Malam yang ditunggu Dahayu tiba, rasanya ia sudah tak sabar untuk menyampaikan rajutan kata penolakan perjodohan itu. Tepat satu minggu setelah ia berkomunikasi dengan Naresh melalui pesam singkat, kedua orang tua Naresh sudah menunggunya di sebuah restoran yang berdiri di jantung kota Surabaya.
Dahayu sengaja datang dari kota asalnya. Jarak yang cukup jauh harus ditempuh perempuan berparas ayu itu. Niatnya tentu untuk mengutarakan permintaan Naresh yang selalu menggulat hatinya.
"Dahayu," panggil seorang wanita yang tak lain adalah ibu kandung Naresh.
"Selamat malam, Tante Renita. Selamat malam, Om Diaz." Gadis berpakaian anggun dengan balutan setelan bermotif abstrak itu menyapa sepasang suami istri yang terlihat melambaikan tangan. Tak lupa Dahayu mengulurkan tangan kanannya, lalu berjabatan dan mencium punggung tangan keduanya secara bergantian.
"Duduk Dahayu."
"Baik, Tante. Terima kasih." Gadis itu duduk berhadapan dengan ibu Renita.
"Kamu cantik sekali, kami kira kamu itu masih ABG lho. Ternyata usia kamu hampir sama dengan Naresh."
"Ah, Tante bisa saja. Saya sama Naresh selisih satu tahun, lebih tua Naresh. Kenapa Tante ajak Dahayu makan di restoran ini? Kan, Tante punya usaha warung makan yang cukup terkenal."
Ibu Renita kaget dengan pernyataan lawan bicaranya, ia merasa belum pernah menceritakan salah satu usahanya itu kepada Dahayu.
"Dahayu, dari mana kamu tahu tante punya usaha warung makan? Apakah keluargamu yang menceritakannya?"
Gadis cantik berambut hitam sebahu itu menggelengkan kepalanya dan membagi senyuman.
"Tidak, Tante. Naresh sempat cerita sama saya dulu, waktu kita masih dekat. Kurang lebih lima belas tahun lalu, waktu kita masih jadi mahasiswa baru."
Pernyataan Dahayu itu kembali membuat orang tua Naresh terkejut.
"Oh… Jadi kalian sudah saling kenal?" tanya Pak Diaz dengan mata lebar.
Calon menantunya itu tersenyum lebar menatapnya sekilas.
"Iya kami sudah saling kenal. Tapi itu sudah lama, Naresh sudah lupa sama saya. Dahayu ingat dia pernah cerita kalau mamanya punya warung makan."
"Apa kalian teman satu kampus dulu?"
"Tidak, Om. Kami beda kampus."