CINTA BUNGA LILY

Permadi Bakhtiar
Chapter #12

LOVE and WAR

Tumpukan berkas yang berisi kasus-kasus yang sedang panas nampak menumpuk diatas meja kayu yang baru saja dipesan itu. Di balik meja itu nampak wajah dari seorang pengacara muda yang menatap ke arah kaca besar yang berada di belakangnya sembari memegang segelas minuman berwarna ungu. Pengacara muda itu menatap ke arah kaca, ia menatap ke arah kemacetan yang terjadi dari lantai 42 gedung pencakar langit. Pengacara muda itu dikejutkan dengan suara ketukan dari pintunya. Ketika terbuka ternyata orang tersebut adalah asistennya.

“Jadi ada berapa klien di hari ini?” tanya sang pengacara.

“Hari ini? Cuma ada satu,” balas sang asisten.

“Hmm benarkah Lia? Kenapa hari ini sepi banget?”

“Karena ada satu orang yang sangat ingin bertemu dengan anda tuan Luca Hartono.”

Sang pengacara muda itu hanya tersenyum mendengar jawaban dari asistennya.

Beberapa saat kemudian

Nampak seorang wanita berusia 50 tahunan yang datang dengan pakaian full suit, sepertinya wanita ini baru saja melakukan meeting penting di tempat lain. Dari auranya Luca bisa tahu kalau wanita ini merupakan seorang yang penting. In fact Luca sangat mengenal wanita ini, wanita ini adalah Melfissa Pandjaitan. Melfissa adalah anggota DPR dari fraksi pertahanan. Luca berasumsi kalau kedatangannya hari itu untuk merekrutnya untuk persiapan pemilu tahun depan.

“Jadi nyonya Melfissa apakah ada yang bisa kubantu di hari yang cerah ini?” tanya Yuri.

Sebelum menjawab pertanyaan dari Luca, Melfissa dijamu terlebih dahulu dengan segelas teh hangat yang dibuat oleh Lia yang merupakan asisten dari Luca. Melfissa pun menyeruput teh hangat tersebut dan setelahnya ia menghela nafas panjang.

“Kudengar tempat ini terkenal sebagai firma hukum terbaik di kota ini, sekarang aku paham alasan dibaliknya yaitu teh ini,” ucap Melfissa.

“Tentu saja, teh itu berasal dari daun teh paling berkualitas di kota Bogor. Namun apakah anda tahu alasan dibalik rasanya yang enak itu? Yap yang paling menentukan adalah sang pembuatnya, untungnya saya memiliki Lia yang sangat jago soal beginian,” balas Luca.

“Oh begitu, apakah kalian sudah lama saling kenal?”

“Lia sudah mengenalku sejak SMP dan semenjak itulah dia mulai bekerja denganku. Tapi maafkan kelancangan saya, saya yakin anda tak datang kesini hanya untuk membahas hubungan saya kan?”

“Langsung ke bisnis ya? Kalian para lelaki memang susah untuk berbasa-basi. Oke pertama apapun yang anda pikirkan tentang kedatanganku kesini itu salah. Aku kesini bukan sebagai perwakilan dari koalisi namun aku datang kesini meminta jasamu untuk diriku personal.”

“Oh menarik, bisakah anda jelaskan lebih detail?”

“Sayang sekali aku rasa tak mungkin menjelaskan secara detail tanpa adanya hitam diatas putih karena hal ini bisa mematikan karirku.”

“Oh kebetulan sekali kami tak bisa menerima pesanan tanpa tahu tentang apa yang harus kami hadapi.”

Melfissa kembali menyeruput the dan menghela nafas namun kini terlihat ekspresi kecewa dari muka Melfissa.

“Kukira tempat ini berisi orang-orang yang berani, ternyata kalian sama saja,” ucap Melfissa sembari bersiap berdiri meninggalkan ruangan.

“Fine I’l bite,” ucap Luca sembari menyiapkan selembar berkas dari lacinya.

Melfissa tak jadi berdiri meninggalkan ruangan dan nampak senyuman muncul di wajahnya.

“Oke anda tinggal mengisi formulir ini dan silahkan tanda tangan,” ucap Luca sembari memberikan formulir kepada Melfissa.

“Jadi biar kumulai, sebenarnya aku hanya punya satu keinginan. Keinginanku adalah untuk menyelamatkan keluargaku terutama anak-anakku dan aku butuh saran dari tim legal,” ucap Melfissa.

“Baik silahkan lanjutkan.”

Dan begitulah awal mula kerjasama antara Luca Hartono dengan Melfissa Pandjaitan terbentuk. Di saat kakaknya menandatangani kontrak yang berbahaya sementara itu sang adik baru saja diasingkan dari tim sepak bola karena menolak mengikuti perintah untuk kalah. Namun, meskipun ia terasingkan Yuri nampak masih bahagia saja karena sekarang ia akhirnya bisa fokus terhadap bulan bahasa yang akan dilaksanakan lusa.

Yuri yang sudah lama tak mengikuti latihan karena berbagai macam hal nampak sangat terkejut dengan apa yang ia lihat. Ia tak menyangka hanya dalam waktu sebentar para pemeran dan kru lainnya mengalami peningkatan yang signifikan. Namun, di sisi lain Yuri merasa bersalah karena sebagai ketua kelas ia malah jarang berada di tempat latihan. Hal ini terlihat dari interaksi antara Yuri dan Iono.

“Hei No kenapa latihannya gak mulai-mulai?” tanya Yuri.

“Mulai lah, kok malah tanya gue?” balas Iono.

“Kan selama ini elu yang mimpin masa tiba-tiba menjelang hari h gue asal nyerobot.”

“Heh gue ini kalau dalam olahraga namanya caretaker, pada akhirnya leader yang aslilah yang harusnya mimpin.”

“Gak papa nih berarti?”

“Yaelah udah gue tebak, lu pasti cuma basa-basi doang.”

“Hehe kalau begitu.”

Yuri pun mengumpulkan semua pemeran dan kru untuk membentuk sebuah lingkaran besar. Dengan lingkaran ini Yuri memulai briefingnya di sore hari itu.

“Oke teman-teman mari berkumpul. Pertama gue minta maaf karena jarang ada ketika kalian latihan namun sisi baiknya sepertinya dibwah pengawasan Iono kalian malah jadi lebih hebat. Kedua karena bulan bahasa ini lusa jadi gue ingin kali ini sebagai latihan terakhir sekaligus gladi resik karena gue ingin kalian besok untuk istirahat. Terakhir, bersenang-senanglah karena ini adalah event pertama kelas kita jadi gue ingin ini menjadi memori yang berkesan bagi masa muda kita semua.”

Pidato singkat dari Yuri itu disambut dengan tepuk tangan dan antusiasme dari para siswa kelas 10-6.

“Oke guys lets do it.”

Sebelum latihan di hari iti dimulai nampak ada seseorang yang menghampiri Yuri, orang tersebut adalah Dimas.

“Yuri, kamu ada waktu?” tanya Dimas.

“Oh Dimas ya, ada sih tapi bentar kan kita mau latihan,” balas Yuri.

“Ah bukan sekarang tapi nanti setelah latihan.”

“Kalau nanti gue ada waktu kok.”

Lihat selengkapnya