Dua tahun kemudian, Luna dan Mila berada di cafe. Mila melamun, Luna menyentuh tangan Mila. Mila menatap Luna dengan bingung.
"Kamu kenapa Luna? Teringat tentang kematian Febri ya?"
"Aku merindukannya, sudah dua tahun berlalu." Mila menangis, Luna memberikan tisu.
"Aku yakin, suatu hari nanti pasti ada laki-laki seperti Febri yang akan membuat kamu bahagia." Luna tersenyum menatap sahabatnya.
"Terima kasih Luna, tapi aku hanya mencintai Febri seumur hidupku." Mila tersenyum.
"Besok, kamu tidak ada acara kan?"
"Tidak ada Luna, memang ada apa?"
"Dion besok ingin melamar aku, do'akan ya Mila." Luna tersenyum bahagia.
"Aku pasti do'akan yang terbaik untuk kalian berdua." Mila tersenyum, Mila bahagia jika melihat Luna bahagia.
Keesokan harinya Luna, Mila dan kedua orang tua Luna bersiap. Mereka menunggu kedatangan Dion, Dion duduk disamping Luna.
"Om, tante. Kedatangan saya kesini untuk melamar Luna menjadi istri saya." Dion berbicara dengan sopan.
"Maaf, saya menolak lamaran kamu. Saya sudah menjodohkan Luna dengan laki-laki lain." Dion, Luna dan Mila terkejut mendengar perkataan Linda.
"Mama tidak pernah mengatakan apapun tentang perjodohan, aku tidak ingin menikah dengan laki-laki manapun selain Dion." Luna marah pada ibunya.
"Kamu harus menikah dengan laki-laki pilihan mama, tidak ada penolakan," ucap Linda dengan tegas.
"Mama egois, mama jahat." Luna berlari ke kamar.
"Kalau begitu, saya pamit pulang." Dion pergi, Mila bingung harus berbuat apa.
"Mila, tolong ambil minuman dan makanan untuk Luna. Nanti bawa ke kamar ya," Boby, ayah Luna tersenyum. Mila mengambilkan minuman dan makanan di dapur.
"Mama tidak seharusnya berkata seperti itu pada Luna, mama keterlaluan." Boby marah pada istrinya.
"Terus saja papa manjakan si Luna," Boby meninggalkan istrinya dan berjalan ke kamar Luna, Boby masuk ke dalam kamar dan duduk di tempat tidur putrinya.
"Kamu marah dengan papa?"
"Kenapa papa tidak memberi tahu Luna tentang perjodohan ini? Luna sangat mencintai Dion," Luna menatap cermin di depannya dengan hati yang marah.