menghiburnya.