Sebuah mobil melaju di jalan setapak. Mobil itu dikendarai oleh seorang wanita. Perjalan mulanya biasa saja. Tidak ada kendala. Namun, begitu memasuki pembelokan, mobil mendadak berhenti. Membuat si pengendara kebingungan.
"Loh, loh? Kok?"
Menyadari mobilnya mogok, wanita itu memukul kemudi setir. "Astaghfirullah, mogok! Kenapa harus mogok, ya Allah?!" gerutunya.
Tak ingin menghabiskan waktu berdiam diri saja. Wanita itu memutuskan menelepon seseorang yang kiranya bisa membantu.
"Assalamu'alaikum, Pak Gunawan." salam Wanita itu mengawali sambungan telepon. "Hawa bisa minta tolong? Ini, mobil Hawa mogok. Iya, Pak. Di dekat hotel kencana. Oke, Pak. Tolong banget, ya. Makasih, Pak. Iya, assalamu'alaikum."
Selepas salam terucap, Hawa memutuskan sambungan telepon. Perasaan Hawa sedikit melegah, tatkala Pak Gunawan, sopir pribadi Daddy-nya akan kemari memberi pertolongan.
Sedetik telepon terputus, sebuah mobil datang dan tiba-tiba menepi. Jarak pemberhentian mobil asing itu, di depan mobilnya.
Dahi Hawa mengerut melihat sosok pria berjalan mengarahnya. Otak Hawa mulai berpikiran yang tidak-tidak. Wajar dia berpikiran demikian. Seorang pria tak dikenali mendekat. Takutnya itu orang jahat. Hawa langsung memasang sikap waspada.
"Mogok mobilnya?" tanya seseorang itu.
Enggan Hawa menjawab pertanyaan orang asing tersebut. Hawa malah memandang orang itu sengit.
"Kalau ada orang bertanya itu di jawab. Gak sopan!" dengus pria itu kesal. Walau begitu, Hawa tetap diam.
Kesal melihat Hawa masih diam, pria itu melanjutkan ucapannya. Tetapi, dengan nada kesal.
"Saya bukan orang jahat! Saya niatnya nolongin kamu sebagai sesama umat Muslim! Mobil kamu mogok, kan?" ulang pria itu, menanyakan pertanyaan yang sama.
Kali ini Hawa memberanikan diri memberi respons. Dengan anggukan kecil. Mengiyakan pertanyaan pria itu.
"Buka kap mesin mobilnya. Mau saya periksa." titah pria itu, Hawa turuti.
Hawa membuka pintu pengemudi. Ia menarik ke atas tombol untuk membuka kap mobilnya.
Setelah kap mobil terbuka, pria itu mulai memeriksa bagian mesin mobil. Hawa memperhatikan pria itu dari kejauhan. Ekspresi pria itu yang mengamati bagian mesin mobil, tampak serius.
Pria itu menghela napas. Ia menoleh ke arah Hawa. "Ada masalah sama karburatornya." beri tahu pria itu.
"Karburator?" bingung Hawa. Maklum, ia mana paham tentang mobil dan isinya.
"Iya. Kamu ada botol?"
"Botol?" Hawa semakin dibuat bingung.
"Iya,"
"Un—untuk apa?"
"Ada atau nggak?" decak pria itu gemas. Pria itu menilai Hawa banyak tanya. Jadinya bertele-tele.
"Sa—saya cek sebentar. Tunggu,"
Bergerak cepat Hawa memeriksa dalam mobilnya. Mencari, siapa tahu ada botol air mineral atau apa pun itu.
Dan, ketemu. Botol bekas air mineral yang sedikit lagi akan habis, Hawa temukan. Kebiasaan Hawa, selalu membeli air mineral. Menyediakan air mineral di dalam mobil.
"Ini," Hawa menyerahkan botol mineral bekas yang ia temukan.
"Terima kasih." kata pria itu tidak menoleh ke Hawa.
Kembali pria itu berkutat pada mesin-mesin mobil. Melupakan kehadiran sosok Hawa yang memperhatikan kegiatannya lekat.
"Coba kamu stater mobilnya." suruh pria itu, yang lagi-lagi dituruti Hawa.
Brum!
Mata Hawa membulat takjub. Luar biasa tak ia sangka-sangka. Pria itu berhasil memperbaiki mobilnya yang sebelumnya mogok.
Spontan Hawa menoleh sumringah pada pria itu. "Makasih, ya! Mobilnya udah nyala."
