CINTA BUNGA LILY

Permadi Bakhtiar
Chapter #5

KEMBANG SEPATU

Di tengah situasi kelas yang nampak sangat tegang. Mereka tegang bukan karena fokus kepada apa yang Pak Mul ajarkan namun lebih karena takut kepada Pak Mul yang terkenal killer. Selain itu para siswa juga nampak kesal sat pelajarang Pak Mul karena si Mul mewajibkan siswanya untuk les di tempatnya supaya dapat nilai yang bagus. Oke sebelum melenceng ayo kita kembali ke tokoh utama kita yaitu Yuri yang entah mengapa berbeda dengan siswa lainnya, ia nampak tersenyum dan sangat bahagia. 30 menit kemudian akhirnya jam pelajaran Mul sudah selesai namun kelas masih tegang karena Mul masih belum keluar kelas. Mata seisi kelas berfokus kepada Mul yang mulai berjalan keluar kelas dan ketika ia sudah berada di luar, seisi kelas langsung ramai bersorak gembira. Di tengah euphoria kelas itu, Yuri berjalan menuju ke depan kelas.

“Oke gue paham kalian seneng karena si Mul sudah keluar tapi gue punya berita bagus lagi.”

Mendengar ucapan dari Yuri membuat kelas yang masih penuh euphoria menajdi diam sebentar dan berusaha mendengarkan ucapan Yuri. Melihat kelas yang langsung diam setelah ia berbicara membuat Yuri sadar kalau ia sudah mendapatkan kepercayaan dan respect dari seisi kelas.

“Jadi seperti yang kita ketahui OSIS baru saja pelantikan dan mereka langsung ngsih pengumuman buat event pertama mereka yaitu bulan bahasa.”

Mendengar pengumuman dari Yuri membuat seisi kelas kembali ramai, nampaknya mereka juga menanti event pertama dari OSIS tersebut. Hingga salah satu siswa bertanya.

“Jadi apa itu bulan bahasa?”

“Makanya dengerin dulu sampai selesai,” ucap Yuri dengan senyuman.

“Jadi untuk memperingati sumpah pemuda maka pihak OSIS akan mengadakan bulan bahasa dimana setiap kelas harus menampilkan drama dengan tema terserah.”

Seisi kelas nampak berpikir setelah mendengar pengumuman dari Yuri. Nampaknya banyak dari mereka yang sudah memikirkan tentang drama. Tiba-tiba fokus mereka terpecah ketika mendengar bel istirahat berbunyi.

“Jadi kita bisa membahas ini selama jam istirahat atau kalian bisa mempercayakan gue untuk memilih tema dan ceritanya.”

Seisi kelas nampak terdiam memikirkan hal tersebut namun tiba-tiba saja terdengar suara perut yang sangat keras. Seisi kelas langsung menengok ke arah suara tersebut yang tak lain tak bukan adalah Iono.

“Ah maaf sepertinya gue laper banget, jadi gue percaya ama ketua kelas kita untuk menentukan semuanya.” ucap Iono. Yuri hanya tersenyum mengapresiasi masukan dari sahabat dari kecilnya itu. Sementara itu seisi kelas masih terdiam hingga akhirnya mereka setuju untuk menyerahkan segalanya ke Yuri.

“Oke, sudah setuju ya? Untuk hasilnya nanti pas pulang bakal gue umumin.”

Seisi kelas hanya mengangguk sementara itu tiba-tiba saja suara perut yang keras kembali berbunyi. Tentu saja suara ini berasal dari Iono.

“Oke semua dah beres kan gue harus segera pergi,” ucap Iono sembari berlari keluar keras diikuti dengan tawa dari seisi kelas.

Beberapa saat sebelum jam pulang berbunyi suasana kelas jadi ramai karena guru pada jam terakhir selesai mengajar 30 menit sebelum bel pulang berbunyi. Yuri menyadari kalau sekarang adalah waktu yang tepat untuk menyampaikan idenya tentang bulan bahasa karena kalau nanti tepat sepulang sekolah maka banyak siswa yang sudah pulang duluan. Ketika Yuri hendak berdiri, tiba-tiba ada yang memanggil namanya.

