cinta ditengah Gelombang penjajahan

Fajar Sidik Triyanto
Chapter #29

Perang di Yogyakarta Memanas

Bab 29: Perang di Yogyakarta Memanas

Setting: Yogyakarta, 1949. Suara dentuman senjata terus menggema di setiap sudut kota. Pasukan nasional yang dipimpin oleh Raden Prabowo terus melawan pasukan Belanda yang mulai menerobos masuk. Di bawah ancaman invasi ini, perang pun mencapai puncaknya.

Adegan 1: Kekuatan Belanda Merangsek Masuk

Pagi itu, matahari Yogyakarta tampak sayu di balik asap perang. Tank-tank Belanda bergerak pelan namun pasti menuju pusat kota, menebar kehancuran di sepanjang jalan yang mereka lewati. Sementara itu, di setiap sudut, pasukan Indonesia dengan senjata seadanya mencoba menahan laju pasukan musuh.

Narasional: Kekuatan Belanda terus merangsek masuk, memaksa setiap prajurit kita untuk bertarung hingga titik darah penghabisan. Jalan-jalan di Yogyakarta yang dulunya ramai, kini dipenuhi reruntuhan bangunan dan suara tembakan tak henti-hentinya.

Raden Prabowo, yang berada di garis depan bersama pasukannya, mengamati medan pertempuran. Matanya tajam, wajahnya tegas, meski kondisi semakin sulit.

Raden Prabowo: "Kita tidak boleh mundur! Setiap jengkal tanah ini adalah harga mati. Bertarunglah demi kemerdekaan yang kita perjuangkan!"

Suara perintah Prabowo menggema di tengah dentuman meriam. Pasukannya bergerak dengan semangat yang sama, tak gentar menghadapi kematian.

Adegan 2: Pertempuran di Jalan Malioboro

Di Jalan Malioboro, salah satu wilayah strategis Yogyakarta, pertempuran semakin sengit. Pasukan Indonesia membangun barikade seadanya, menggunakan setiap material yang bisa ditemukan. Mereka bertarung dengan gagah berani meski kalah jumlah dan persenjataan.

Letnan Darto: "Jenderal, kami butuh lebih banyak amunisi! Mereka terus menekan dari arah selatan!"

Raden Prabowo: "Ambil dari persediaan darurat di barat! Jangan biarkan mereka menembus garis ini. Jalan Malioboro adalah kunci pertahanan kita!"

Di tengah pertempuran, Prabowo melihat banyak anak buahnya jatuh. Namun, semangat mereka tidak surut. Bahkan dengan persenjataan yang minim, mereka terus melawan, mempertahankan setiap inci kota.

Pasukan Belanda, yang dilengkapi dengan senjata modern dan jumlah yang lebih besar, terus maju. Namun mereka tidak bisa mengabaikan kegigihan pasukan Prabowo.

Adegan 3: Amara di Tengah Kekacauan

Sementara di rumah, Amara menjaga kedua anaknya, Adikusumah dan Ayu, di sebuah ruang bawah tanah yang digunakan sebagai tempat berlindung. Hatinya diliputi kegelisahan setiap kali terdengar suara tembakan atau ledakan di kejauhan.

Lihat selengkapnya