Judul : Malam di Bawah Lampu Pasar Malam
Penulis : Rana Kurniawan
Langit malam itu cerah di atas Kadubana.
Lampu-lampu berwarna bergantungan di sepanjang jalan menuju pasar malam — merah, kuning, hijau, biru — memantulkan kilau di wajah orang-orang yang tertawa dan anak-anak yang berlari membawa balon.
Aroma jagung bakar dan gula kapas bercampur dengan musik dangdut yang sayup-sayup terdengar dari panggung utama.
Santi melangkah perlahan di antara kerumunan.
Rambutnya diikat sederhana, matanya menatap ke sekeliling mencari seseorang — Rana.
Ia tahu Rana akan datang. Ia merasa, malam ini akan berbeda dari malam-malam sebelumnya.
Di sisi lain pasar malam, Rana berdiri di dekat wahana bianglala.
Ia mengenakan kemeja putih polos, menatap keramaian dengan senyum samar.
Ketika matanya bertemu dengan Santi yang sedang menatap ke arahnya, waktu seolah berhenti.
Ia berjalan mendekat.
Langkahnya pelan tapi pasti, menembus kerumunan pengunjung dan cahaya lampu yang menari-nari di udara.
“Kamu datang juga,” kata Santi dengan suara pelan.
“Aku hampir nggak datang,” jawab Rana sambil tersenyum tipis. “Tapi aku tahu, kalau aku nggak datang malam ini, mungkin aku bakal nyesel selamanya.”
Mereka berdiri di antara suara riuh pasar malam yang penuh tawa. Tapi di antara keduanya, hanya ada hening — hening yang hangat, hening yang penuh arti.