Cinta Di Balik Lensa

Sukadmadji
Chapter #2

Chapter #2 Secercah Harapan

Sepeda butut Joe berhenti di depan ruko kecil warisan orang tuanya. Ruko tua itu, dengan cat yang mulai mengelupas, adalah satu-satunya harta yang tersisa setelah kecelakaan yang merenggut kedua orang tuanya. Kenangan pahit itu kembali menyergapnya. Ia mendorong motor jadulnya masuk, langkahnya berat. Ruangan sempit itu terasa lebih sunyi dari biasanya, sunyi yang dipenuhi kesedihan dan ketidakpastian.


Joe melempar tas berisi barang-barangnya ke lantai. Kamera DSLR kesayangannya, yang kini retak dan tak berfungsi, tergeletak di sudut ruangan. Melihatnya, kembali terbayang wajah Pak Budi yang marah, dan tatapan tajam Madame Sophie. Ia menghela napas panjang, mencoba mengusir rasa putus asa yang mulai menguasainya. Ia harus bangkit. Ia harus mencari pekerjaan. Ia harus membeli kamera baru.


Sore hari, Joe duduk termenung di kafe kecil milik Pak Bim, warung sederhana namun nyaman di dekat rukonya. Aroma kopi robusta yang khas memenuhi udara. Ia memesan kopi hitam manis, berharap sedikit kehangatan dapat menenangkan hatinya yang gundah.


Pak Bim, pemilik warung yang ramah dan dikenal sebagai sosok yang bijaksana, memperhatikan Joe yang tampak murung. Ia sudah lama mengenal Joe, pemuda baik hati yang selalu ramah. Melihat Joe yang biasanya ceria kini tampak begitu sedih, Pak Bim merasa perlu mendekatinya.


"Mas, Joe," sapa Pak Bim, duduk di kursi kosong di samping Joe. "Kamu kok keliatan lesu banget? Ada masalah?"


Joe terdiam sejenak, ragu-ragu untuk menceritakan masalahnya. Namun, melihat kebaikan di mata Pak Bim, ia memutuskan untuk bercerita. Ia menceritakan semuanya, dari kejadian di Studio Surya, hingga pemecatannya yang mendadak dan tanpa pesangon. Ia menceritakan tentang mimpinya menjadi fotografer profesional, dan bagaimana mimpi itu kini terasa begitu jauh. Suaranya bergetar, menahan air mata yang hampir jatuh.


Lihat selengkapnya