Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka dengan suara berderit yang memecah kesunyian. Seorang penjaga berlari masuk, wajahnya pucat dan ketakutan.
"Yang Mulia!" serunya, membungkuk dengan tergesa-gesa. "Kita diserang!"
Pangeran Rhys langsung berdiri dari singgasananya, wajahnya berubah serius. "Diserang? Siapa yang menyerang?" tanyanya dengan nada tegas.
"Pasukan Penyihir Kegelapan, Yang Mulia!" jawab penjaga itu dengan gemetar. "Mereka menyerbu gerbang istana!"
Aku merasakan jantungku berdebar kencang. Penyihir Kegelapan. Dia telah menemukanku.
"Aisha," kata Pangeran Rhys, menatapku dengan tatapan yang intens. "Kau harus pergi. Ini terlalu berbahaya untukmu di sini."
"Tidak," kataku, menggelengkan kepala. "Aku tidak akan pergi. Aku akan membantu."
"Membantu?" Pangeran Rhys tampak terkejut. "Bagaimana kau bisa membantu? Kau tidak memiliki kekuatan atau pengalaman bertempur."
"Aku mungkin tidak memiliki kekuatan sihir," kataku, "tapi aku memiliki akal. Mungkin aku bisa menemukan cara untuk membantu."
Pangeran Rhys menatapku sejenak, seolah-olah sedang mempertimbangkan perkataanku. Akhirnya, dia menghela napas. "Baiklah," katanya. "Tapi kau harus berjanji untuk tetap berada di sisiku dan melakukan apapun yang aku katakan."
"Aku berjanji," kataku.
Pangeran Rhys mengangguk dan berbalik menghadap penjaga. "Siapkan pasukan," perintahnya. "Kita akan menghadapi mereka di gerbang istana."
Penjaga itu membungkuk dan berlari keluar ruangan. Pangeran Rhys menghampiriku dan meraih tanganku.
"Ayo," katanya. "Kita tidak punya waktu untuk disia-siakan."
Kami berlari keluar ruangan dan menuju ke gerbang istana. Di sepanjang jalan, kami melihat para prajurit berlarian, mempersiapkan diri untuk pertempuran. Suasana di istana penuh dengan ketegangan dan ketakutan.
Ketika kami tiba di gerbang istana, aku melihat pemandangan yang mengerikan. Pasukan Penyihir Kegelapan menyerbu gerbang dengan ganas, menyerang para prajurit kerajaan dengan pedang dan sihir. Gerbang istana sudah mulai runtuh, dan para prajurit kerajaan berjuang mati-matian untuk mempertahankan diri.
"Tetaplah di belakangku," kata Pangeran Rhys, menghunus pedangnya. "Dan jangan lakukan apapun sampai aku menyuruhmu."
Aku mengangguk dan bersembunyi di belakang Pangeran Rhys, merasa takut dan tidak berdaya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
Pangeran Rhys berlari ke depan dan menyerang pasukan Penyihir Kegelapan dengan pedangnya. Dia bertarung dengan keberanian dan keahlian yang luar biasa, menebas musuh-musuhnya dengan gerakan yang cepat dan mematikan. Pedangnya berkilauan di bawah cahaya bulan, menebarkan kematian dan kehancuran di antara pasukan Penyihir Kegelapan.
Aku terpukau melihatnya bertarung. Dia tampak seperti dewa perang, tak terkalahkan dan tak terhentikan. Aku tidak pernah melihat seseorang bertarung dengan begitu hebat sebelumnya.
Namun, meskipun Pangeran Rhys bertarung dengan gagah berani, pasukan Penyihir Kegelapan terlalu banyak. Mereka terus menyerbu gerbang istana, dan para prajurit kerajaan mulai kewalahan.
Aku melihat seorang prajurit kerajaan jatuh ke tanah, terluka parah. Seorang prajurit Penyihir Kegelapan mendekat untuk menghabisinya.
Tanpa berpikir panjang, aku berlari ke depan dan mendorong prajurit Penyihir Kegelapan itu hingga terjatuh. Aku meraih pedangnya dan mengarahkannya ke prajurit itu.
"Pergi!" seruku. "Atau aku akan membunuhmu!"
Prajurit Penyihir Kegelapan itu menatapku dengan terkejut, lalu tertawa mengejek. "Kau? Membunuhku? Kau hanyalah seorang gadis lemah!"
"Mungkin," kataku, "tapi aku tidak takut untuk membela diri."
Aku mengayunkan pedangku dan menyerang prajurit Penyihir Kegelapan itu. Dia berhasil menangkis seranganku, tetapi aku tidak menyerah. Aku terus menyerangnya dengan sekuat tenaga, menggunakan semua yang kupelajari dari film-film aksi yang pernah kutonton.
Aku berhasil melukai prajurit Penyihir Kegelapan itu, tetapi dia juga berhasil melukaiku. Aku merasakan sakit yang tajam di lenganku.
"Aisha!" seru Pangeran Rhys, melihatku bertarung. "Apa yang kau lakukan? Aku menyuruhmu untuk tetap di belakangku!"
"Aku tidak bisa hanya berdiri dan menonton!" seruku. "Aku harus membantu!"