Cinta Halal Arina

Amanda Chrysilla
Chapter #2

Dua: Percobaan

Saat ini aku masih sibuk menyelesaikan skripsi, aku berkuliah di universitas negeri terbaik di Kota Medan. Aku teringat ketika pulang ke rumah orang tuaku di Pekanbaru akhir semester lalu, pandanganku tiba-tiba tertumbuk pada beberapa helai kain yang sengaja kuletakkan di sudut meja belajar. Itu adalah pakaian pemberian ibuku. Dia sedang rajin-rajinnya mengikuti kajian Islam. Makanya, dia pun ingin mengajakku ikut berubah seperti dirinya yang mulai berpakaian syar’i.

Di tempatku tinggal, kami tidak menyebutnya sebagai pakaian syar’i. Ada istilah lain yang kami gunakan untuk menggambarkan orang-orang berpakaian sesuai syariat Islam tersebut, kami menyebutnya sebagai orang-orang “berjilbab dalam”. Mereka biasa memakai kerudung yang panjangnya mencapai pinggang mereka. Untuk baju pun tak kalah longgarnya, bisa mencapai lutut atau minimal panjangnya harus menutupi bokong. Untuk roknya, ini yang sering bikin aku sangsi melihatnya, bisa mencapai panjang yang melebihi mata kaki dan terkesan seperti sedang diseret di atas tanah (atau benar-benar menyeret tanah).

Aku pikir untuk panjang kerudung dan bajunya tak ada masalah. Kalau untuk rok, aku pikir sepanjang mata kaki saja sudah cukup, sisanya aku bisa memakai kaus kaki untuk menutupi aurat yang tersisa. Ada alasan khusus untuk rok yang wajib sebatas mata kaki. Aku adalah pengendara motor bebek. Sudah banyak kejadian di luar sana rok yang terlalu panjang berisiko menyangkut pada rantai motor. Jelas sekali aku tidak mau mengalami hal nahas sejenis itu.

Wah, aku sungguh-sungguh berpikir bahwa aku akan melakukannya. Luar biasa!

Tak pernah sekali pun aku membayangkan bahwa akulah yang akan memakai jilbab dalam. Akulah yang akan menjadi bagian dari mereka. Padahal dulu aku sempat memandang mereka sebelah mata. Dalam hati aku berucap, ‘Kok bisa mereka betah pakai pakaian panjang di hari panas terik kayak gini? Mereka nggak kepanasan apa kayak manusia lainnya? Mana pakaian mereka serba hitam lagi. Bukankah pakaian warna hitam menyerap panas? Aku sendiri ngeliatnya aja gerah banget, apalagi aku yang pakai. Ogah deh.’

Saat ini memang aku telah memakai jilbab, tapi aku masih memakai celana jeans dan baju atasan yang tidak menutupi bokong. Bahkan, baju dan jeans yang kupakai selama ini modelnya sering ngepas badan alias ketat. Sangat tidak patut dicontoh para muslimah taat. Aku juga jarang banget memakai rok. Menurutku, rok tidak fleksibel digunakan pada aktivitas sehari-hari. Rok juga tidak ramah motor. Dan segudang alasan praktis lainnya yang membuatku tidak mau menggunakan rok sebagai outfit harianku. Kesimpulannya, aku bukan penggemar rok.

Namun, benarkah aku bisa melakukannya? Aku ragu kalau aku mampu—mengganti gaya berpakaianku. Apakah aku pantas? Tapi aku menginginkan sebuah perubahan besar setelah kisah cintaku yang gagal. Kegagalan itu telah membuatku merasa hampa dan tak berarti.

Apakah pantas aku berubah karena patah hati? Bukankah seharusnya aku berubah hanya karena Allah semata? Rasanya dangkal sekali mengubah gaya berpakaian sehabis mengalami putus cinta, bukan karena ingin mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Namun kurasa, aku sanggup melakukannya. Keyakinan terhadap diri yang lemah ini tiba-tiba menghampiri hatiku. Seratus persen yakin bahwa ini semua datangnya dari Allah karena Dia-lah yang dapat membolak-balikkan hati manusia. Aku hanyalah makhluk tak berdaya yang tak bisa apa-apa tanpa Allah.

Lihat selengkapnya