Mentari sore mulai merunduk di ufuk barat, meninggalkan langit jingga yang memesona. Di kamarnya yang nyaman di lantai atas, Lisa duduk di depan meja belajarnya. Di tangannya, ia memegang ponsel pintarnya. Jantungnya berdebar-debar. Ia akan menelepon Joe. Ia ragu-ragu, takut panggilannya tidak dijawab atau bahkan ditolak. Namun, rasa penasaran dan keinginan untuk belajar fotografi dari Joe jauh lebih besar daripada rasa takutnya.
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Kemudian, Lisa menekan tombol panggil pada nomor telepon Joe yang tersimpan di ponselnya. Detik-detik terasa begitu lama. Ponselnya berdering, dan jantung Lisa berdebar semakin kencang. Dirinya membayangkan berbagai kemungkinan, mulai dari Joe tidak mengangkat telepon hingga Joe menolak tawarannya untuk belajar fotografi.
Tiba-tiba, panggilannya dijawab. Suara Joe terdengar di seberang sana. Suara yang tenang dan ramah, namun sedikit terdengar lelah.
"Halo?"
Lisa tersentak. Ia hampir saja menjatuhkan ponselnya. "Halo, Mas Joe?"
"Iya, ini Joe. Ada apa, Mbak?"
Lisa menghela napas lega. Panggilannya dijawab. Ia mencoba untuk tetap tenang, meskipun jantungnya masih berdebar-debar.
"Mas Joe, ini Lisa. Kita ketemu di acara wisuda kemarin," kata Lisa, suaranya sedikit gemetar.
"Oh, Lisa. Iya, saya ingat," jawab Joe. "Ada apa, Mbak?"
Lisa memberanikan diri untuk menyampaikan maksudnya. "Mas Joe, saya ingin menanyakan tentang tawaran Anda untuk belajar fotografi. Kapan saya bisa mulai belajar?"
Joe terdiam sejenak. Ia terdengar sedang berpikir. "Maaf, Mbak Lisa. Saat ini saya sedang sibuk. Saya ada job pemotretan pernikahan di sebuah hotel. Jadwal saya padat sekali."