Seorang wanita yang dikenal oleh kedua orang tua Naresh itu tiba-tiba duduk di antara mereka.
"Selamat malam semuanya."
"Nilam? Kenapa kamu bisa masuk ke ruangan kami?" tanya Ibu Renita.
Tentu saja ibu Naresh itu heran, karena mereka memesan ruang VIP yang tentunya tertutup dan sangat privasi itu.
"Naresh memintaku datang kemari, untuk menegaskan tentang hubungan kami. Rasanya tidak adil jika kalian memisahkan kami dan menjodohkan Naresh dengan wanita yang tidak ia cintai. Bukankah apa yang kami lakukan ini sudah benar, Nona?" dusta Nilam, lalu ia beralih memandang Dahayu dan bertanya padanya. Padahal malam itu Naresh tak memintanya untuk datang, wanita itu datang karena inisiatifnya sendiri. Naresh tak sengaja menceritakan padanya jika Dahayu akan bertemu dengan orang tua Naresh malam itu. Pria itu pun dengan polosnya memberitahu ruang VIP yang ia pesankan untuk pertemuan itu. Tentu saja itu mempermudah Nilam menemukan tempat privat tersebut.
"Tentu saja, Nona." Dahayu membalas dengan melemparkan senyum tipisnya.
"Aku harap kamu bersedia untuk mundur dari perjodohan ini. Jangan memaksakan sesuatu yang tidak mungkin untuk kamu gapai, hentikan egomu. Semoga kamu mengerti posisiku dan bersedia untuk memenuhi keinginan kami. Bagaimanapun aku adalah wanita yang dipilih oleh Naresh," ucap Nilam dengan penuh percaya diri. Janda beranak satu itu cukup percaya diri untuk mengakui posisinya sebagai wanita istimewa di hati mantan kekasihnya. Padahal Naresh sudah tak ada hati dan tak sedikitpun menyimpan perasaan untuknya lagi.
Kehadiran Nilam bak hujan badai yang menerpa hati Dahayu. 'Jadi ini wanita yang dipilih, Naresh,' gumamnya dalam hati.
"Hentikan, Nilam! Keluarlah dari ruangan ini! Jika tidak, kami akan memanggil pihak keamanan untuk mengusirmu. Kamu benar-benar tidak punya sopan santun," bentak Ibu Renita sembari memalingkan wajahnya setelah sempat menunjuk Nilam.
"Tante, biarkan dia makan bersama kita disini," lerai Dahayu dengan nada lembut.
"Dia bisa makan bersama kita, setelah kita selesai membahas apa yang seharusnya kita bahas disini, Ayu."
Dahayu sangat paham tentang pembahasan yang dimaksud oleh Ibu Renita.
Nilam merasa tersinggung, namun ia berusaha untuk bersikap tenang.
"Kamu tidak perlu repot berpura-pura baik padaku, Nona Dahayu. Aku akan mematuhi perintah calon ibu mertuaku." Nilam pergi meninggalkan ruangan itu. Ia dengan setia menunggu didepan pintu dengan rasa kesal dan perasaan gundah. .
Dahayu yang merasa tertekan itu pun, akhirnya mengutarakan apa yang harus ia sampaikan.
"Sebenarnya saya dan Naresh itu pernah dekat, tapi Naresh hanya sekedar menggantung perasaan saya dan menjadikan saya pilihan. Dari situlah saya sadar kalau saya bukan tipe ideal wanita yang diinginkan Naresh, karena saat itu dia sudah memilih wanita lain. Dahayu yakin wanita itu lebih sempurna dari Dahayu. Kami juga sudah memutuskan untuk menolak perjodohan ini. Saya harap Om dan Tante mengerti dengan keadaan kami. Saya tidak mungkin memaksakan Naresh untuk menyukai saya, seperti apa yang perempuan tadi katakan. Saya juga sadar diri dan saya tahu, wanita idaman Naresh seharusnya itu lebih menarik dan lebih cantik dan juga lebih segalanya dari Dahayu. Jujur saja Dahayu tidak mau terluka untuk kedua kalinya dengan orang yang sama. Bukankah lebih baik tidak ada perjodohan, daripada nantinya hanya akan membawa luka. Jika kami terluka, pasti keluarga besar kita juga terluka nantinya, dan itu akan membuat hubungan kedua belah pihak keluarga merenggang."
Penjelasan panjang lebar itu, membuat kedua orang tua Naresh mencoba untuk memahami keadaan Dahayu dan juga putra mereka. Tapi sebuah alasan membuat mereka sedikit tertekan.
"Dahayu, kami sangat mengerti perasaan kamu. Sebelumnya Tante minta maaf, jika kamu sempat menjadi wanita yang pernah dilukai oleh Naresh. Kamu bilang tadi kamu tidak ingin terluka untuk kedua kalinya dengan orang yang sama. Apakah itu tandanya saat itu kamu menyimpan rasa untuk Naresh?" tanya ibu Renita.
Dahayu pun mencoba berbicara dengan sejujur-jujurnya. "Tentu saja, Tante. Siapa sih yang tidak terpesona melihat Naresh. Dia tampan, badannya bagus, seorang atlet, tidak merokok. Menurut saya, dia itu adalah sosok pria sempurna dimata saya. Dia adalah cowok yang pertama kali berhasil membuat aku jatuh cinta. Tapi sayangnya Naresh hanya menjadikan aku sebuah pilihan, bukan sebuah keseriusan. Lebih tepatnya dia hanya menjadikan aku tempat singgah, bukan rumah."
Naresh memanglah sangat tampan dan mempunyai kelebihan fisik dibanding teman-temannya. Tak heran jika Dahayu saat itu menyukainya. Sampai sekarangpun, fisik Naresh tak jauh berbeda dengan lima belas tahun silam. Ia tetap tampan dan gagah, pantas jika Nilam sangat menginginkannya dan rela menjatuhkan harga dirinya di depan orang tua Naresh.
"Sekali lagi tante minta maaf, Yu. Maaf jika pertanyaan tante ini membuka luka lama kamu. Maaf juga untuk kedatangan Nilam malam ini."
Wanita itu tak mempermasalahkan apa yang sedang di risaukan oleh ibu kandung Naresh. Ia membalasnya dengan senyum dan nada bicara yang terdengar santai.
"Tenang aja, Tante. Semuanya sudah berlalu, Dahayu udah move on, kok."
Ibu Renita masih merasa khawatir dengan keadaan ini.
"Tapi kamu tidak menyimpan rasa dendam 'kan sama Naresh?"
"Tentu saja tidak, Tante. Saya rasa tante terlalu berlebihan."
"Sebenarnya kami tidak enak jika harus membatalkan pernikahan ini. Tante sungkan dengan keluargamu."
"Soal itu tenang saja, Tante. Saat pertemuan acara keluarga nanti, biar saya sama Naresh yang bicarakan semuanya di depan keluarga. Saya yakin keluarga saya pasti ngerti kok. Sesuatu yang dipaksakan itu tidak akan berakhir dengan baik."
Mendengar jawaban yang keluar dari bibir mungil Dahayu, membuat perasaan Ibu Renita lega, ia terlihat menghela nafas sembari memegang dadanya.