Cinta Gadis Dalam Senyap Lara

Moycha Zia
Chapter #7

Chapter #7 Pintu yang Tertutup

Pagi hari, Erisa duduk di sofa tangannya sibuk merangkai gelang dari manik-manik. Martyn bermain dengan sebuah mobil-mobilan di lantai, sesekali tertawa sendiri. Keyrine sedang melipat pakaian di sebuah sudut ruangan, wajahnya tampak lesu. Michael baru saja pulang kerja meletakkan tasnya dengan kasar di dekat pintu. Aroma kopi tercium samar.

Suara berat Michael tanpa melihat Keyrine, “Pakaian itu, Keyrine. Apa tidak bisa menunggu sampai nanti? Aku lelah.”

Keyrine mendongak sebentar, lalu tersenyum tipis, “Sebentar lagi selesai, Mas. Tadi malam anak-anak buang air.”

Michael duduk di sofa sambil memijat pelipisnya. Melirik Erisa dan Martyn sekilas, lalu kembali membuang muka, “Kopi mana?”

Keyrine bergegas ke dapur kembali dengan secangkir kopi, “Ini, Mas. Maaf agak dingin.”

Michael mengambil kopi tanpa ekspresi, “Aku tidak tahu sampai kapan ini akan begini, Keyrine. Sudah seminggu.”

Keyrine duduk di sampingnya meraih tangan Michael, “Mas, mereka kan saudara kandungku. Martyn, dia tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Erisa butuh kita. Aku tidak tega melihat mereka.”

Michael menarik paksa tangannya, “Tega atau tidak tega, apa kau pikir perut kita ini bisa kenyang dengan ketegasanmu itu? Kau tahu bagaimana sulitnya sekarang. Gajiku ini bahkan hampir tidak cukup untuk kita berempat. Di tambah mereka berdua. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana.”

Mata Keyrien berkaca-kaca, “Aku tahu, Mas. Aku juga merasakan. Tapi bagimana lagi? Mereka tidak memliki siapapun selain aku.”

Michael, “Lalu kita? Apa kita punya banyak? Kita punya Lintang dan Bima. Mereka juga butuh makan, butuh sekolah, butuh masa depan! Aku sudah bilang dari awal, kan? Jangan! Jangan di bawa ke sini!”

Martyn mendengar nada tinggi Michael tiba-tiba berhenti bermain, lalu menatap Michael dengan wajah polo dan sedikit takut. Erisa mengangguk kepalanya tatapan matanya kosong tidak mengerti apa yang sedang terjadi, tapi merasakan ketegangan.

Martyn berkata dengan suara cadel, “Kak Michael kenapa marah? Martyn tidak nakal.”

Michael menghela napas dengan kasar segera memalingkan muka, “Bukan kamu, Martyn.”

Keyrine mengusap kepala Martyn, “Tidak apa-apa, Kak. Kak Michael tidak marah

Keheningan menyelimuti ruangan. Hanya suara televisi yang samar dan gesekan manik-manik di tangan Erisa. Erisa menatap Keyrine, lalu ke arah Michael, seolah ingin bertanya tapi tidak mampu.

Erisa menggerakkan bibirnya tanpa suara, tangannya bergerak membentuk isyarat yang tidak sepenuhnya di pahami Keyrine, “Ma … af ..”

Keyrine menatap Erisa hatinya teriris, “Erisa, tidak. Kamu tidak salah.”

Michael berdiri sambil berjalan mondar-mandir, “Aku bukannya tidak peduli. Tapi ini tentang kenyataan, Keyrine. Kenyataan! Setiap hari aku bekerja mati-matian pulang dengan tubuh remuk hanya untuk tahu bahwa uangku menipis, bahkan sebelum akhir bulan. Aku tidak mau anak-anak kita kekurangan. Aku takut tidak bisa mencukupi mereka.”

Lihat selengkapnya