cinta ditengah Gelombang penjajahan

Fajar Sidik Triyanto
Chapter #30

Kesedihan Raden Prabowo

Bab 30: Kesedihan Raden Prabowo

Setting: Malam itu, angin dingin berhembus pelan di halaman rumah Prabowo yang sederhana di Yogyakarta. Suasana perang masih membayangi kota, meskipun sejenak keheningan menyelimuti. Raden Prabowo tengah duduk di beranda, memikirkan nasib bangsa dan orang-orang terdekatnya yang berjuang di medan perang.

Adegan 1: Kedatangan Kiriman Misterius

Di tengah malam yang sunyi, sebuah ketukan keras terdengar di pintu depan rumah Prabowo. Seorang prajurit yang menjaga rumah segera membuka pintu, dan mendapati sebuah kotak kayu besar diantar oleh seorang kurir dengan wajah cemas.

Prajurit: "Jenderal, ada kiriman aneh di depan pintu."

Prabowo yang sedang duduk termenung, segera bangkit dengan tatapan waspada. Dia berjalan menuju pintu, dan melihat kotak kayu besar yang tampak berat itu. Tanpa berkata apa-apa, dia memberi isyarat agar kotak itu dibawa ke dalam.

Saat kotak dibuka, suasana berubah menjadi mencekam. Di dalamnya terdapat kepala Ernest, salah satu anak buahnya yang dulu berkhianat pada bangsanya sendiri demi cinta. Ernest adalah tentara asing yang memutuskan bergabung dengan Prabowo tanpa tahu bahwa Amara, wanita yang dia cintai, adalah tunangan panglimanya sendiri.

Narasional: Raden Prabowo terdiam, rasa perih menusuk hatinya. Meskipun Ernest pernah berkhianat, dia tetaplah salah satu anak buahnya, seseorang yang pernah berjuang di sisinya. Kini, kepalanya terpenggal, dikirim sebagai pesan dari musuh.

Adegan 2: Refleksi Prabowo

Prabowo duduk diam di kursinya setelah melihat kepala Ernest. Kesedihan menyelimuti hatinya, namun dia berusaha tetap tenang di hadapan anak buahnya.

Prabowo: (Berbisik pelan) "Ernest... mengapa nasibmu harus berakhir seperti ini?"

Kenangan masa lalu mulai terlintas di benak Prabowo. Dia teringat saat pertama kali Ernest bergabung dengan pasukannya. Ernest adalah seorang pria yang keras kepala namun penuh semangat, seorang yang berjuang meskipun tidak tahu sepenuhnya arti dari perjuangannya sendiri. Prabowo merasa sedih karena tidak ada kesempatan untuk menyelamatkan Ernest dari takdir tragisnya.

Dengan tangan gemetar, Prabowo menutup kotak kayu itu dengan perlahan, seolah-olah memberikan penghormatan terakhir kepada seorang prajurit yang tersesat di jalan hidupnya.

Adegan 3: Percakapan Amara dan Prabowo

Amara yang melihat wajah suaminya berubah muram, segera mendekat. Dia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, namun dia tidak siap melihat apa yang ada di dalam kotak tersebut.

Amara: "Prabowo, apa yang terjadi? Apa yang ada di dalam kotak itu?"

Prabowo menoleh dengan tatapan penuh rasa sakit, namun dia tetap tenang di hadapan istrinya. Dia tahu Amara harus diberi tahu, namun dia tidak ingin membuatnya semakin cemas.

Prabowo: "Ernest... dia sudah tiada. Mereka mengirimkan kepalanya sebagai pesan untukku."

Amara terkejut, dia mengenal Ernest sebagai pria yang pernah mencintainya. Hatinya diliputi rasa bersalah dan sedih mendalam.

Amara: "Ernest... dia melakukan semua itu karena aku. Jika bukan karena cintanya padaku, dia mungkin tidak akan memilih jalan yang menghancurkan hidupnya."

Prabowo: (Menggenggam tangan Amara) "Ini bukan salahmu, Amara. Dia memilih jalannya sendiri. Perang ini membuat kita semua melakukan hal-hal yang mungkin tidak akan kita lakukan jika keadaan berbeda."

 

Adegan 4: Prabowo dan Kebenaran yang Menyakitkan

Prabowo terdiam beberapa saat, memandang jauh ke arah horizon yang gelap. Baginya, perang bukan hanya pertarungan fisik melawan penjajah, tapi juga pertarungan batin melawan rasa kehilangan dan kesedihan yang tak kunjung usai. Dia merasa beban di pundaknya semakin berat, terutama ketika melihat orang-orang terdekatnya jatuh satu demi satu.

Lihat selengkapnya