Pak Mahendra duduk di ruang tamu rumahnya dengan ekspresi serius. Di hadapannya, istrinya duduk dengan wajah cemas. Sejak siang tadi, ia sudah memikirkan langkah yang harus diambil setelah mengetahui bahwa Alya kembali ke kampung ini.
Lima tahun lalu, ia sudah memastikan gadis itu pergi. Kini, kehadirannya kembali hanya akan membawa masalah.
“Kita harus melakukan sesuatu,” katanya dengan nada dingin.
Istrinya, Bu Retno, menatapnya dengan ragu. “Mahendra, kau yakin ini masih perlu? Bukankah Raka sudah memiliki kehidupannya sendiri?”
Pak Mahendra mendengus. “Jangan naif, Retno. Kau pikir Raka akan diam saja setelah tahu Alya kembali? Dia mungkin sudah berusaha melupakan, tapi perasaan itu tidak akan benar-benar hilang.”
Bu Retno terdiam. Ia tahu betapa dalamnya perasaan Raka terhadap Alya di masa lalu. Bahkan ketika Alya pergi, Raka butuh waktu lama untuk bisa berdiri lagi.