Cinta Gadis Dalam Senyap Lara

Moycha Zia
Chapter #5

Chapter #5 Uluran Tangan Keyrine

Erisa memulai harinya di toko kue Bu Sari dengan gugup. Ini adalah kali pertama ia bekerja di luar rumah sejak kepergian Marck. Aroma manis adonan kue dan wangi kopi yang baru diseduh segera menyambutnya. Bu Sari seperti janjinya sangat sabar. Ia menunjukkan Eris acara melipat kotak kemasan, menata kue di etalase, dan membersihkan area kerja. Bu Sari juga mengajari beberapa isyarat tangan sederhana yang penting untuk komunikasi di toko.

Awalnya sulit. Erisa sering salah paham, dan terkadang ia merasa frustasi karena tak bisa menangkap instruksi dengan cepat. Namun, setiap kali ia merasa ingin menyerah bayangan Martyn yang tersenyum polos dan tatapan lembut Marck muncul di dalam benaknya. Ia harus bertahan demi mereka.

Hari-hari berlalu, dan Erisa mulai terbiasa. Tangannya menjadi cekatan dalam mengemas kue, menata display, dan menjaga kebersihan. Pelanggan mulai mengenali Erisa, dan beberapa di antara mereka bahkan mencoba belajar beberapa isyarat sederhana untuk berkomunikasi dengannya. Senyum kecil mulai kembali terukir di bibir Erisa. Pekerjaan ini meskipun sederhana, tapi memberinya tujuan.

Bu Sari sering memerhatikan Erisa. Ia melihat kegigihan dan semangat gadis itu, dan hatinya tersentuh. Suatu sore, saat toko sudah sepi, Bu Sari menghampiri Erisa.

Bu Sari berkata, “Erisa, kamu pekerja keras, Nak. Ibu bangga padamu.”

Erisa tersipu, ia mengisyaratkan, “Terima kasih, Bu Sari.”

Bu Sari bertanya, “Apakah kamu ingin belajar membuat kue? Kamu punya bakat, Erisa. Ibu bisa melihatnya.”

Mata Erisa membulat. Belajar membuat kue? Ini adalah sesuatu yang tak pernah ia bayangkan. Ia selalu merasa dirinya terbatas, namun tawaran Bu Sari membuka celah harapan baru. Ia mengangguk dengan antusias, air mata haru kembali menetes.

Martyn sering datang menjemput Erisa di toko. Ia akan duduk di salah satu kursi, sabar menuggu adiknya selesai bekerja, kadang sambil menikmati sepotong kue gratis dari Bu Sari. Melihat Martyn nyaman di lingkungan toko kue membuat hati Erisa sedikit lega. Ia merasa mereka sedang membangun kembali kehidupan, selangkah demi selangkah.

Erisa mulai belajar membuat kue. Bu Sari mengajarkan semua rahasianya dari mengukur bahan dengan tepat, menguleni adonan hingga menghias kue. Proses belajar itu tidak mudah, ada banyak adonan yang gagal, banyak kue yang gosong. Namun, Erisa tak pernah menyerah. Ia fokus pada setiap detail menggunakan Indera perasanya yang tajam untuk membedakan rasa dan mata telitinya untuk melihat tekstur.

Suatu haru Erisa berhasil membuat sepotong kue bolu yang sempurna. Wanginya semerbak, teksturnya lembut, dan rasanya manis pas. Bu Sari mencicipinya dan tersenyum lebar.

Bu Sari memuji Erisa, “Ini enak sekali, Erisa! Kamu benar-benar berbakat.”

Martyn yang kebetulan sedang berada di toko datang menghampiri. Erisa memotongkan sepotong kecil kue bolu itu untuknya. Martyn menggigitnya, matanya langsung berbinar, alu berseru, “Enak!”

Melihat senyum Martyn yang tulus, dan pujian dari Bu Sari hati Erisa di penuhi kebahagiaan yang jarang ia rasakan sejak kepergian Marck. Mungkin, ini adalah awal dari sesuatu yang baru. Mungkin di balik jendela toko kue yang hangat ini, ia bisa menemukan kembali makna hidup dan menciptakan masa depan yang lebih cerah untuk mereka berdua.

 

****

Lihat selengkapnya