Cinta Gadis Dalam Senyap Lara

Moycha Zia
Chapter #1

Chapter #1 Dunia yang Sunyi

Dunia sunyi yang di miliki oleh Erisa mencoba menjalani hidup normal dengan berkomunikasi membaca gerak bibir dan bahasa isyarat. Erisa tinggal bersama kakak laki-lakinya yang bernama Martyn penyandang disabilitas intelektual. Dunia Martyn sangat sederhana yang selalu di penuhi kebahagiaan kecil dan ayahnya yang bernama Marck penuh menyimpan kepedihan mendalam.

Pagi hari yang hangat di dalam rumah yang sederhana, meskipun banyak barang-barang telah usang. Erisa sedang membersihkan meja makan. Martyn duduk di lantai sedang Menyusun balok-balok kayu dengan senyum polos. Marck masuk dengan membawa cangkir kopi.

Marck berusaha tersenyum tipis pada Erisa, lalu menepuk bahu Martyn dengan lembut. “Pagi jagoan.”

Erisa menoleh, lalu melihat bibir ayahnya yang bergerak. Dia tersenyum mengisyaratkan. “Pagi juga, Ayah.”

Erisa dalam bahasa isyarat. “Ayah sudah minum kopi?”

Marck mengangguk, lalu meletakkan cangkir di meja. Dia mendekat ke arah Erisa berbicara secara perlahan agar putrinya bisa membaca gerak bibirnya. “Ya, sayang. Kamu sudah sarapan?”

Erisa mengangguk, kemudian menunjuk pada sisa remah roti di piringnya.

Erisa mengisyaratkan. “Martyn sudah sarapan. Dia makan banyak roti tadi.”

Martyn tiba-tiba tertawa kecil dan menjatuhkan balok-balok kayunya. Dia menunjuk ke arah Marck dengan jari telunjuk, lalu ke dirinya sendiri, seolah-olah ingin mengatakan. “Ayah dan Aku.”

Marck tersenyum getir. “Iya, Nak. Kamu dan Ayah sama-sama jagoan.”

Mata Erisa menangkap sorot lelah di mata ayahnya. Dia memang isyaratkan pertanyaan dengan raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

Erisa mengisyaratkan. “Ayah baik-baik saja? Ayah terlihat lelah.”

Marck menghela napas pelan dengan mengusap wajahnya. “Tidak apa-apa, Nak. Ayah hanya sedang berpikir.”

Erisa merasakan ada sesuatu yang ayahnya sembunyikan. Dia mendekat dengan menggenggam tangan Marck. Jari-jarinya membentuk kata-kata di telapak tangan ayahnya.

Erisa dalam sentuhan. “Ada apa Ayah? Aku bisa bantu.”

Marck menatap Erisa dengan mata yang berkaca-kaca. Dia menggelengkan kepala. “Erisa, Ayah cuma ingin kamu dan Martyn bahagia. Ayah hanya khawatir. Siapa yang akan menjaga kalian, jika Ayah sudah tidak ada nanti?”

Erisa terkejut dengan ucapan Marck, tubuhnya menegang. Dia belum pernah mendengar ayahnya berbicara sejauh ini tentang masa depan yang menakutkan itu. Dia tahu ayahnya yang berjuang keras sendirian sejak ibu mereka meninggal saat Erisa kecil. Beban hidup ayahnya pasti sangat berat.

Air mata Erisa mulai menggenang di matanya. Dia menggenggam tangan ayahnya lebih erat lagi dengan isyaratnya yang bergetar. “Ayah jangan bicara begitu! Aku akan selalu ada untuk Martyn. Aku sudah dewasa. Aku bisa menjaga diriku sendiri dan Martyn. Ayah tak boleh menyerah.”

Erisa tiba-tiba memejamkan mata sejenak membiarkan air matanya jatuh membasahi baju ayahnya. Dia merasa sesak perasaan tidak berdaya seringkali menghantuinya, terutama ketika melihat keterbatasan Martyn dan beban ayahnya.

Erisa terisak tanpa suara dalam pelukan ayahnya. Dia melepaskan pelukan sambil menatap ayahnya dengan tatapan penuh tekad, meskipun air mata masih mengalir. Dia mengisyaratkan dengan jelas dan kuat. “Kita akan baik-baik saja, Ayah. Kita punya satu sama lain. Kita adalah keluarga.”

Martyn seolah-olah merasakan suasana haru, tiba-tiba merangkak mendekat dan memeluk kaki Marck dan Erisa. Senyum polosnya seakan menjadi penenang di tengah badai emosi. Marck memeluk kedua anaknya dengan erat, kepalanya menunduk, namun bahunya bergetar.

Marck berkata dalam hati, “Ya. Kita adalah keluarga.”

 

Lihat selengkapnya