Cinta di Kotak Masuk Salah

Dariyanti
Chapter #9

Bab 9. Mulai Terlihat

Taman belakang sekolah sore hari itu sepi.

Beberapa daun jatuh tertiup angin, dan bangku-bangku panjang di bawah pohon mangga terlihat kosong. Sinar matahari mulai turun, membuat bayangan memanjang di rumput.

Di bangku paling pojok, Maya duduk sambil memutar pensil di jarinya. Ia melihat jam tangan, lalu mendesah dramatis.

“Lima… empat… tiga… dua…,” belum sampai ‘satu’, seseorang muncul dari arah koridor luar.

Alvin. Dia melangkah dengan raut wajah letih, seolah habis kalah dalam pertandingan melawan perasaannya sendiri.

“Lu manggil gua kayak manggil tersangka korupsi,” keluh Alvin sambil duduk di ujung bangku.

“Gua manggil lu kayak orang yang butuh ditarik kupingnya,” jawab Maya santai.

Alvin memutar mata. “Gua gak ada salah apa-apa.”

“Oh?” Maya mencondongkan tubuh, senyum licik. “Jadi menurut lu, duduk sama Nadia sambil kelihatan kayak mau jantungan itu bukan salah apa-apa?”

“… Gua gak mau jantungan.”

“Alvin, lu nyaris kejedot meja.”

“Itu karena kursinya geser.”

“Dan lu ngeliatin Nadia kayak mau ngomong sesuatu.”

“Gua emang mau ngomong sesuatu.”

“Dan lu gak ngomong.”

“Karena Raka muncul tiba-tiba!”

Maya menghela napas panjang. “Aha. Kita sampai pada topik inti.”

Alvin menyandarkan kepala ke belakang, menatap langit dengan ekspresi “Tolong gua dari perempuan ini.”

Maya meremas kedua pipinya tiba-tiba.

“Ya AMPUN! Maya!”

“Denger dulu.” Maya menahan pipinya seperti memegang kucing nakal. “Gua kasih tau sesuatu yang penting.”

“Lepasin dulu—”

“Nanti.”

“MAAYAAAA—”

Setelah puas menyiksa Alvin secara emosional dan sedikit fisik, Maya akhirnya melepaskan cekalannya.

Alvin mengusap pipinya. “Lu kalau punya cowok nanti, kasihan cowoknya sumpah.”

“Iya. Makanya lu berdoa bukan lu orangnya.”

“Gua gak berdoa.” Alvin melotot kecil.

“Bagus. Karena bukan lu.”

“Kenapa sih lu jahat banget hari ini?”

Maya mengambil napas perlahan, nadanya berubah sedikit lebih serius.

“Karena lu makin lama makin keliatan aneh.”

“… Aneh gimana?”

“Kemarin-kemarin lu santai kayak udah punya asuransi hidup seumur hidup. Tapi sekarang… lu kayak lagi nyimpen batu besar di perut.”

“Maya… gua cuma…” Alvin menggigit bibir.

“Baper,” potong Maya.

Alvin langsung menutup wajah dengan kedua tangan.

“Astaga Maya.”

“Gua pinter banget ya?” Maya tersenyum bangga.

“Lu nyebelin banget tau gak.”

“Tetap saja gue bener.”

Alvin menurunkan tangan, menatap rumput. Suaranya lebih pelan. “Gua cuma… bingung, May.”

“Bingung apa?”

“Gua suka sama Nadia, tapi gua gak mau bikin dia ribet,” jawab Alvin cepat, seolah takut kata-kata itu kabur kalau tidak dikejar.

Maya langsung diam. Tidak senyum, tidak sarkas, hanya diam.

“… Oke,” katanya pelan. “Lanjut.”

“Apanya lanjut?” Alvin memelotot.

Lihat selengkapnya