Hampir saja Naresh bertabrakan dengan mobil dari arah berlawanan.
"Astaga… hampir saja aku celaka."
Naresh terhindar dari kejadian berbahaya yang hampir merenggut nyawanya.
Pertemuan itu, membuat Naresh terjatuh dalam jurang kerinduan dan rasa penyesalan. Begitu juga dengan Dahayu yang seolah terjebak dalam lautan kegelisahan, ia hampir saja kehilangan keseimbangan antara logika dan perasaannya.
"Kenapa rasa itu muncul kembali? Kenapa aku bertemu dengannya disaat aku tidak siap seperti ini? Aku hampir saja tidak bisa mengendalikan hatiku. Kau terlalu sulit untuk dilupakan, hingga bayangmu pun tak sanggup untuk aku dustakan." Rasa sendu menggelayut di hati Dahayu kala itu. Jantungnya memang berdebar dengan irama yang tak beraturan dan tempo yang sangat cepat saat bertemu dengan Naresh.
"Arghh… sudahlah, lebih baik aku menemui teman-temanku dan melanjutkan perjalanan ke luar negeri untuk bekerja kembali dengan Mrs. Kimberly." Dahayu sejenak mencoba melupakan Naresh yang sedang menguasai hati dan pikirannya. Ia pergi menemui teman-temannya untuk sekedar melepas rindu, setelah beberapa tahun tidak bertemu.
Waktu bergulir dengan begitu cepatnya, sang surya mulai menampakan jati dirinya. Dahayu bersiap meninggalkan negaranya, untuk menjemput mimpi di negeri asing.
Perjalanan yang ia tempuh tidaklah singkat, namun di sepanjang perjalanan itu, wajah Naresh kembali hadir bergeliat di pikirannya.
Bisikan rindu seolah menyatu dan menyeruak, menembus ke dalam sela-sela dinding pertahanan hati.
"Astaga, apa yang aku pikirkan? Tidak mungkin aku jatuh cinta untuk kedua kalinya dengan orang yang sama? Terlebih orang yang sudah melukaiku, rasanya ingin aku membuang jauh wajah itu dari otaku. Rasa yang tidak aku inginkan ini, kenapa kembali hadir? Jelas sekali dia tidak ingin aku hadir di hidupnya," ucap Dahayu lirih.
Wanita itu terlihat sedang berperang dengan perasaannya dan berjuang untuk melepaskan rasa cinta yang selama ini membelenggunya.
Jiwanya meronta ingin melepaskan tapi hatinya tak bisa berkutik dengan keadaan dan rasa yang kian mendera.
Sementara itu di sudut lain, Naresh terlihat gelisah. Berulang kali ia terlihat mondar mandir dengan hentakan kaki yang tak beraturan.
"Astaga… Dahayu. Aku harus berbuat apa supaya perjodohan kita tetap berlangsung? Kenyataanya kepergianmu adalah penyesalan terdalamku. Apa aku coba untuk menghubunginya saja?"
Pria itu meraih ponselnya dan mencari kontak wanita yang sedang membebani pikiran nya itu.
[Dahayu, apa hari ini kita bisa bertemu? Aku ingin mengajakmu untuk makan malam] Naresh.
Pesan itu tak kunjung terkirim, itu berarti kemungkinan ponsel Dahayu sedang tidak aktif.
"Belum terkirim juga pesanku. Kemana dia?" Keresahan terlihat dihati Naresh.
Meskipun pertemuan kedua itu penuh dengan dilema, namun setidaknya Naresh merasa lega, karena Dahayu pun sama seperti dirinya yang masih melajang.
"Beruntung Dahayu belum menikah, itu berarti masih ada kesempatan untukku
mendekatinya seperti dulu."
Kegelisahan Naresh tiba-tiba terhenti, saat ibunya mengetuk pintu kamarnya.
Tok tok tok