Pada suatu hari, ketika hal-hal berat itu sudah berhasil Fuadi lalui. Saat ini Fuadi sedang menyendiri duduk di tepian sungai. Dengan mengibas-ngibaskan kakinya ke dalam air, dan dengan pemandangan yang elok di depannya. Sungai yang jernih itu padati oleh banyak anak kecil, mulai dari perempuan hingga laki-laki. Yang menarik dari usia dini adalah kita tidak perlu memandang jenis kelamin, dan diumur itu juga kita tidak mengerti apa-apa soal masalah dunia. Bayangkan saja, pada jaman dahulu anak-anak hanya meributkan masalah siapa yang menjadi temannya, dan siapa yang jadi musuhnya hanya karena perbedaan pendapat mereka soal siapa yang paling kuat diantara pak Rt dan pak Rw. Apalagi, banyak anak-anak yang bertengkar hanya karena kalah bermain bola. Tidak ada anak kecil yang tertangkap kasus narkoba, minuman keras, apalagi sampai pembunuhan.
Suasana ini didukung oleh adanya sungai yang jernih. Sungai ini sebenarnya sangatlah menawan, andaikata orang-orang tahu tentang sungai ini pasti esoknya air ini sudah keruh layaknya sungai kota.
Ketika keheningan sedang singgah, sayangnya Halimah menyadarkan Fuadi dari lamunannya. Arah kedatangan Halimah sudah bisa diduga oleh Fuadi. Fuadi yang menyadarinya hanya diam saja tidak menanggapi apa-apa. Sejak hari itu, sepulang dari taman kota semuanya tampak berbeda. Seolah semuanya seketika tidak ingin terganggu, Fuadi tidak menanyakan bagaimana kabar dari sahabat-sahabatnya itu. Sedangkan Halimah dan Bima tidak juga memberikan kabar kepada Fuadi. Baru kali ini, ketika Fuadi baru terlihat, disitulah Halimah langsung segera menghampiri.
“Fu, bagaimana jika nanti malam kita berkeliling sejenak? Rasanya aku sedang merindukan angin malam.” Halimah kemudian mengajak Fuadi untuk berkeliling kampung ini ketika suasana malam.
Malam di kampung ini sangatlah menarik. Di pusat keramaian kalian akan menemukan beberapa warga yang sedang berjalan menuju pasar malam. Dan di pasar malam itulah pusat keramaian. Ketika berjalan masuk ke sana, yang pertama terlihat adalah sekumpulan orang-orang yang meronda sekitar kampung yang sedang bermain kartu. Ketika melanjutkan kembali perjalanan akan ditemukan beraneka ragam orang yang berjualan mulai dari makanan, minuman, dan mainan. Di sekitar situ ada juga wahana-wahana kecil yang terbuat dari barang seadanya, seperti istana balon dan perahu yang terbuat dari kertas karton. Perahu itu akan dijalankan di wadah air yang cukup besar, namun hanya muat menampung sepuluh perahu kecil saja.
“Baiklah, tawaran yang menarik.” Fuadi lantas menerima tawaran dari Halimah dengan sangat antusias. Rasanya sudah lama semenjak Fuadi sibuk dengan Nirmala, dia tidak pernah ada waktu untuk Halimah sahabatnya.
Halimah pun turut tersenyum ketika tawarannya diterima dengan baik oleh Fuadi tanpa pikir panjang. Fuadi yang telah menerima tawarannya tiba-tiba saja memulai dengan pembicaraan yang lainnya. Fuadi sengaja lebih mendekatkan diri kepada Halimah. Tetapi, hal itu sepertinya menjadi hal yang mengejutkan sekaligus membuat Halimah tidak begitu nyaman.
“Sungai ini semakin hari semakin menunjukan keindahannya yah.” Fuadi memulai pembicaraanya dengan sangat lembut dan tidak terduga. Fuadi pun sembari berbicara, tangannya dia celupkan ke dalam air untuk merasakan aliran air yang mengalir melewati sela-sela jarinya.
“Betul, ingatkah kau dahulu ketika engkau terseret arus sungai ini. Kemudian setelah beberapa menit, kau ditemukan sedang bersenang-senang. Keluarga khawatir kau terbawa arus, lantas kau malah bersenang-senang dengan kawan-kawan yang lain.” Halimah menceritakan masa lalu Fuadi dengan nada yang sedikit meledek. Dia pun sengaja memberikan tertawanya di akhir kalimat agar suasana tidak terkesan menegangkan.