Walau Adrina izin pergi ke Toilet sebatas agar ia terlepas dari Yusuf. Adriana tetap melakukan aktivitas di sana. Seperti saat ini, ia sedang mencuci muka. Sehabis cuci muka, ia menatap pantulan wajahnya di cermin dengan kedua tangan menyentuh ujung washtafel.
"Oke, Adriana! Lo harus tenang. Ini cuma semalam lo ketemu sama tuh, bocah. Setelah itu, gak sama sekali!" Adriana berbicara sendiri, terus menatap pantulan wajahnya di cermin. Seolah melalui itu, ia bisa menguatkan diri.
Adriana menghela napas. Bertemu dengan Yusuf di sini, membuat dadanya sesak. Bagaikan ada batu besar yang menyulitkan dirinya untuk bernapas.
Cukup lama sengaja berdiam diri di Toilet. Adriana memutuskan untuk kembali. Adriana berjalan menuju pintu keluar Toilet. Telapak tangannya meraih ganggang pintu, lalu menarik pintu itu supaya terbuka.
Ketika pintu terbuka, betapa terkejutnya Adriana mendapatkan seseorang menyambutnya di luar. Sosok pria menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan. Pria itu bersedekap dada, tubuhnya menyender di tembok, kala Adriana menemukannya.
"Meet again, Auntie!" sapa seseorang itu antusias.
"Ka... Kamu lagi?! Ma... Mau apa, kamu?!" Adriana mundur ke belakang. Punggungnya menabrak pintu Toilet, karena terus mundur. Kehadiran pria ini membuat Adriana takut. Ketakutan yang melebihi apapun.
Melihat Adriana mundur, pria itu malah melangkah maju. Terus maju hingga Adriana tidak dapat bergerak lagi karena pintu Toilet di belakang. Terangkat tangan kanan pria itu menempel ke tembok sebagai tumpuan.
Tubuh Adriana terkunci oleh pria itu. Jarak antara ia dan pria itu terpaut dekat. Dengan jarak sedekat ini, mereka saling melihat setiap inci wajah masing-masing.
Pria itu semakin merapatkan tubuh. Saking menipisnya jarak mereka, Adriana bisa merasakan deru napas pria itu. Hangat. Adriana takut. Spontan matanya ia tutup rapat, juga membuang muka. Otaknya mulai memikirkan kemungkinan terburuk mengingat posisi mereka dalam keadaan seperti ini.
"Yusuf... Gue punya nama, Tante... Adriana." bisikkan bercampur hembusan napas hangat itu, menerpa daun telinga Adriana. Beraninya pria itu mendekat dan berbisik di kupingnya.
Mata Adriana langsung terbuka lebar. Tubuh Yusuf yang masih berdiri di depannya, Adriana dorong kuat. Akibat dorongan Adriana, hampir Yusuf jatuh kalau tidak pandai menyeimbangkan diri.
Adriana menatap Yusuf nyalang, "Bocah, beraninya kamu mendekati kekasih Raja?! Lancang! Kamu mau mendapat hukuman, huh?!"
Bibir Yusuf tertarik ke atas, membentuk senyum miring. Yusuf menatap Adriana yang memicingkan mata kepadanya. Dada wanita itu naik turun, napasnya tak beraturan. Sepertinya ia benar-benar marah. Melihat Adriana yang marah besar begini, membuat Yusuf semakin berselera untuk menjahili.
Sekilas Yusuf mengusap rahangnya. "Apa? Kekasih Raja?" kemudian bola mata Yusuf bergerak naik turun, meneliti Adriana dari atas ke bawah. "Tante, lo, ngelantur deh kayaknya. Kepedean banget, lo. Kekasih belum tentu bisa jadi istri, tapi istri sudah pasti bisa jadi kekasih. Jadi lo jangan mimpi!"
Hati Adriana terenyak mendengar ucapan Yusuf. Anak itu. Adriana menilai keluarganya terpelajar. Cara bicaranya terdidik, apa lagi Kakaknya. Tetapi, Anak ini. Jauh dari kata tertidik. Heran Adriana, mengapa Anak seperti ini bisa diterima di Universitas ternama sekelas Oxford.
"Kamu!" Adriana menunjuk Yusuf sangsi. Giginya beradu menahan amarah. "Siap-siap saja, saya akan melapor ke Raja dan kamu bakal dapat hukuman yang setimpal!"
Adriana hendak melangkah pergi, mengadu pada Raja sesuai ucapannya. Akan tetapi, sahutan dari belakang menghentikan langkahnya di tempat.
"Peraturan kerajaan nomor tiga ayat satu, tentang undang-undang pernikahan. Seorang Raja haruslah menikahi perempuan yang memiliki darah bangsawan. Ditekankan untuk menikah dengan saudara sepupu jauh, demi kelangsungan diplomatik Istana agar erat dan kuat."
Terdengar suara ketukan sepatu. Yusuf berjalan mendekat, merubah posisi mereka jadi saling bertatap muka. Yusuf bersedekap dada, memasang tampang cool.
"Gue tau itu, karena di sekolah gue dulu pernah belajar sejarah kerajaan Inggris. Sampai sini, paham? Tante, coba realistis! Seorang Raja mau dengan wanita biasa aja kayak Tante, itu pasti niatnya cuma mau main-main. Setelah dia puas main-main dengan Tante, Tante di campakkan." tatapan Yusuf melebar, menakan kalimat akhir.