Tak bertenaga Hawa melangkah memasuki rumah. Ia berjalan lemas menghampiri ketiga anggota keluarganya. Di pelupuk mata, mereka tampak asik. Entah asik beraktivitas apa. Hawa jadi ingin ikut. Siapa tahu bercengkrama dengan keluarga anehnya bisa menghilangkan beban. Kejadian di kampus tadi masih mengitari isi kepalanya.
"Assalamu'alaikum." salam Hawa, serentak di balas oleh orang rumah.
Bergantian Hawa menyalami Mamanya yang duduk di kursi roda. Posisi Mamanya berada di antara Papanya dan Yusuf. Dua pria itu mengapit tubuh sang Mama, sibuk di dunia mereka. Bermain playstation, kesenangan duniawi para pria. Sementara sang Mama terlihat sibuk menyuapi popcorn ke mulut dua pria itu bergantian. Adegan manis keluarga yang tercipta di sore hari.
Hawa membanting tubuh di sofa. Lemas memandiangi tiga orang di depan. Menyadari gerak gerik Anaknya yang aneh tak seperti biasa, Nada penasaran.
Wanita itu pun bertanya, "Kenapa, Kak? Keliatan murung aja, bibir manyun kayak kodok. Ada masalah di kampus?"
"Lah, Mommy baru sadar selama ini? Kak Hawa kan, emang kodok. Putri kodok." celetuk Yusuf jahil, walau fokusnya terbagi. Main game dan mengejek sang Kakak.
"Lemes banget mulutnya, Mas." balas Hawa kesal, namun coba ia kontrol. Ia sedang tidak napsu berdebat.
"Iya dong, Nona."
"Heh, udahlah. Suka banget gangguin Kakak kamu." sahut David melerai. Takut nantinya malah terjadi adu mulut berkepanjangan. Ia sangat tahu, sifat kedua Anaknya jika disatukan. Dewasa tidak membuat sifat kekanak-kanakkan mereka luntur.
"Ada apa?" tanya Nada serius. Insting seorang ibu jangan diragukan. Nada tahu, ada yang salah dengan Anaknya.
"Biasa lah, Mom, masalah kampus." jawab Hawa sekenanya.
Nada tidak puas dengan jawaban Anaknya. Jelas sekali ada yang ditutup-tutupi. Nada menggerakkan kursi rodanya, mendekat ke sofa di mana Hawa duduk menyender.
"Ada yang jahatin kamu, ya?" tebak Nada asal dulu. Urusan Anaknya mengaku, pasti akan mengaku di akhir jika didesak-desak begini. "Coba ceritain sama Mommy, biar Mommy kirim santet nya malam ini. Ada fotonya?"
"Hush, Mommy! Apaan, sih? Jangan macem-macem, deh."
"Loh, Mommy serius ini. Mommy gak suka, Anak Mommy yang cantik ini sedih." Nada mengusap kepala Anaknya yang tertutup hijab.
Usapan lembut Nada, seketika menenangkan gemuruh di hati Hawa. Mujarab sekali kasih sayang seorang Ibu. Obat paling ampuh dari segala obat. Hawa nyaman di perlakukan seperti ini. Setiap usapan Nada, Hawa terima dengan perasaan hangat. Saking nyamannya oleh usapan Nada, hampir Hawa tertidur.
"Halah, paling badmood karena ada cowok yang nembak, tapi bukan selera Kak Hawa. Cerita lama, dongeng usang!" celetuk Yusuf, lagi-lagi ikut campur. Kesadaran Hawa jadi penuh.
"Sekali lagi mulut kamu main jeplak gitu, Kakak kasak yah, pakek pisau dapur!" ancam Hawa sudah kesal tingkat tinggi. Yusuf di diamkan makin menjadi.
"Ya Allah, masih ribut juga!" David geleng-geleng kepala, tidak tahu harus melerai dengan cara apa lagi. "Tuh, kan, game over! Ribut, sih!" oceh David, lantaran kalah bertanding dengan sang Anak. Fokusnya terpecah oleh keributan yang kedua Anaknya ciptakan.
"Wohooo, menang!" Yusuf bersorak heboh, spontan berdiri. Pria tampan itu bergoyang-goyeng kesenangan. "Yusuf menang, Daddy kalah. Sesuai kesepakatan, yang kalah harus beliin Yusuf mobil baru!"
Sontak Hawa terbelalak. Terkejut mendengar penuturunan Yusuf yang enteng. "What? Mobil baru? Yusuf, kamu kan udah punya mobil. Belinya baru setahun yang lalu, masa minta di beliin lagi? Jangan boros, ah!"
"Apa, sih, Anda ini? Sok asik kali, lah! Anda yang gak tau apa-apa, tolong jangan ikut campur." penuh penekanan Yusuf berucap.
"Daddy, serius?" Hawa mengalihkan tatapannya, jadi tertuju kepada David. Hawa minta penjelasan. Berharap juga Daddy-nya itu main-main atas ucapannya. Jangan memanjakan Yusuf berlebihan.
"Udah, biarin aja. Sesekali," jawab David santai, tambah Hawa dibuat kesal. Apalagi setelah mendengar jawaban David, Yusuf tambah bersorak. Pria itu tentu senang, Daddy-nya berpihak padanya ketimbang sang Kakak.