“Kenapa aku harus membenci dia?” Fuadi bertanya kepada Ikrab atas penyataanya tadi.
“Lalu apa? Apakah engkau akan melanjutkan persahabatan kalian itu? Maing-masing dari kalian sudah pernah saling jatuh cinta, itu tidak mungkin menunjukkan keadaan seperti semula.” Ikrab kemudian menjelaskan maksud dari pernyataan dia tadi.
“Tetapi akan menjadi lebih buruk lagi, jika aku memutuskan untuk membenci Halimah. Kita bisa saja bermusuhan sampai masing-masing dari kita sudah berumur senja.” Fuadi masih berusaha menentang pernyataan dari Ikrab. Menurutnya tidak perlu memusuhi Halimah, mereka berdua bisa bersahabat, atau sekedar menjalin komunikasi tanpa harus melanjutkan persahabatan.
“Jadi bagaimana dengan Bima? Apa kau akan mengabaikannya begitu saja?” Ikrab bertanya dengan maksud mencari celah agar Fuadi mau mengalah.
“Tidak perlu dibicarakan lagi.” Fuadi mengelak pertanyaan dari Ikrab. Bahkan rasanya sangat malas untuk membahas Bima.
“Yah sudahlah. Aku ini sahabat engkau dari kecil. Tindakan ini semua untuk kebaikan engkau.” Ikrab berusaha meyakinkan Fuadi.
“Lalu bagaimana membuat Halimah membenciku?” Fuadi bertanya kembali.
“Kau buatlah saja dia benci. Tuduhi saja dia hal-hal yang lain, dia pasti akan meninggalkan engkau dengan sendirinya.” Ikrab semakin kencang dalam berbicara. Rasanya dia sangat yakin bahwa dirinya sudah berhasil.
“Baiklah.” Fuadi menuruti semua hal yang dibicarakan oleh Ikrab. Dia terlihat sangat tidak memiliki tindakan lain, selain melakukan itu.