Cinta Buta Sulungku
Ada jeritan pilu yang terdengar membelah dinginnya malam, peluh air mata yang membanjiri ruangan ini, detak jantung yang sudah mulai melambat, membuat doa kami semakin kuat. Ayah yang sempat membuka matanya nanar, memberi isyarat akan berkalang tanah.
Ibu berteriak semakin kencang memanggil nama ayah dan mendekap erat tubuhnya yang pucat dan kaku. Rupanya selang-selang yang bersarang di tubuhnya sudah mulai dilepas, detak jantungnya hilang. Aku pun ikut meraung ditengah riuh yang memekakkan kesunyian.
Tak ada firasat sebelumnya, ayah akan meninggalkan kami dibalik cahaya kehitaman yang mulai membiru. Kenangan bersamanya akan kami simpan rapi didalam hati.
Peperangan melawan luka dimulai, ibu tak pernah menunduk untuk berdamai dengan keadaan. Berjuang seorang diri untuk menghidupi kami. Bagaimana susahnya mengoperasikan kembali pabrik kertas yang tersekat oleh gaasnya kanker getah bening yang hinggap di tubuh ayah. Bersahabat dengan obat hingga tutup usia, bukanlah hal yang mudah untuk melupakan. Hingga aku dan adikku menjadi sarjana tak pernah usai tugas ibu. Segalanya yang nampak sulit akan menjadi mudah ditangannya.