“Oii gue bingung ama lu,” ucap Dion yang berada di belakang Yuri.

“Hmm kenapa?”

“Gue gak paham dengan sifat lu, kemarin lu pendiem banget besoknya lu jadi sangat aktif seperti sekarang. Sebenarnya seperti apa sifat lu itu?”

“Siapa tahu, gue gak merasa beda sih.”

“Tapi itu benar loh, caramu berbicara denganku sangat berbeda ketika kamu berbicara dengan Anya dan itu juga berbeda ketika kamu berbicara dengan Iono,” ucap Edelyn ikut nimbrung.

“Wow Edie tumben kamu mau bicara selain dengan aku.”

“A-aku sedang berusaha,” balas Edelyn sembari menundukan wajahnya.

“Yah aku rasa hal itu mungkin saja sih namun itu bukan hal yang penting. Sekarang aku punya pengumuman yang harus dibagikan,” ucap Yuri sembari berjalan ke depan kelas meninggalkan Dion dan Edelyn sendirian.

“So ada alasan khusus mengapa ia memanggilmu Edie?” tanya Dion.

Edelyn tak menjawab pertanyaan Dion dan membalikan badannya ke arah depan kelas.

“I guess so,” ucap Dion sembari menghela nafas.

Yuri yang sudah berada di depan kelas menepuk tangannya untuk mendapatkan perhatian dari kelas.

“Oke guys mumpung ada jamkos mending kita ngebahas tentang bulan bahasa.”

Melihat Yuri yang sudah berada di depan kelas membuat kelas yang awalnya ramai kini menjadi diam memperhatikan Yuri.

“Oke untuk drama yang bakal kita tampilin gue milih drama Cinderella. Jadi apakah ada masukan?”

Seisi kelas masih terdiam berusaha memproses apa yang baru saja mereka dengar, hingga salah seorang bertanya.

“Oke Mey ada pertanyaan?”

“Bukankah bulan bahasa itu untuk memperingati hari sumpah pemuda? Bakalan aneh dong kalau kita malah memakai drama luar negeri?”

“Pertanyaan bagus. Gue juga sudah memikirkan hal itu maka dari itu gue memakai Cinderella versi Indonesia yaitu ‘Perempuan Buta Tanpa Ibu Jari’ karya Intan Paramadhita. Untuk lebih jelasnya gue sudah kirim naskahnya di grupchat.”

Mendengar hal itu membuat seisi kelas terkejut karena mereka tak menyangka kalau Yuri sudah mempersiapkan sejauh itu. Namun semua siswa juga nampak lega karena mereka gak harus memikirkan soal naskah dramanya, kecuali Ayunda yang nampak curiga.

“Gak ada yang lain? Oke kalau begitu gue mau minta buat kalian yang ingin menjadi pemeran untuk angkat tangan, oh iya aku butuh sekitar 8 orang wanita dan 4 orang pria.”

Satu persatu siswa yang memang ingin tampil seperti Dion mengangkat tangannya dan somehow Ayunda yang memang terkenal cantik tapi tak pernah terlihat bakat drama juga mengangkat tangannya. Kini sudah ada 11 orang siswa yang mengangkat tangannya dan tinggal butuh satu wanita saja. Yuri nampak seperti menunggu sesuatu menatap ke arah Edelyn yang sedari tadi berusaha menghindari kontak mata dengan Yuri. Akhirnya hal yang tak terduga terjadi, seorang siswa yang tak pernah terlihat berbicara dengan siswa lain kecuali teman sebangkunuya mengangkat tangannya. Tarikan nafas panjang yang diikuti dengan wajah mantap berhasil mengagetkan seisi kelas namun malah membuat Yuri tersenyum. Edelyn mengangkat tangannya dan Yuri mencatatnya. Setelah Yuri mencatatnya ekspresi dari Edelyn langsung berubah menjadi ekpresi biasanya yang sangat muram.

“Baik untuk kru sisanya bisa kita bahas di grup namun gue rasa untuk pemerannya harus ditentukan mulai sekarang jadi Iono tolong bantu aku.”

“Baik yang mulia,” ucap Iono sembari mengeluarkan dua buah kaleng yang berisi kertas yang digulung.

Lihat selengkapnya