Cinta Hanya Dia

Aza Muliana
Chapter #3

Will You Marry Me

Di ruang kerja, Benjiro melamun di depan laptop yang tidak menyala. Kepalanya terasa sakit memikirkan apa yang harus dilakukan. Ia tidak ingin berpisah dari Manzila. Membayangkan wanita itu tidak ada lagi dalam hidupnya, membuatnya seakan berhenti bernapas. Jika tidak diturutinya keinginan Manzila, ia pasti akan kehilangan wanita yang sangat dicintainya itu. Akhirnya, ia memutuskan menghubungi kekasihnya dan meminta agar mereka bertemu.

Kini, mereka duduk saling berhadapan di sebuah Cafe. Benjiro menatap lama wajah Manzila, kekasihnya itu bersikap acuh dan sibuk dengan ponsel pintar di tangan. Sambil menghela napas pelan, ia menguatkan tekad untuk melakukan apa yang telah menjadi keputusannya. Ia pun berlutut di depan Manzila dengan tangan mengangsurkan sebuah kotak kecil.

“Manzila. Will you marry me?”

Hampir saja telepon yang berada di tangannya jatuh. Manzila menatap tepat kedua mata Benjiro, mencari kebenaran di sana. Cinta dan ketulusan yang terpancar di mata hitam kekasihnya membuat dadanya sesak oleh perasaan haru. Sesaat, ia terpaku menatap wajah tampan itu. Dengan mata berkaca-kaca, kepalanya mengangguk berkali-kali. Cairan bening yang ditahan, akhirnya meleleh saat kekasihnya melingkarkan satu cincin di jari manisnya. Ah, akhirnya ia mendengar ucapan yang selama ini ditunggunya.

Benjiro bangkit dan mengusap air mata Manzila dengan jarinya. Ia mencium dahi wanita itu lembut, seraya berucap bahwa ia akan menemani Manzila pulang ke kampung. 

“Aku akan membawa Ayah dan Ibu, untuk bertemu kedua orang tuamu.” 

Janji Benjiro dibalas Manzila dengan anggukan dan air mata yang bertambah deras. Tidak ada kalimat yang mampu melukiskan betapa bahagia hatinya saat ini. Tangan kekasihnya yang menghapus air mata diraih, lalu berkali-kali dicium dengan mata berbinar.

“Terima kasih, Ben.” Manzila menatap wajah Benjiro yang tersenyum, lalu mencium dahi Manzila.

Suasana yang kaku telah mencair. Kebahagiaan yang memenuhi hati membuat Manzila merasa lapar. Ia pun memesan makanan pada pelayan yang hanya membawa minuman. Benjiro tersenyum melihat betapa bahagia kekasihnya. Namun, kepahitan terasa di hatinya. Ia masih ragu, apakah keputusannya dengan melamar Manzila tepat? Wajah ibu yang sangat dikasihi tiba-tiba saja muncul dalam bayangan. Kesedihan yang terpancar di mata wanita yang melahirkannya menghadirkan perasaan bersalah di hatinya.

Lihat selengkapnya