Cinta Fisabilillah

Nafla Cahya
Chapter #9

Chapter 9. Malam Mengejutkan

Pikiran Hawa berkecamuk. Perasaannya tak tenang. Sudah menginjak waktu tiga hari malam ini, namun ia belum mendapat jawaban. Juga ia tak mendapat pencerahan seperti kemarin. Pasalnya Hawa tidak menceritakan permasalah ini kepada sahabatnya maupun Nada.

"Kalau aku terima tawaran Pak Adam, berarti dia ngelamar aku. Kalo nggak diterima, sama aja dia tetap ke sini melamar aku." gumam Hawa berpikir keras.

"Aakhh, pusing!" teriak Hawa frustasi. Berat sekali memikirkan permasalahan ini.

Tring!

Hawa hendak berdiri keluar, tapi mengurungkan niatnya. Dentingan pesan ponsel membuat Hawa duduk kembali. Layar ponselnya menyala menampilkan sebuah pesan masuk. Hawa ambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur.

Pak Adam

Sudah lewat tiga hari ya, untuk malam ini. Sesuai kesepakatan, saya ke rumah kamu!

Membulat mata Hawa membaca pesan masuk dari Adam. Sejak kapan dia menyetujui kesepakatan macam itu? Jelas-jelas Adam yang langsung berceletuk sebelum pergi. Hawa masih ingat semua.

"Sumpah, ini gila! Dia bercanda pasti. Gak, gak, gak mungkin!" Hawa menggeleng cemas, menatap horor layar ponselnya.

Jemari Hawa bergerak membas pesan Adam. Hawa terus bergumam panik, "Nih orang gila! Gak waras, beneran!"

Pak, jangan! Beri saya waktu sampai besok... Saja. Saya mohon, Pak. Kan, Bapak kasih penawarannya kemarin pas pagi hari. Berarti pagi dong, saya mesti jawabnya.

Send

Bruk!

Persis seperti orang gila Hawa. Selepas membalas pesan Adam, sembarangan ia lempar ponselnya. Hawa menatap takut ponsel tersebut. Rasa takut yang luar biasa.

Tring!

Tak lama dari pesannya terkirim, ponsel Hawa berdering pertanda ada pesan balasan. Mendengar dering ponsel itu saja Hawa tersentak kaget. Sebegitu cemas dan takutnya ia.

Pak Adam

Gak, terlambat! Saya udah di depan gerbang rumah, kamu. Lagi diskusi sama satpamnya.

"ALLAHUAKBAR!" spontan Hawa melempar kencang ponselnya. Beruntung ponselnya mendarat di atas kasur.

Hawa berlari ke arah jendela kamar. Mau memastikan, benar atau tidak Adam sudah sampai di rumahnya.

"Ya Allah..." Hawa membekap mulut tak percaya.

Benar. Adam tak main-main. Mobil Adam tampak berhenti di depan pagar. Hawa lihat, kepala pria itu menyembul dari kaca mobil. Tengah berbicara dengan satpam penjaga gerbang rumah.

Hawa menutup secara kasar gorden jendela. "Hah, tau dari mana dia alamat rumah aku?!"

Belum selesai penawarannya dengan Adam yang mesti ia pikirkan sangat keras. Ada lagi masalah baru yang membuat Hawa harus berpikiran keras lagi.

Hawa menarik napas, lalu ia hembuskan teratur. "Oke, oke... Berpikir postif dan logis, Hawa. Dia Dosen aku, pastinya dia tau alamat rumah aku dari dokumen data kemahasiswaan." akhirnya Hawa bisa menemukan jawaban atas permasalahan ini. Tinggal masalah mengenai lamaran Adam yang nantinya benar-benar harus ia pikirkan sangat keras.

Bunyi mesin mobil yang mulai terdengar jelas perlahan demi perlahan, mengintruksi Hawa. Penasaran, Hawa kembali membuka gorden jendela.

Bola mata Hawa membulat sempurna. Tadi mobil Adam masih berada di luar gerbang, sekarang sudah melaju masuk ke halaman rumah.

"Ih, Pak Kasim! Kenapa malah dia buka sih, gerbang rumah?! Kenapa boleh-bolehin aja tuh, orang asing masuk!" gerutu Hawa. Sempat Hawa berpikir, Satpam rumahnya tidak akan mengizinkan Adam masuk. Setidaknya Hawa bisa bernapas legah malam ini.

