Gerbang rumah Feirin sudah terlihat. Brio Pamungkas sudah terparkir sekitar lima belas menit yang lalu. Tapi penumpang di dalam tak kunjung keluar dan satunya melanjutkan mengendarai mobil. Pamungkas kembali melihat Feirin. Wajahnya kacau, beda dengan pas di karaoke tadi.
Kacau wajah Feirin, Pamungkas sudah paham. Meskipun bedak Feirin tidak luntur, bulu mata masih terpasang, lipstik masih merona. Tapi kekalutan wajah Feirin tidak mampu dia sembunyikan.
Hal yang ditakuti Pamungkas ya seperti malam ini. Saat Feirin menuntut hubungan kedekatan mereka berdua. Pamungkas sering kali merenungkan diri, ingin mengakhiri semua ini, tapi tetap saja dirinya tak sanggup. Feirin sudah memikat hatinya, namun Pamungkas tidak mungkin memiliki Feirin dengan egois.
Entah keberanian dari mana, tangan Pamungkas kembali meraih kedua tangan Feirin. Si empunya langsung kaget, dadanya berdebar. Pamungkas mengecup kedua tangan Feirin dengan begitu dalam. Lama.
Aroma handbody natur-e warna hijau langsung menyeruak indera penciuman Pamungkas. Sesuai request dia, Feirin mengganti handbody yang semula vaselin menjadi natur-e.
"Pang," suara Feirin terdengar begitu serak.
"Sshhhhhtttt, jangan ngomong," ucap Pamungkas yang masih mencium tangan Feirin.
Feirin yang sedari tadi mellow, kali ini tak bisa membendung air matanya.
"Aku gak bisa ngasih kepastian sama kamu Fe," ucap Pamungkas, "maaf banget."
"Tapi aku bisa pastikan, aku bakal selalu ada buat kamu kayak dulu, sampai saat aku harus melepaskan kamu," jelas Pamungkas lagi.
Feirin merasa otaknya ngeblang. Pamungkas bilang seperti ini bukan modus, Feirin bisa banget membedakannya. Tapi Feirin merasa ulu hatinya tersayat. Salahkah dirinya kalau ingin memiliki Pamungkas secara utuh?
Pundak mungil Feirin langsung didekapnya, tak kesulitan karena Meraka sedari tadi sudah melepaskan seatbelt yang dikenakan, "Fe," belaian lembut tangan oamunymendarat di rambut Feirin. Aroma roseberry yang jadi favorit Pamungkas pun turut Feirin pakai. Info apa yang didapat dari seorang Pamungkas, Feirin dengan sukarela mengikuti.
"Sehina itu kah aku Pang? Bahkan kamu tak ada niatan buat milik aku?" Entah kerasukan apa Feirin sampai mengeluarkan kata-kata itu.