CINTA BUNGA LILY

Permadi Bakhtiar
Chapter #8

KITA

Di pagi yang cerah itu terdapat sebuah anomali di kediaman Hartono. Jika pada biasanya semua penghuni rumah sudah bangun ketika ayam jantan mulai berkokok namun pada pagi itu hanya ada satu Hartono yang terbangun. Menyadari kalau anaknya kemungkinan belum bangun membuat mama dari Yuri penasaran dan berjalan menuju ke kamar Yuri untuk mengecek kondisi Yuri. Ketika berada di depan pintu ia sadar kalau pintu tersebut tak terkunci, ia pun membuka pintu tersebut dan melihat Yuri yang sedang berbaring sembari melemparkan bola kasti ke atas terus menerus.

“Oh sudah bangun toh, kok gak turun?”

“Oh mama? Sudah pagi ya?”

“Jangan-jangan kamu belum tidur sama sekali ya?”

Yuri hanya terdiam.

“Kamu ada masalah?”

“Gak kok mah, maaf sudah buat khawatir tapi Yuri harus segera siap-siap buat sekolah,” ucap Yuri sembari menangkap bola lemparan terakhirnya. Yuri pun langsung beranjak dari kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah selesai mandi Yuri pun berangkat sekolah, tentu saja sebagai seorang anak yang berbakti Yuri meminta izin untuk berangkat kepada mamanya. Namun, Yuri melihat mamanya masih nampak sibuk menelpon seseorang dan nampak wajah mamanya sangat bahagia sekali. Yuri pun hanya memberikan isyarat dan berangkat sekolah. Dan seperti itulah kondisi kediaman Hartono di pagi hari yang tumben cerah ini.

Kondisi sekolah kala itu terlihat sangat membosankan sehingga membuat hari itu terasa sangat cepat berlalu. Yuri nampak terlihat aneh di hari itu, ia seringkali melamun. Tentu saja hal ini membuat teman-temannya khawatir termasuk Iono. Namun, ketika pulang sekolah dan Iono berusaha menghampiri Yuri ia kaget karena ternyata Yuri sudah tidak ada di bangkunya. Iono pun bertanya kepada Dion yang dibelakang.

“Yon lu tahu si Yuri gak?”

“Enggak tahu, entah mengapa hari ini gue gak ngerasain keberadaanya.”

Iono melihat ke sekitar dan ia pun berfokus Edelyn yang masih ada di tempat duduknya. Iono sedikit ragu untuk bertanya kepada Edelyn karena kalau diingat-ingat Iono gak pernah berinteraksi sama sekali dengan Edelyn. Tapi apapun pasti ada awalnya dan Iono pun berusaha memanggil Edelyn. Namun, sebelum Iono berhasil mendapatkan perhatian dari Edelyn tiba-tiba saja Edelyn berdiri dan berjalan keluar meninggalkan Iono.

Sementara itu tokoh utama kita yang sedang dicari-cari ternyata sedang berada di kamar mandi. Yuri nampak menatap cermin kotor toilet pria sembari mengusap wajahnya yang sepertinya baru saja terkena air. Meskipun Yuri sudah mencuci mukanya berkali-kali namun wajah letihnya tak bisa tertutupi.

“Sial sepertinya tidak tidur seharian beneran kerasa. Tapi apa-apaan sih denganku hanya karena satu kalimat bisa membuatku sampai seperti ini.”

Yuri mengingat kembali apa alasan ia tidak bisa tidur seharian. Ucapan Edelyn masih berputar-putar di otaknya.

“Lagipula apa sih omongan Edelyn.”

Yuri pun mengusap mukanya untuk terkahir kalinya, ia pun berjalan keluar dari toilet pria. Tepat setelah keluar dari kamar mandi tiba-tiba saja Yuri secara tak sengaja menabrak seorang wanita. Hmm sepertinya hal ini pernah terjadi sebelumnya.

“Ah maaf kak, kamu gak papa?” tanya Yuri.

Wanita yang tertabrak Yuri itu pun berbalik dan menunjukan wajahnya kepada Yuri. Ternyata wanita tersebut adalah Sani, kakak kelas yang membuntuti Anya.

“Lu yang kemarin ngobrol sama Anya kan?” tanya wanita tersebut.

“Ya dan lu adalah Sani, gue ngerasa dejavu.”

Untuk sementara waktu tatapan mereka bertemu dan situasi terasa sedikit canggung.

“Tolong selamatkan Anya!!!”

Ucapan yang sama seperti Edelyn berhasil membuat Yuri serasa disambar petir.

“A-apa maksudmu? Kenapa lu bilang gitu?”

“Gue sayang sama Anya jadi gue gak rela kalau dia sampai harus berhubungan dengan iblis itu,” ucap Sani dengan ekspresi marah.

Yuri menyadari bahasa tubuh dari Sani. Sani berbicara dari dalam hatinya dan ia benar-benar sangat marah.

“Oke gue gak paham apa maksudmu tapi gue tahu kalau lu benar-benar marah.”

