Sejak kejadian itu, mereka sering berkirim surat dengan cara sama, yakni memasukkan surat tersebut ke dalam saku baju Gus Syauqi. Kini Gus Syauqi mulai mengenal karakter Farah. Gus Syauqi menyadari mengapa Farah dulu pernah bertanya tentang hubungan agama dan alam semesta.
Farah mencoba menghadirkan agama dalam setiap tindakannya. Dia mencintai Tuhannya dengan cara berbeda. Kemampuan membaca Farah memang bagus, tapi itu hanya pada buku-buku tertentu yang dia sukai. Dia memang tidak terlalu pintar dalam pelajaran agama. Dia sering merasa kesulitan ketika mempelajari kitab-kitab yang dikaji ketika kelas diniyah.
Farah sering melakukan hal-hal yang menurut orang lain aneh. Pernah suatu hari ummi meminta kang ndalem untuk menebang pohon pepaya di dekat tempat parkir, karena menurut ummi pohon tersebut tidak kunjung berbuah padahal sudah besar dan tinggi. Ummi meminta kang ndalem untuk mengganti dengan pohon lain.
Saat kang ndalem mau menebang pohon itu, Farah berlari mencegahnya.
“Jangan kang, pliiiiis…. pohon ini tumbuh dengan baik, kenapa mau ditebang?”
“Ini perintah ummi,” kata Udin.
“Lagian dah bertahun tahun pohon ini gak ada buahnya,” kata Aji.
Farah menghela nafas.
“Pohon ini bisa berbuah kok, Farah yakin. Jadi tolong jangan ditebang.”
“Ini perintah ummi,”
“Ok, sebentar kang, Farah akan ke dapur, tadi Farah lihat ada ummi di dapur. Farah akan bujuk ummi supaya tidak jadi menebang pohon ini.”
“Berani kamu bujuk ummi?”
“Demi pohon ini, Farah berani kang.” Udin sama Aji saling pandang dan menggelengkan kepala.
“Baiklah terserah kamu,” kata Udin.
Farah berlalu pergi dan melewati Gus Syauqi yang berjalan menuju parkiran, untuk mengambil sepedanya.
“Ada apa ini kang?” tanya Gus Syauqi pada Udin dan Aji.
“Biasa gus, niku si Farah ngeyelnya kumat,” kata Aji sambil tertawa, tangan udin mencubit lengan Aji.
“Eh, ngapunten gus. Kami diminta ummi menebang pohon ini, tapi Farah melarang kami. Sekarang dia mencoba membujuk ummi.”
Gus Syauqi terkejut, Farah punya keberanian membujuk ummi. Dia menggelengkan kepala, tak habis pikir tingkah Farah memang selalu di luar dugaannya.
“Oh, ya sudah saya berangkat dulu kang,”
“Njih gus…” jawab Aji dan Udin berbarengan.
***
Setelah selesai mengaji, Gus Syauqi langsung pulang dan terkejut melihat pohon pepaya masih utuh tidak jadi ditebang. Segera dia menemui ummi.
“Ummi, katanya pohon pepaya yang tak pernah berbuah itu mau ditebang, kenapa masih ada di sana?”
Ummi yang sedang menata makanan di atas meja makan menghentikan gerakannya dan menatap putranya.
“Si Farah memohon sambil berlutut, katanya kalau mau ditebang nunggu tiga bulan lagi. Kalau dalam tiga bulan pohon itu gak berbuah baru boleh ditebang.”
“Farah memohon seperti itu pada ummi, dan ummi mengiyakan? Ummi percaya sama dia?”
“Entahlah, tapi setelah kejadian burung dulu, apa salahnya sekali lagi mempercayai Farah,” kata ummi kemudian melanjutkan pekerjaannya.
Gus Syauqi terdiam cukup lama, jarang sekali ummi merubah keputusan dengan cepat. Di saat semua orang menjuluki Farah ‘santri aneh’, tapi kali ini ummi percaya dengan permintaan Farah tentang pohon pepaya.
“Apa yang membuatmu yakin pohon pepaya itu bisa berbuah?” tulis Gus Syauqi pada selembar kertas dan dia menaruhnya di saku bajunya.
Seperti biasa, selesai jamaah subuh, Farah dan santri ndalem lainnya mengaji di antrian awal. Setelah itu mereka melakukan tugasnya masing-masing. Santri yang punya tugas memasak setelah mengaji langsung ke dapur, begitupun Farah selesai mengaji langsung menuju tempat cucian.
Dia melihat baju putih bergaris, setiap baju itu ada di ember, pasti ada surat yang diselipkan Gus Syauqi untuk Farah. Farah mengambilnya dan menyembunyikannya, dia takut mba Sari melihat dan dia akan kena marah. Sebagian baju langsung dia masukin ke mesin cuci, sebagian lagi sudah dia rendam sebelum sholat subuh, tinggal mengucek baju yang direndam tersebut. Setelah Farah menyelesaikan pekerjaannya, dia ke kamar membaca surat dari gusnya.
Farah mengerutkan dahinya dan mengangkat alis kanannya. “Dia kembali meragukanku, lihat aja gus kamu akan kembali terkejut,” bisik hatinya.
Farah menjemur pakaian yang dicucinya sebelum berangkat sekolah. Dia sudah mengenakan seragam sekolah, mengangkat keranjang pakaian dan bersiap menjemurnya. Farah melihat gus Syauqi menuju parkiran dan mengambil sepedanya.