Bab 1: Satu Detik yang Mengubah Segalanya
Hujan turun dengan deras di Jakarta sore itu. Langit kelabu, seakan mencerminkan hati Nayla yang masih diselimuti duka. Udara dingin menusuk kulit, tetapi ia tak peduli. Payungnya tertinggal di kafe tempat ia bekerja, namun langkahnya enggan berbalik. Hujan yang turun seolah memberinya tempat untuk bersembunyi—menyembunyikan air mata yang entah sudah berapa lama tak berhenti mengalir.
Tiga bulan telah berlalu sejak kecelakaan itu. Tiga bulan sejak dunianya hancur dalam sekejap mata. Arya, tunangannya, telah pergi selamanya. Mobil yang dikendarainya ditabrak sebuah truk di persimpangan dekat rumahnya. Sejak saat itu, semua berubah.
Nayla merasa hampa.
Ia masih bisa mendengar suara tawa Arya di benaknya. Masih bisa mengingat genggaman tangannya, masih bisa merasakan kecupan di keningnya setiap pagi. Setiap sudut kota mengingatkannya pada lelaki itu. Ia pernah bahagia di sini, tapi kini hanya ada kesedihan.
Langkahnya semakin cepat menyusuri trotoar basah, seakan ingin lari dari bayang-bayang masa lalu. Tetapi hujan semakin lebat. Jaketnya yang tipis tak mampu menahan dingin. Lalu tiba-tiba, seseorang menyodorkan sebuah payung di atas kepalanya.
Nayla menoleh.
Seorang pria berdiri di sampingnya, mengenakan jaket hitam dan celana jeans yang sedikit basah di ujungnya. Wajahnya teduh, dengan mata yang seakan menyimpan banyak rahasia. Rambutnya basah karena hujan, tapi ia tak terlihat terganggu.
"Kamu bakal sakit kalau terus kehujanan," katanya. Suaranya dalam dan tenang, seperti hujan yang jatuh di atas genting.