Hari itu matahari bersinar cerah di atas desa kecil tempat Amara tinggal. Langit biru tanpa awan, membentang luas di atas pegunungan hijau yang mengelilingi desa. Suara kicauan burung dan gemericik air sungai yang mengalir jernih menambah kedamaian suasana pagi itu. Kehidupan di desa berjalan seperti biasa, dengan para petani yang sibuk di ladang, anak-anak bermain di sekitaran rumah, dan para ibu yang berkumpul di pasar untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Namun bagi Amara, hari itu adalah titik balik dalam hidupnya.
Ketika pagi berganti siang, sinar matahari yang terik mulai terasa di kulit. Jalanan desa yang berlapis kerikil kecil terlihat berdebu karena panasnya cuaca. Tiba-tiba, debu yang berterbangan sedikit berkurang ketika sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah sederhana keluarga Aryanti. Mobil tersebut tampak kontras dengan suasana desa yang sederhana. Anak-anak yang sedang bermain di dekat sana berhenti sejenak, mengamati mobil dengan penuh rasa ingin tahu.
Dari dalam mobil tersebut keluar seorang pria paruh baya dengan pakaian rapi dan wajah yang tampak penuh wibawa. Langkahnya mantap saat dia mendekati pintu rumah keluarga Aryanti. Dia adalah Pak Rahman, utusan dari keluarga Pratama, salah satu keluarga paling terpandang di kota. Dengan tatapan yang tegas namun ramah, Pak Rahman mengetuk pintu rumah kayu sederhana itu. Pak Dedi membuka pintu dengan sedikit terkejut melihat tamu yang datang.
"Selamat siang, Pak Dedi. Saya Pak Rahman dari keluarga Pratama. Boleh saya masuk?" tanya Pak Rahman dengan suara lembut namun penuh otoritas. Pak Dedi menyambutnya dengan sopan, meskipun ada keraguan di matanya. "Silakan masuk, Pak Rahman. Ada yang bisa kami bantu?" jawab Pak Dedi sambil mempersilakan Pak Rahman duduk di ruang tamu yang sederhana.
Di ruang tamu yang hangat itu, percakapan serius pun dimulai. Pak Rahman menjelaskan tujuan kedatangannya, menawarkan sebuah pernikahan kontrak antara putra keluarga Pratama, Raka, dan Amara. Amara, yang mendengarkan dari ruang sebelah, merasa jantungnya berdegup kencang. Bagaimana mungkin hidupnya yang tenang di desa ini akan berubah drastis karena tawaran tak terduga ini? Hari yang cerah itu tiba-tiba berubah menjadi awal dari sebuah perjalanan panjang yang penuh dengan tantangan dan keputusan sulit bagi Amara.
Pak Rahman disambut oleh Pak Dedi dan Bu Sari dengan ramah. Setelah beberapa percakapan basa-basi, Pak Rahman mulai menjelaskan tujuan kedatangannya. "Pak Dedi, Bu Sari, saya datang ke sini mewakili keluarga Pratama dengan sebuah tawaran yang mungkin tidak terduga bagi Anda semua," ujar Pak Rahman dengan nada serius namun sopan.
Pak Dedi dan Bu Sari saling berpandangan, merasa penasaran dan sedikit cemas. "Apa yang bisa kami bantu, Pak Rahman?" tanya Pak Dedi dengan hati-hati. Pak Rahman melanjutkan, "Kami ingin mengajukan sebuah pernikahan kontrak antara anak kami, Raka Pratama, dan putri Anda, Amara. Tawaran ini mungkin mengejutkan, tapi saya yakin Anda akan mempertimbangkannya dengan bijak."
Amara yang mendengarkan dari balik pintu segera masuk ke ruang tamu dengan ekspresi terkejut dan tak percaya. "Pernikahan kontrak? Apa maksudnya?" tanya Amara dengan suara bergetar. Ruangan yang sebelumnya hening menjadi penuh ketegangan. Pak Rahman menoleh, menatap Amara dengan wajah serius namun penuh pengertian.