Yusuf tertawa puas di luar teras Rumah Sakit. Tertawa karena terbayang wajah Apoteker itu yang panik bukan kepalang. Memang tindakannya tadi disebut pengadu. Banyak orang yang tak suka dengan seorang pengadu. Biarlah, Yusuf tak peduli. Sesekali berlaku berbeda dari biasanya, tak apa.
"Mampus lu, gua aduin. Salah sendiri ngeselin jadi orang."
Tawa Yusuf berhenti, kala ia melihat Tante-tante tadi. Wanita itu berdiri di pinggir jalan, menunggu sesuatu. Mendapatkan target tujuannya, Yusuf tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Melangkah cepat ia menuju tempat Tante itu berpijak.
Tapi, belum sampai di tempat tujuan, target Yusuf lepas. Sebuah taxi berhenti, dan Tante tersebut masuk ke dalam. Kesempatan di depan mata, hilang begitu saja.
"YA ALLAH!" teriak Yusuf kesal, menarik rambutnya gemas.
Walau Tante itu sudah pergi sekalipun, tiada kata pantang menyerah. Bergegas Yusuf ke parkir, ingin mengejar Tante itu. Sebenarnya tujuan utama Yusuf bukan Tante itu, melainkan obat yang ia bawa. Terlepas itu obat penggugugur kandungan atau bukan, tetaplah berbahaya.
Motor Yusuf melaju, membelah jalanan. Kecepatan motor yang di atas rata-rata, tak susah baginya untuk mengejar taxi tadi. Motornya baru melaju sebentar, sudah terkejar saja taxi yang membawa Tante-tante tadi. Begitu taxi telah terkejar, kecepatan motor ia kurangi menjadi standar. Diam-diam Yusuf mengikuti ke mana taxi ini mengarah.
Sibuk mengejar taxi ini, Yusuf tiba-tiba membatin. Memikirkan mengapa ia mau melakukan hal demikian. Padahal ini bukan urusannya. "Gue gak ada urusan apapun sih, Tan, dengan lo. Tapi gak tau kenapa, gue mau kejar lo aja. Lo harus berterima kasih sama gue, Tante."
Masuk di sebuah lorong, mobil itu berhenti. Yusuf menghentikan motornya dengan jarak yang amat jauh. Supaya Tante itu tidak menyadari kehadirannya. Dari kejauhan, Yusuf diam mengamati. Tante itu membayar, lalu kemudian taxi bergerak pergi.
Setelah taxi itu pergi, barulah Yusuf berani mendekati motornya. Menghampiri sebuah rumah sederhana, yang Yusuf perkirakan rumah si Tante.
Kedatangan Yusuf yang muncul dari mana, mengagetkan wanita itu. Niatnya yang ingin masuk ke dalam, langsung tak jadi begitu melihat tamu asing datang.
Tante itu berdiri di depan pagar rumahnya. Memegang pintu pagar, seolah mengisyaratkan dilarang masuk. "Kamu lagi! Ngapain?! Kamu ngikutin saya, ya?!"
"Iya," jawab Yusuf santai, tapi tidak dengan wanita itu. Ia terkejut. Santai tak ada rasa takut atau bersalah tergambar di wajah Yusuf.
"Pergi gak kamu?! Ini rumah saya, jangan macam-macam kamu!" meninggi suara wanita itu, mengusir Yusuf. Sengaja suaranya meninggi untuk menarik perhatian tetangga, agar mendapat pertolongan.
Selangkah Yusuf mendekat, tiga langkah Tante itu mundur. Telapak tangan Yusuf mengadah, mengarah ke kantong plastik yang Tante itu pegang.
"Siniin."
"Apanya?" alis wanita itu beradu. Bingung dengan ucapan Yusuf.
"Obat penggugur kandungan itu, lah!"
Mata Tante itu melotot. Terkejut sekali, Yusuf mengetahui obat yang ia beli. Suara meninggi pria itu juga, ketika menyebutkan merk obat. Ucapannya tidak di saring dulu. Main asal ucap saja. Bisa-bisa tetangga dengar, dan berpikiran macam-macam.
