Dinding-dinding rumah Keyrine terasa makin sempit, bukan karena ukurannya. Tapi, karena bisikan-bisikan yang tambah merambat dari gang sempit di samping rumah menembus celah jendela, dan menempel di sudut-sudut pikirannya. Bisikan itu selalu sama, tajam, dan menyakitkan
“Kasihan Keyrine punya kakak tunarungu. Kapan kakaknya mau menikah? Siapa yang mau?”
Di balik pintu kayu yang usang, Keyrine melihat Erisa, kakaknya sedang merangkai manik-manik. Jemarinya lincah membentuk pola-pola indah tanpa perlu suara. Erisa tidak mendengar, tidak tahu-menahu tentang bisikan-bisikan itu telah menggeroti hati adiknya hingga nyaris hancur. Keyrine menghela napas, air matanya yang selama ini ia tahan, kini mendesak untuk keluar.
Suara Michael mengagetkan Keyrine, “Keyrine? Kamu kenapa?”
Keyrine menggeleng berusaha menyembunyikan wajahnya yang basah, “Tidak apa-apa, Mas. Aku hanya kepikiran Erisa.”
Michael mengusap bahu istrinya, “Lagi-lagi soal itu? Sudahlah, sayang. Kita jalani saja. Erisa bahagia kok di sini.”
Bahagia? Apa itu artinya bahagia? Keyrine merasa kebahagiaan Erisa tidaklah sempurna, jika hanya bersembunyi di balik dinding rumah mereka. Ia ingin Erisa merasakan kehangatan keluarga sendiri memiliki seseorang yang mencintainya, menjaganya, bukan hanya bergantung pada belas kasihan dirinya. Namun, siapa yang mau menerima Erisa?
Keyrine mengingat ketika Bu Ida datang pada sore hari menceritakan Ramelo anak yang sedang di carikan pasangan, ia ternyata salah mengira Bu Ida ingin mencari pasangan untuk Bram yang setara dengan Martyn.
Flash Back
Suatu sore, Bu Ida mampir ke rumah Keyrine dengan membawa sepiring kue. Dalam obrolan ringan itu, Bu Ida bercerita tentang anaknya, Ramelo, seorang pemuda yang tampan dan mapan.
Keluh Bu Ida, “Ramelo ini sudah cukup umur, tapi belum juga dapat pasangan, Keyrine. Saya capek mencarikannya. Dia pemalu jadi susah kalau di suruh kenalan.”
Keyrine bersuara dengan nada pelan, “Begini, Bu Ida. Saya punya kakak, namanya Erisa. Dia gadis yang baik, pandai merangkai manik-manik, dan sangat penyanyang. Mungkin Ramelo mau kenalan dulu?”
Senyum Bu Ida sedikit memudar, “Kakakmu? Bukannya, dia …?”
Bu Ida tidak melanjutkan ucapannya, namun Keyrine tahu apa maksudnya.
Keyrine, “Dia memang tunarungu, Bu. Tapi itu tidak mengurangi kebaikannya. Saya yakin, jika Ramelo mengenal Erisa, dia pasti akan menyukainya. Erisa butuh seseorang yang dapat menjaganya, Bu. Saya cuma ingin melihat kakak saya bahagia.”
Bu Ida menatap Keyrine adanya keraguan di matanya, tapia da juga sedikit iba, “Saya bicarakan dulu dengan Ramelo, ya, Nak Keyrine. Saya tidak janji.”
Flash Off