CINTA BUNGA LILY

Permadi Bakhtiar
Chapter #13

PENGAKUAN

Weekend adalah waktu yang tepat digunakan untuk beristirahat setelah menjalani 5 hari penuh tekanan dan beban, hal ini juga berlaku bagi pelajar. Namun, di hari sabtu yang cerah itu para siswa SMA 1 Merang dengan sangat antusiasnya menghadiri acara bulan bahasa. Mereka antusias bukan karena bulan bahasanya namun karena bintang tamu yang diundang untuk mengisi bulan bahasa. Tamu tersebut adalah band Kenangan yang merupakan band yang sedang populer di kalangan anak muda. Namun, terdapat satu kelas yang nampak sangat bersemangat tentang bulan bahasa tanpa harus memedulikan band tamu yang diundang. Tentu saja kelas itu adalah kelas 10-6, kelasnya Yuri. Yuri sang ketua kelas nampak sangat percaya diri dengan kelasnya, setelah melihat latihan selama ini. Namun, sepertinya kepercaya dirian dari Yuri tak menular ke teman sekelasnya. Mereka nampak sangat nervous, jika itu terjadi kepada Edelyn maka itu wajar namun hal ini juga menimpa Dion yang overconfident itu.

“No, ada apa ini?” tanya Yuri dengan heran.

“Kayaknya mereka nervous,” balas Iono.

“No shit, maksud gue kenapa mereka tiba-tiba nervous?”

“Bukannya wajar kalau kita nervous sebelum tampil di depan publik?”

“Tapi tidak seharusnya separah ini.”

“Mungkin mereka butuh dorongan.”

“Gue rasa lu benar.”

Yuri pun mengumpulkan semua teman-temannya dan membentuk lingkaran.

“Guys-guys, whats wrong? Bukankah gue sudah bilang kita harusnya menikmati hari ini, jangan pedulikan soal bagaimana kita tampil tapi pikirkan kesenangan di saat kita tampil. Jadi satu saran dari gue, just enjoy it.”

Meskipun seisi kelas mendengarkan dengan seksama dan nampak membalas dengan sorakan, namun memang masih terlihat kalau moral kelas masih sangat turun. Menyadari hal itu membuat Yuri mengganti aproachnya menjadi lebih individu.

“Dion, bukankah hal ini harusnya biasa bagi seorang mantan ketua OSIS sepertimu?” tanya Yuri.

“Tampil sebagai ketua OSIS sangatlah berbeda dengan tampil sebagai pemeran drama apalagi drama musikal seperti ini,” balas Dion.

“Oh jadi ternyata ketakutan terbesar Dion si hebat itu adalah menari di depan publik. Sepertinya level kita memang masih jauh,” ucap Yuri.

Mendengar hal itu nampak wajah Dion menjadi geram.

“Gak selevel kata lu? Tentu saja itu omong kosong tapi lu benar kalau hal kayak gini saja membuat gue nervous maka gue gak pantes menjadi rival lu. Yosh lihat aja lu bakal terkesima dengan penampilan gue hari ini,” balas Dion.

Yuri hanya tersenyum, sepertinya rencananya berhasil. Sekarang untuk langkah selanjutnya.

“Eddie, whats wrong?” tanya Yuri.

“Tentu saja aku nervous meskipun aku jauh lebih mendingan setelah bertemu denganmu dan Iono juga sudah bilang kalau semua akan berjalan lancar tapi tetap saja aku masih gemetaran,” balas Edelyn.

“Aku tahu, jadi daripada berusaha untuk menghindarinya bukankah lebih baik kalau kamu menghadapinya? Kamu gak perlu mengalahkannya yang kamu perlu lakukan hanya menghadapinya,” ucap Yuri.

“Kamu benar, aku sudah capek lari dari semua masalahku sekarang saatnya untukku menghadapi segalanya. Terima kasih Yuri,” balas Edelyn.

Yuri hanya tersenyum karena rencana selanjutnya berhasil. Setelah semua rencananya itu kini saatnya Yuri untuk mengurusi hal lainnya.

“Oke sekarang Dimas,” ucap Yuri.

“Siap Yuri, apa intruksimu?” balas Dimas.

“Bisakah lu ambilin air mineral yang ada di depan kelas?”

“Ah tentu saja,” balas Dimas sembari berjalan ke depan kelas untuk mengambil box yang berisi air mineral.

Setelah urusan sampingan yaitu konsumsi selesai sekarang giliran Yuri untuk menangangi tokoh antagonis dalam drama hari itu.

“Terakhir Ayunda … Ayu? Dimana dia?” tanya Yuri sembari mencari keberadaan Ayunda di dalam kelas.

“Oh Ayunda sedang ada pertemuan OSIS jadi ia baru bisa datang nanti,” balas Dimas nampak kesusahan membawa dua box air mineral.

“Oh begitu, anyway terima kasih,” balas Yuri membantu Dimas membawa air mineral.

Beberapa saat kemudian

Ayunda telah kembali dari pertemuan OSIS, kala itu ia memakai pakaian khusus panitia. Ayunda yang baru melihat kondisi kelas sedikit terkejut karena kini terdapat sebuah harapan yang muncul di wajah anak-anak.

“Ah Ayu, senang bertemu denganmu. Lu baru balik pertemuan OSIS ya?” tanya Yuri.

