Cinta di Antara Dua Dunia

Risti Windri Pabendan
Chapter #7

Bab 7 Kembali ke Dunia Nyata

Aku harus membuat kopi untuk orang-orang dan memberikan mereka sedikit kebahagiaan dalam hidup mereka. Aku mungkin tidak bisa menyelamatkan dunia, tetapi aku bisa membuat perbedaan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, pikiranku masih melayang ke Etheria, ke Pangeran Rhys, dan ke kehidupan yang bisa kumiliki di sana.

Saat aku sedang sibuk melayani pelanggan, seorang pria misterius datang ke kedai kopi. Dia mengenakan pakaian serba hitam dan memiliki wajah yang familier. Aku merasa seperti pernah melihatnya sebelumnya, tapi aku tidak bisa mengingat di mana. Matanya menyimpan tatapan yang sulit diartikan.

Pria itu memesan kopi hitam tanpa gula dan duduk di sudut kedai. Dia menatapku dengan tatapan yang intens, membuatku merasa tidak nyaman. Ada aura misterius yang menguar dari dirinya.

Setelah beberapa saat, pria itu menghampiriku di belakang meja. "Aisha," katanya, suaranya pelan dan serak, namun menusuk telinga. "Kita perlu bicara."

Aku menatapnya dengan curiga. "Siapa kau?" tanyaku. "Dan apa yang kau inginkan dariku?"

Pria itu tersenyum misterius, senyum yang tidak mencapai matanya. "Namaku tidak penting," katanya. "Yang penting adalah aku tahu tentang Etheria. Aku tahu kau merindukannya."

Aku terkejut mendengar kata itu. Bagaimana dia bisa tahu tentang Etheria? Apakah dia sekutu atau musuh? Perasaanku bercampur aduk antara takut dan penasaran.

"Apa maksudmu?" tanyaku, mencoba menyembunyikan ketakutanku di balik tatapan dingin.

"Aku tahu bahwa kau pernah berada di Etheria," kata pria itu, mendekatiku selangkah. "Aku tahu bahwa kau telah mengalahkan Penyihir Kegelapan, dan aku tahu kau merindukan Pangeran Rhys."

Aku terdiam, membeku di tempatku berdiri. Jantungku berdegup kencang, seolah ingin melompat keluar dari dadaku. Aku merasa seperti sedang diawasi, seperti ada mata-mata di sekitarku.

"Jangan takut," kata pria itu, seolah bisa membaca pikiranku. "Aku tidak akan menyakitimu. Aku datang ke sini untuk membantumu. Aku tahu kau merasa tidak pada tempatnya di sini."

"Membantuku?" tanyaku, sedikit melembut. "Membantu dalam hal apa?"

"Aku tahu bahwa kau merindukan Etheria," kata pria itu, tatapannya melembut. "Aku tahu bahwa kau merindukan Pangeran Rhys. Aku bisa membantumu kembali ke sana."

Air mata mulai menggenang di pelupuk mataku. Dia benar. Aku merindukan Etheria, aku merindukan Pangeran Rhys. Aku merindukan petualangan dan keajaiban.

"Aku bisa membukakan portal untukmu," kata pria itu, menawarkan sebuah harapan. "Tapi ada syaratnya, Aisha. Sebuah pengorbanan yang harus kau lakukan demi keseimbangan dunia."

Aku menelan ludah, tenggorokanku terasa kering. "Pengorbanan? Apa maksudmu? Pengorbanan seperti apa yang harus kulakukan?" tanyaku, suaraku bergetar.

Pria itu mendekatiku, berbisik di telingaku, "Kau harus melupakan kehidupanmu di sini, Aisha. Kau harus melupakan keluargamu, teman-temanmu, dan semua yang kau kenal. Kau harus meninggalkan segalanya dan memulai hidup baru di Etheria. Tidak ada jalan untuk kembali."

Aku terkejut mendengar permintaannya. Meninggalkan keluargaku? Meninggalkan teman-temanku? Meninggalkan semua yang kukenal? Itu adalah pengorbanan yang terlalu besar untuk kuminta.

"Aku... aku tidak bisa," kataku, menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa meninggalkan keluargaku. Mereka membutuhkanku."

Pria itu menghela napas, tampak kecewa. "Aku mengerti," katanya. "Keluarga memang penting. Tapi pikirkanlah, Aisha. Di Etheria, kau bisa menjadi lebih dari sekadar seorang barista. Kau bisa menjadi seorang pahlawan, seorang pemimpin, seorang ratu."

"Aku tidak ingin menjadi seorang ratu," kataku. "Aku hanya ingin bahagia."

"Kebahagiaan bisa ditemukan di mana saja," kata pria itu. "Di Etheria, kau bisa menemukan kebahagiaan yang lebih besar dari yang pernah kau bayangkan. Kau bisa menemukan cinta sejati, petualangan yang mendebarkan, dan tujuan hidup yang lebih bermakna."

Aku terdiam, mempertimbangkan perkataannya. Dia benar, aku merasa tidak bahagia di Jakarta. Aku merasa seperti ada sesuatu yang hilang dalam hidupku. Aku merindukan Etheria, aku merindukan Pangeran Rhys, aku merindukan keajaiban.

"Aku membutuhkan waktu untuk berpikir," kataku.

"Tentu," kata pria itu. "Tapi jangan terlalu lama. Portal akan segera tertutup. Takdirmu menantimu di Etheria, Aisha. Jangan sia-siakan kesempatan ini."

Pria itu memberikan sebuah kartu nama kepadaku. Di kartu itu tertulis sebuah alamat dan nomor telepon. Kartu itu terasa dingin di tanganku, seolah menyalurkan energi yang aneh.

"Jika kau memutuskan untuk kembali ke Etheria," kata pria itu, "temui aku di alamat ini. Aku akan membantumu. Tapi ingat, Aisha, pilihan ada di tanganmu. Pilihlah dengan bijak."

Pria itu berbalik dan berjalan keluar dari kedai kopi, menghilang di tengah keramaian. Aku menatap kartu nama itu dengan tatapan bingung. Siapa pria itu sebenarnya? Dan apa yang sebenarnya dia inginkan dariku?

Lihat selengkapnya