Cinta dalam Cerita

Sayidina Ali
Chapter #17

Bab 17 Kilas Balik : Ikrab

Kilas balik mengenai Ikrab tidak akan dijelaskan dari awal. Kisah ini hanya melanjutkan yang sebelumnya saja, yaitu awal mula datangnya permasalahan di hidup Fuadi.

Ketika Ikrab memutuskan untuk pergi, dia merasa terpaksa meninggalkan mereka berdua karena Ayahnya sangat ambisius untuk menunjang pendidikan dari Ikrab. Beliau memfasilitasi segala hal yang menurut dirinya dibutuhkan untuk masa depan Ikrab. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan Ikrab dari lingkaran pertemanan orang-orang kampung dan memasukkannya ke dalam lingkaran pertemanan kota.

Sebelum mereka berdua pergi, Ikrab sempat berdebat beberapa hal dengan Ayahnya, “Yah, kenapa kita harus pergi ke kota sih? Di sini kan sama saja Ikrab bisa bersekolah. Di sini juga Ikrab punya banyak teman kok.” Ikrab melakukan pembelaan terhadap dirinya dengan menentang tindakan yang telah dilakukan oleh sang Ayah. Dia merasa tindakan dari Ayahnya hanyalah upaya agar dirinya bisa bekerja dengan gaji yang tinggi dan dengan pangkat yang lebih tinggi lagi tentunya. Tetapi Ayahnya tidak mau tinggal diam, beliau bukan orang yang sangat menerima jika dirinya harus disalahkan dalam suatu hal yang menurutnya benar.

“Tahu apa kau tentang dunia pendidikan. Yang kau tahu hanyalah main, main, dan main saja. Lihat nilai kau itu, sangatlah tidak pantas menjadi anak Ayah. Harusnya anak Ayah itu cerdas, itulah mengapa Ayah mau membawa engkau ke dalam pertemanan yang layak dan benar. Di sekolah yang baru nanti aka nada banyak sekali teman-teman bisnis Ayah, dan mereka bisa membantu untuk mendidik kau agar menjadi siswa yang cerdas.” Ayahnya langsung menatap Ikrab dengan tatapan yang menjelaskan bahwa dirinya sedang serius dan tidak ingin dibantah. Beliau memberikan Bahasa tubuh yang jika diartikan tandanya sedang tidak menikmati obrolan tersebut. Kepandaian Ikrab dalam membaca Bahasa tubuh dari Ayahnya membuat dia hanya menurut saja. Dia kemudian diberikan waktu untuk berpamitan dengan sahabatnya.

Sebenarnya jika sedikit mengetahui alasan dari Ayahnya adalah pertemanan. Bukan pertemanan dari sahabatnya yang beliau maksudkan, melainkan bahwa menurutnya Ikrab itu beberapa kali berbohong kepada Ayahnya. Ikrab sering mengatakan bahwa dia akan pergi bersama Fuadi dan Halimah, namun nyatanya tidak satu kali Ayahnya hanya menemukan Halimah dan Fuadi yang sedang bermain-main di tepian sungai. Disitulah awal mula kecurigaan dari Ayahnya muncul. Itulah alasan mengapa Ayahnya memerintahkan Ikrab untuk berpamitan dengan sahabat-sahabatnya, karena dia merasa anaknya jauh lebih baik ketika mengenal mereka berdua. Hanya saja setiap bentuk pelanggaran harus dikenakan hukuman walau sekecil apapun.

Saat itu Ikrab mengunjungi dua sahabatnya. Mereka sudah membuat janji untuk bertemu di tepian sungai ketika sore. Saat Ikrab datang mereka berdua memang sudah menunggu di tepian sungai, mereka berdua sudah siap menyambut kedatangan sekaligus perpisahan dengan sahabatnya itu. Saat itu Ikrab meminta maaf kepada semuanya, dia berjanji bahwa akan selalu ingat mereka berdua. Luapan tangis seorang anak yang menuju remaja pecah saat itu. Mereka kemudian saling berjabat tangan dan saling meminta maaf. Persahabatan ini akan terasa usai, walaupun sebenarnya belum. Keterbatasan gadget saat itu membuat persahabatan mereka tidak bisa dilanjutkan karena keadaan. Tetapi, ini adalah babak baru untuk persahabatan Fuadi dan Halimah, awal dari segala pertumbuhan benih-benih kasih sayang, dan awal dari segala permasalahan yang terjadi saat ini.

Ketika sudah sampai di kota kehidupan baru telah tiba untuk Ikrab. Kehidupan saat ini sangat berbeda dengan kehidupan yang dia jalani dahulu. Saat di kampung tersebut Ikrab termasuk anak yang nakal. Beberapa bentuk kenakalan yang melibatkan dirinya adalah mencuri mangga. Itu adalah salah satunya, beberapa lagi adalah membolos sekolah, menjaili teman-temannya, mengambil makanan di warung tetapi tidak bayar, dan yang paling gemar dia lakukan adalah mencuri pulpen milik temannya. Namun ketika dirinya berada di kota, hal tersebut menjadi biasa saja. Rasanya yang dilakukan oleh Ikrab adalah suatu tindakan yang tidak terlalu memiliki nilai kenakalan, hanya merupakan pengisi waktu kosong saja. Berbeda dengan kehidupan di kota.

Lihat selengkapnya