“Apakah itu sebuah pertanyaan atau hanya basa-basi? Either way jawabannya adalah iya,” balas Ayunda.

“Jadi apakah ada pengumuman bagi kita?”

“Sebelum itu sepertinya kau berhasil menaikan moral anak-anak.”

“Yang kulakukan hanyalah mengatakan kebenaran dan sedikit kebohongan kepada mereka, sisanya ya mereka yang menentukan.”

“Itu ada benarnya.”

“Jadi pengumumannya apa?”

“Bukan aku yang akan mengumumkannya tapi ….”

Di tengah pembicaraan antara Yuri dan Ayunda, tiba-tiba saja seorang wanita yang memakai baju yang sama dengan Ayunda masuk ke dalam kelas. Wanita itu datang sembari membawa catatan yang nampaknya merupakan jadwal untuk hari itu. Wanita itu adalah sang sekretaris OSIS, Anya Pandjaitan.

“Perfect timing,” ucap Ayunda.

“Tentu saja, Anya,” ucap Yuri.

“Perhatian untuk kelas 10-6, jadwal tampil kalian adalah pukul 11.00 tepat sejam lagi. Jadi kami harap kalian sudah mendaftarkan para pemain dan juga sudah bersiap di backstage sebelum pukul 11.00. Terima kasih,” jelas Anya.

Tanpa basa-basi setelah Anya mengumumkan jadwal ia langsung pergi meninggalkan kelas 10-6. Melihat Anya yang langsung pergi membuat Yuri sedikit complicated. Akhirnya ia meminta tolong Iono untuk menggantikannya sebentar. Sementara itu Ayunda.

“Oh meninggalkan kelas ketika kondisi moral kelas sedang tinggi-tingginya demi mengejar seorang wanita, apakah itu tindakan yang bijak?” tanya Ayunda.

“Ada pertanyaan yang hanya ia yang bisa menjawab dan lagipula gue percaya Iono bisa menangani kelas,” balas Yuri.

“Kalau begitu semoga kau mendapatkan jawaban dari pertanyaanmu itu.”

Yuri pun berjalan meninggalkan kelas dan berusaha mencari Anya. Ia berhasil menemukan Anya yang ternyata baru saja keluar dari kelas 10-7. Yuri pun langsung bergegas menuju ke samping Anya.

“Anya gimana kabarmu?” tanya Yuri.

Anya menengok ke samping ke arah Yuri.

“Seperti yang lu lihat gue lagi sibuk mengerjakan tugas OSIS,” balas Anya.

“Oh begitu untunglah, jadi apakah keadaan menjadi lebih baik?”

“Gak ada yang berubah sih.”

“Itu sayang sekali, jadi apakah ada yang bisa kubantu?”

“Lu bisa bantu dengan membiarkanku menjalankan tugasku sebagai OSIS dengan tenang.”

“Oh, jadi begitu sepertinya lu masih marah sama gue.”

Setelah mendengar hal itu Anya berhenti dan berbalik menatap ke arah Yuri.

“Look gue gak marah sama lu tapi tolong pahamilah kalau hari ini gue sibuk dengan pekerjaanku,” tegas Anya.

Yuri menyadari keseriusan dari ucapan Anya, ia sadar kalau Anya benar-benar tak ingin diganggu.

“Oh maaf, gue gak bermaksud untuk mengganggumu. Kalau begitu gue pergi dulu,” ucap Yuri sembari membalikan badannya dan berjalan menjauh dari Anya.

“Ah baiklah kalau lu benar-benar ingin bantu gue hari ini lu bisa ikut gue untuk ngasih pengumuman ke tiap kelas,” ucap Anya dengan iba.

“Oke gass,” balas Yuri langsung tepat berada di samping Anya.

Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kelas selanjutnya yaitu 10-9. Kelas ini bisa dibilang unik karena lokasi kelas ini berada di di belakang tepatnya di depan lapangan parkir. Dengan lokasi ini juga membuat nampaknya orang-orang yang berada di kelas itu menjadi pusat dari geng-geng baru. Di sana mereka dikejutkan dengan kondisi kelas yang kosong melompong.

“Hmm aneh, hari libur harusnya kan besok,” ucap Yuri.

“Haah tentu saja mereka bolos berjamaah di hari seperti ini,” ucap Anya.

Anya melihat seisi kelas dan tentu saja tak ada orang selain mereka berdua di dalam kelas tersebut.

“Sepertinya tak ada orang disini, ayo kita ke kelas selanjutnya,” ucap Anya.

“Yes maam, tapi bukannya ini momen yang enak buat ngobrol-ngobrol?” balas Yuri.

Ketika mereka berbincang, tiba-tiba saja pintu kelas tertutup sendiri sampai menimbulkan suara keras.

“Hiieeeggghhh!!!!” teriak Anya.

“Aneh kenapa pintunya bisa ketutup sendiri? Biar kucek dulu,” ucap Yuri berjalan menuju pintu.

Yuri menyadari sesuatu hal yang aneh, pertama tak ada angin yang cukup kencang yang bisa membuat pintu ini tertutup sendiri, kedua secara kebetulan pintu tersebut terkunci. Hal ini tentu saja aneh, seperti kayak di film-film aja dimana dunia berjalan semaunya sesuai keinginan penulis untuk menjalankan plot utama.

“Ah terkunci,” ucap Yuri.

“Terkunci?” tanya Anya.

Lihat selengkapnya