Cinta di Luar Batas Takdir

Arif Wahidin
Chapter #3

Menginjak Dunia Baru#3

Pagi yang cerah itu tidak membuat Naya merasa lebih baik. Setelah beberapa malam bertarung dengan pikirannya sendiri, akhirnya dia mengambil keputusan yang sulit—menerima tawaran Adrian untuk magang di perusahaannya. Naya merasa gugup, perutnya bergejolak seperti ada ribuan kupu-kupu beterbangan.


Di pintu masuk gedung perusahaan Adrian, Naya berdiri terdiam. Gedung pencakar langit itu tampak menjulang, begitu megah dan menakutkan pada saat bersamaan.


Naya (berbicara pada dirinya sendiri): “Apa aku sudah gila? Ini terlalu besar untukku.”


Namun, tidak ada waktu untuk mundur. Langkahnya harus terus maju. Ketika dia masuk ke lobi utama, lantai marmer yang mengkilap dan deretan karyawan yang sibuk beraktifitas membuat Naya merasa seperti ikan kecil yang terjebak di samudra luas.


Saat dia melangkah ke meja resepsionis, seorang pria berjas hitam yang tak lain adalah Adrian tiba-tiba muncul. Senyumannya seperti biasanya—menenangkan tapi sekaligus penuh rahasia.


Adrian: "Aku sudah menunggumu. Bagaimana, siap untuk hari pertama?"


Naya (gugup): "Ehm... ya. Saya kira begitu."


Adrian tertawa kecil. “Santai saja, Naya. Kamu hanya perlu melakukan yang terbaik. Aku yakin kamu akan menyesuaikan diri dengan cepat."


Meskipun Adrian berkata demikian, Naya tahu ini bukan perkara mudah. Dia memegang lengan tasnya lebih erat dan mengikuti langkah Adrian menuju lift. Di dalam lift, mereka berdiri berdampingan dalam diam, hanya terdengar deru mesin yang mengangkat mereka ke lantai paling atas—kantor CEO.


Saat pintu lift terbuka, suasana berbeda terasa. Kantor Adrian tidak seperti yang Naya bayangkan. Bukannya formal dan kaku, ruangan itu modern, penuh dengan sentuhan seni dan teknologi canggih.


Adrian: "Selamat datang di kantorku. Ayo, aku akan menunjukkanmu sekeliling."


Naya mengikuti Adrian yang memperkenalkannya pada beberapa karyawan penting di departemen berbeda. Sementara itu, setiap orang yang mereka temui tidak bisa menyembunyikan rasa heran mereka. Ada desas-desus yang mulai terdengar, terutama karena seorang siswa SMA magang di perusahaan sebesar ini, dan lebih mencolok lagi karena dia datang langsung bersama sang CEO.


Satu jam setelah tur singkat, Naya mulai mengerjakan tugas-tugasnya. Dia ditempatkan di bagian pemasaran, di bawah bimbingan Mira, kepala tim pemasaran yang cerdas namun memiliki sikap yang agak dingin.


Mira: “Jadi, kamu Naya, ya? Saya dengar kamu magang di sini atas rekomendasi langsung dari Pak Adrian.”


Nada bicaranya terdengar agak sinis, membuat Naya merasa tidak nyaman.


Naya (tersenyum sopan): “Iya, Bu. Saya akan berusaha sebaik mungkin.”


Mira menatap Naya dari atas ke bawah, sebelum akhirnya menyerahkan beberapa dokumen.


Mira: “Baiklah. Ini tugas pertamamu. Cek dokumen ini, koreksi jika ada kesalahan, dan laporkan hasilnya pada saya sebelum jam makan siang.”


Naya mengangguk dan mulai bekerja, meskipun perasaan canggung terus menghantuinya. Seiring waktu berlalu, tekanan di tempat kerja terasa semakin nyata. Setiap gerak-gerik Naya diawasi, seolah-olah mereka semua ingin tahu kenapa dia ada di sana.


Ketika waktu makan siang tiba, Naya merasa lega. Dia mengambil tasnya dan menuju kafe kecil di lantai bawah gedung. Namun, saat sedang mencari tempat duduk, dia mendengar suara yang familiar.


Adrian: “Naya! Di sini!”

Lihat selengkapnya