"Baguslah."
Selepas berkata seperti demikian, pria itu lantas berlalu menuju mobil. Masuk ke dalamnya, kemudiam mobil tersebut pergi melaju begitu saja meninggalkan Hawa yang melongo.
"Loh? Kok?" mata Hawa berkedip-kedip. Tak menyangka dengan kejadian yang ia alami. Cepat sekali.
"Baik sih, tapi gak sopan! Pergi nggak pamit dulu." gerutu Hawa, melupakan kebaikan pria itu beberapa detik yang lalu.
"Jam berapa sih, ini?"
Hawa melirik jam yang melingkar di tangannya. Jarum jam menunjukkan pukul sembilan pagi. Jam di mana kelas paginya hari ini di mulai.
Mata Hawa melotot. "Astaghfirullah, sumpah asli! Gue telat!"
Secepat kilat Hawa masuk ke dalam mobil. Kaki Hawa menginjak pedal gas. Seketika mesin mobil hidup. Kecepatan mobil Hawa atur di atas rata-rata.
"Bisa-bisanya gue telat di hari pertama kuliah S2!" monolog Hawa, menyayangkan diri sendiri.
"Duh, Pak Gunawan belum dikabari lagi, kalo gue nggak jadi minta tolong. Ya Allah, Dosen gue kali ini siapa, yak? Galak gak orangnya?"
Hawa benar-benar panik. Tangannya meraba-raba kursi penumpang di sebelah. Tergeletak selembar kertas di sana. Hawa mengambilnya. Curi-curi pandang ke lembar kertas itu. Coba membaca sedikit, namun tetap berusaha fokus menyetir.
"Muhammad Adam Amarullah. Adam. Pak Adam," Hawa mengeja nama Dosennya yang tertulis di jadwal kelas kuliahnya.
Kertas yang berada di genggaman tangannya, Hawa kembalikan di tempat semula. Hawa menghela napas. Berusaha menenangkan diri.
"Oke... Pak Adam. Semoga, Dosen gue yang bernama Adam itu baik. Semoga," harap Hawa.
°°°
Napas Hawa naik turun, karena berlari kencang menuju kelasnya. Tragedi mobilnya yang sempat mogok, sangat menguras banyak waktu. Alhasil ini yang terjadi sekarang. Hawa terlambat.
Sesampainya di depan kelas. Pintu kelas terbuka, namun Hawa tidak berani melangkah masuk. Ia bisa mendengar suara Dosen yang mengisi kelasnya pagi ini. Penyampaian materi dari Dosen tersebut, Hawa simak baik-baik.
"Islam adalah Din Kamil. Apa itu Din Kamil? Agama yang sempurna dan menyeluruh. Maksudnya, mengatur seluruh aspek kehidupan Manusia. Termasuk di dalamnya tentang Khilafah. Kita wajib menerima, meyakini, dan mengamalkan semuanya tanpa terkecuali."
Merasa tidak enak berdiri saja sendirian, tak enak dilihat banyak mahasiswa yang berlalu lalang, Hawa mengambil keputusan hendak masuk. Di saat Hawa berbalik, seekor kucing mendadak melompat di dekatnya. Otomatis mengejutkan wanita itu.
"ASTAGHFIRULLAH, KUCING!!!" teriak Hawa menggelegar. Spontan Hawa membekap mulutnya sendiri. Sadar teriakannya barusan itu kencang. Mata Hawa lantas keduanya terpejam, sebab menahan malu.
"Apa Anda tak punya otak berteriak di depan kelas saya?"
Deg!
Tubuh Hawa membeku di tempat. Perlahan penuh ketakutan, Hawa memberanikan diri membalikkan tubuh. Sosok Pria bertubuh tegap berada dihadapan Hawa. Sorot matanya memandang Hawa tajam penuh intimidasi.
Hawa bertambah dibuat terkejut, lantaran mengetahui siapa pria di hadapannya ini. Pria itu adalah pria sama yang menolong mobilnya saat mogok tadi. Bahkan Hawa sempat melihat sepintas raut terkejutan pria di depannya. Berarti pria itu mengenal Hawa.
Telunjuk Hawa terangkat. Ia menunjuk pria di hadapannya.
"Kam... Kamu. Kamu itu yang..."
"Anda Mahasiswa kelas saya?"
Pria di hadapan Hawa bersuara. Seketika dahi Hawa mengerut. Bingung mengapa pria ini seakan tak mengenalinya.