Namun, Pak Kasim berkhianat padanya! Satpam itu rupanya berpihak pada Adam.

Melihat mobil Adam yang telah berhenti beserta si pemilik sudah keluar, Hawa tersadar. Ia harus cepat-cepat keluar kamar menghentikan tindakan Dosen gila itu. Sebelum yang lainnya membuka pintu. Pokoknya Hawa duluan yang membuka pintu, mendahului yang lain.

Hawa berlari kencang. Wanita itu melewati beberapa pelayan yang menyapa. Biasanya Hawa akan balik menyapa, namun sekarang berbeda. Wanita itu langsung melintas saja tanpa menoleh. Membuat tiga pelayan rumah kebingungan.

"Itu, Neng Hawa kunaon? Lari-larian kayak abis liat demit." heran salah satu pelayan.

"Gak tau. Mungkin, Non Hawa kebelet." jawab pelayan lain berusaha berpikiran positif.

"Tapi, kan... Kamarnya Mbak Hawa ada toiletnya. Ada dapur mini juga lagi, persis kayak hotel." sahut pelayan yang ketiga.

Setelah penuturan pelayan ketiga, bersamaan mereka menghendikkan bahu. Bingung dengan pikiran mereka masing-masing.

Tergesa-gesa Hawa menuruni tangga. Beruntung ia tak jatuh, saking cepatnya kaki melangkah.

Berhenti seketika langkah kaki Hawa saat hendak menuju ruang tamu. Ia berhasil didahului David. Hawa melengos melihat kejadian di depan matanya. David membuka pintu karena mendengar suara bel rumah berbunyi.

Ketika pintu terbuka, sosok tegap Adam menyambut. Hawa diam membeku melihat interaksi awal Daddy nya dan Adam. Dengan ramah tamah Adam menjawab setiap pertanyaan yang di lontarkan David.

"Oh, Dosennya Hawa?"

"Iya, Pak." Adam mengangguk disertai senyuman ramah.

Mengangguk kecil kepala David. Ternyata David menyadari kehadiran Hawa sedari tadi. Ia menatap agak lama Anaknya yang hanya berdiri di tempat.

Dengan gerakan bola mata, David menyuruh Hawa mendekat. Mengetahui maksud Daddy nya, dengan berat hati Hawa menurut. Perlahan kaki wanita itu mendekat.

"Sebentar, ya. Saya mau memanggil Istri saya." kata David seramah mungkin.

Jujur, ia sulit bersikap ramah kalau menyangkut pria yang ada hubungan dengan Anaknya. Maklum, insting seorang pria yang sama-sama tahu isi hati pria lain.

"Iya, Pak. Gak masalah," jawab Adam canggung. Di tambah Adam tak sengaja melihat lirikan dingin David ke arah Hawa, seolah pria itu berkata melalui batin. Tentunya kata-kata seram seorang Ayah yang tak rela jika ada pria mendekati Anaknya.

Canggung menyelimuti Hawa dan Adam, setelah kepegian David untuk mengajak Nada bergabung. Tak ada obrolan yang terlontar di antara mereka. Keduanya diam membisu hingga David datang kembali bersama Nada yang ia dorong, terduduk di kursi roda.

"Heiii, ada apa ini? Malam ini kita kedatangan tamu. Wah, ada apakah gerangan?" celetuk Nada, yang baru sampai saja sudah menggoda Anaknya.

Hawa memperingati Mommy nya melalui ekspresi yang ia pasang. Sementara Mommy nya terkikik geli.

Mata Nada tiba-tiba memicing saat melihat Adam. "Eeyy, who are u, dude?" tanya Nada, layaknya pemeran film action. Suaranya pun ia beratkan, semakin mirip.

Hawa geleng-geleng kepala. Malu sekali dengan tingkah Mommy nya. Ini baru pertemuan awal dengan Adam, tapi tingkah Mommy nya sudah aneh. Bagaimana jika benar ia nantinya akan membangun rumah tangga dengan Adam. Tahan kah Adam, mempunyai mertua absurd semacam Nada?

"Ah, sa... Saya Adam, Bu. Dosennya Anak Ibu, Hawa." jawab Adam menjelaskan. Tatapan penuh selidik yang Nada tunjukkan itu, membuat Adam tak nyaman.

Lihat selengkapnya