"Nggak akan! Ini udah saya beli, seenaknya aja kamu minta! Nggak! Kalo mau, beli sendiri!"
Yusuf berdecak. Kesabarannya habis. Memakai cara baik, wanita itu menolak. Terpaksa Yusuf bertindak nekat. Naik drastis keberanian Yusuf, menarik paksa obat di tangan Tante itu.
"Heh, kembalikan!" wanita itu coba merebut kembali obat miliknya. Meraih-raih obatnya, namun tak tergapai.
Kantong plastik itu Yusuf naikkan ke atas udara. Yusuf tau caranya berhasil. Mengingat postur tubuhnya tinggi dari Tante di depannya.
"Udah tua, tapi masih aja cebol!" celetuk Yusuf, pedih untuk di dengar. Berkaitan dengan postur tubuh, wanita sangat sensitif.
Wanita itu mengamuk, semakin brutal meraih obat miliknya. Sedangkan Yusuf santai saja meladeni.
"Bocah tengil, kembalikan obat saya atau saya akan teriaki maling!" ancamnya setelah merasa lelah berjinjit-jinjit terus.
Ia menyerah. Usahanya sia-sia, jika terus melakukan cara tadi. Meraih-raih tak tentu arah obatnya yang berada tinggi di atas kepala. Hanya buat lelah saja.
"Teriak aja. Biar tetangga semua pada tau, Tante beli obat penggugur kandungan." mendekat tubuh Yusuf. Alisnya pun naik turun, seolah menantang tindakan yang akan dilakukan Tante itu.
Langsung wanita itu terdiam, tampak berpikir. Makna ucapan Yusuf itu ia paham akan maksudnya. Jika tetangga tahu, maka siap-siap segala macam hujatan pedih akan ia terima. Kemungkinan terburuk, ia bisa di usir dari rumah.
"Bocah sialan, tukang ikut campur! Mau jadi pahlawan kesiangan, hah?! Sebelumya saya gak kenal kamu, tapi kenapa kamu ganggu saya?!"
Yusuf tersentak kaget. Pasalnya Tante di depannya ini tiba-tiba melontarkan banyak cercaan. Padahal dari tadi dia diam dan tenang.
"Tante, Tante, calm down!" Yusuf memberi arahan pada Tante itu untuk menenangkan dirinya. Dada wanita ini naik turun dengan napas yang tak teratur. Kesal sekali tampaknya akan tindakan baik Yusuf.
"Tante, listen to me. Gue gak ganggu lo. Ya, kali, gabut bener gue gangguin Tante-tante. Niat gue baik, malah kebaikannya buat bersama. Obat ini termasuk obat keras. Gue tau, walau lo udah di kasih anjuran pemakaian sama Dokter, tetap aja lo bakalan makan semuanya dalam sehari. Terus, lo mati, Rumah Sakit Om gue yang jadi tercemar namanya."
Lantas, Yusuf tertawa sini, bersedekap dada. Sepintas Yusuf melirik Tante itu yang rupanya memberi tatapan nyalang. "Urusan lo mau minum obat ini sampe lo koid pun, yah, terserah. Balik lagi ke kata-kata lo tadi, gue baru kenal sama lo. Jadi, gue sih, gak peduli. Gue pedulinya sama Om gue, bukan lo. Karena itu, gue putuskan buat ambil obat ini supaya gak disalah gunakan."
Terlihat Tante itu terkejut. Kata-kata Yusuf sangat pedih untuk di dengar. Tak ia ragukan lagi. Mulut pria ini tak punya penyaring. Ucapannya seperti tidak pernah dididik. Kata-katanya tadi itu untuk seorang wanita sangat kasar. Wajah boleh tampan, tapi mulut pedas mengalahkan setan. Begitulah cercaan wanita itu kepada sosok Yusuf.