“Si iblis Bobby itu!!! lu harus bebasin Anya dari dia!!”

Yuri berusaha merangkai informasi yang baru saja ia dapat. Kini letihnya sudah sedikit berkurang dan ia mulai melihat cahaya di balik semua ini.

“Oh jadi begitu.”

“Gue gak bisa banyak bicara lagi tapi kumohon,” ucap wanita tersebut sembari berlari meninggalkan Yuri sendirian.

Di tengah momen tersebut tiba-tiba saja Yuri dikejutkan dengan suara keras dari arah lorong. Ketika Yuri menghampiri sumber suara tersebut, ia dikejutkan dengan seorang wanita yang ia kenal sedang terjatuh di lantai bersamaan dengan banyak buku yang bertebaran di sekitarnya. Yap wanita tersebut adalah Ayunda.

“Mau kubantu?” ucap Yuri sembari mengulurkan tangannya. Sayangnya uluran tangan dari Yuri tak dibalas oleh Ayunda, ia dengan usahanya sendiri kembali berdiri.

“Oke, sepertinya lu baik-baik saja tapi sepertinya barang bawaan lu banyak juga yakin nih gak mau gue bantu?” tanya Yuri.

Ayunda diam sebentar kemudian ia hanya mengangguk sembari mengambil buku yang bertebaran di lantai.

“Sweet,” ucap Yuri sembari ikut mengambil buku yang bertebaran di lantai.

“Jadi buku ini dibawa kemana?”

“Ruang guru.”

Mereka pun membawa tumpukan buku tersebut menuju ke ruang guru dan di sepanjang perjalanan Yuri bertanya tentang alasan Ayunda membawa buku sebanyak itu.

Beberapa langkah sebelum sampai di ruang guru.

“Jadi lu dihukum untuk bawaain nih sama OSIS karena gak datang waktu rapat? Wow kusangka lu anaknya rajin banget, apalagi dangan nama Pandjaitan di belakangmu itu,” ucap Yuri.

“Ini bukan hukuman tapi tugas. Hukumannya masih setelah ini dan meskipun Keanu Reeves memiliki ayah seorang kriminal apakah itu membuatnya kriminal juga? Jika itu maksudmu lagipula aku punya alasanku sendiri,” balas Ayunda.

Yuri hanya mengangguk sembari tersenyum. Mereka pun masuk ke dalam ruang guru dan menaruh buku tersebut di meja wali kelas mereka yaitu ibu Sri. Namun, bu Sri tak ada di dalam ruang guru yang ada kala itu salah satunya adalah si Mul yang nampak sedang menghitung uang dari anak les wajibnya. Ayunda pun menyuruh Yuri untuk menaruh buku tersebut di meja bu Sri dan keluar dari ruang guru.

Sesampainya di luar ruang guru.

“Jadi kemana selanjutnya kita?” tanya Yuri.

“Kita? Tak ada kita, aku akan pergi ke tempat hukumanku,” balas Ayunda dengan heran.

“Ayolah biarin gue bantu, lagipula tiba-tiba semangat gue lagi tinggi nih,” balas Yuri sembari peregangan tubuh.

“Kalau kau pikir ini adalah kesempatan buatmu untuk lebih dekatku denganku seperti apa yang kau lakukan kepada Edelyn dan Anya, kau salah besar.”

“Gini aja aku mau bantu lo bukan karena ingin lebih dekat dengan lu atau karena gue ketua kelas tapi anggap aja gue mau bantu lo karena gue nganggur dan gak tahu mau ngapain lagi.”

“Baiklah kalau begitu ikuti aku.”

Yuri pun mengikuti Ayunda dari belakang dan akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Ternyata tempat tujuan mereka adalah gym sekolah yang nampak berantakan. Gym yang bisa digunakan sebagai lapangan basket atau voli ini memang tidak digunakan untuk latihan jadi melihatnya seberantakan ini tentu saja membuat Yuri terkejut. Yuri pun jadi ingat kalau kemarin baru saja ada pertandingan persahabatan antara tim basket putra melawan tim basket SMA sebelah, jadi pantas tempat ini sekarang nampak seperti kapal pecah.

“Wow tempat ini kacau banget, bukannya seharusnya ini tugas OSIS untuk membersihkan tempat ini kan kemarin itu event mereka kan?”

“Oleh sebab itu aku ada disini.”

“Cuma satu orang?! apa mereka gila?”

“Berhentilah bicara dan mulailah bergerak itupun kalau kau memang mau membantuku,” balas Ayunda sembari membereskan beberapa barang.

Yuri pun juga mulai membereskan beberapa barang. Setelah beberapa saat barang yang harus dibersihkan ternyata masih banyak seolah-olah tak akan habis, sementara itu Yuri nampak bosan.

“Jadi apakah hal ini normal di kalangan OSIS? Maksudku mengirim satu orang untuk membereskan kekacauan satu tim?”

Ayunda hanya diam tak membalas dan masih fokus membereskan barang.

“Lu tahu kalau gue gak bakal mau kalau disuruh gini.”

Lihat selengkapnya