Isakan tangis terus keluar dari mulut. Air mata berderai. Sepasang tangan diarahkan ke atas. Wajah menunduk. Bibir melontarkan kalimat-kalimat pengaduan.
“Ya Allah, hamba salah, memang hamba yang salah. Hambalah yang telah membukakan pintu untuk dia masuk lagi ke dalam hidup hamba. Hamba membiarkannya mengusik keseharian hamba yang seharusnya hanya fokus kepada-Mu, ya Allah. Seharusnya hamba tidak begitu, ya Allah. Maafkanlah hamba. Ampunilah hamba. Berulang kali, hamba masih juga melakukan kesalahan yang sama. Berulang kali, hamba menghadap kepada-Mu dan memohon ampunan-Mu untuk kesalahan yang sama. Maafkanlah hamba, ya Allah. Semoga Engkau mau memaafkan hamba-Mu yang penuh dosa dan salah ini.
“Ya Allah, sungguh hamba tak pernah bermaksud untuk kembali dekat dengan laki-laki itu. Hamba tidak pernah berpikir bahwa dia akan datang kembali ke kehidupan hamba. Makanya … makanya hamba tak tahu harus berbuat apa, hamba khilaf, ya Allah. Ampunilah hamba, ampunilah hamba.
“Hamba kini duduk di hadapan-Mu, memohon ampunan-Mu atas semua kesalahan dan kekhilafan hamba. Hamba … hamba….”