"Pergilah. Hanya ini satu-satunya cara untuk kau menyelamatkan diri," ucap seorang pria dengan suara bergetar. Genggaman tangannya semakin erat, menguatkan tekad wanita di hadapannya.
"Tidak. Aku tidak bisa."
"Dengar ...." Kalimat pria itu tertahan. Gemuruh di hatinya kian mendera, bersamaan dengan suara desing peluru yang kembali terdengar di kejauhan.
Kepulan asap membumbung tinggi ke angkasa, serangkai dengan ledakan yang menghanguskan rumah sakit darurat tempat mereka berada. Situasi semakin tak terkendali di tahun ke dua setelah Nippon menguasai Hindia Belanda. Kekejaman mereka semakin menjadi-jadi, merajalela menguasai segalanya. Juga serangan sekutu yang tak rela kehilangan ladang jajahannya.
"Rosiana, tiada jalan lain. Kau sambutlah niat baik tuan Yamamoto. Dia salah satu perwira Kempeitai yang akan kembali ke negaranya. Lanjutkan hidupmu di sana."
"Itu bukan inginku. Aku akan tetap di sini!"
Tekad wanita yang menggelengkan kepala semakin kuat, menolak saran yang didengarnya. Pandangannya mulai berbayang, terhalang kaca-kaca yang menghiasi mata.
"Tidak, Ros. Jangan keras kepala. Maukah kau jadi jugun ianfu seperti gadis-gadis lainnya?"
Satu bulir air mata jatuh, meredam rasa yang diam-diam disembunyikan pria dengan pakaian lusuh di tubuhnya. Dia tidak sampai hati melepas kekasihnya untuk bersanding dengan orang lain, tapi keadaan mengharuskannya demikian. Jika tidak, cepat atau lambat Rosiana bisa menjadi budak para tentara itu juga.
Sorot mata yang semula menatap penuh harap, kini tampak layu. Genggaman tangannya seolah tak lagi bertenaga, berada di ambang putus asa. Bulir keringat dingin kini mulai tampak membasahi pelipis dan mengaliri wajah cantik miliknya. Dia tidak berdaya.
"Ros?"
Rosiana menarik diri, memeluk tubuhnya sendiri erat-erat. Menjadi jugun ianfu? Lahan pelampiasan para tentara yang tidak tahu malu?