Selama hampir satu jam berjalan pelan di antara kemacetan, akhirnya taksi sampai di tempat tujuan. Gedung perkantoran tempat di mana Manzila bekerja menjadi tujuan Benjiro, ia akan menemui Pak Siswo, semoga saja lelaki itu mengetahui alamat kekasihnya.
Pak Siswo menyambut ramah kedatangan Benjiro. Meski agak kaget, ia tidak menyangka jika lelaki Jepang itu akan bertanya tentang mantan managernya. Selama Manzila berada di Desa, wanita itu hanya dua kali menghubunginya. Saat baru tiba di kampung halaman dan ketika mohon izin untuk mengundurkan diri dari pekerjaan. Selain bekerja di tempat yang sama, ia dan Manzila berasal dari kabupaten yang sama.
Benjiro merasa beruntung, Pak Siswo memberikan alamat Manzila beserta bagaimana cara agar ia sampai ke Desa tersebut. Dalam bayangannya, tempat kelahiran kekasihnya merupakan salah satu desa terpencil di daerah Aceh Barat.
**********
Cuaca agak mendung mengiringi Manzila yang sedang menyiram rimbunnya bunga mawar merah. Kuncup-kuncup bunga yang hampir merekah terlihat menawan. Salah satu hobi ibunya telah membuat taman kecil di samping rumahnya dihiasi berbagai macam tanaman. Tangan wanita yang melahirkannya memang hebat. Kedua tangan ibunya bisa menghasilkan masakan yang enak, juga membuat setiap apa yang ditanam tumbuh dengan sempurna.
Asyik memberikan kesegaran pada tanaman dan mencabut rumput pengganggu, serta menata pot-pot agar tersusun lebih rapi. Manzila tidak menyadari kehadiran seorang lelaki yang turun dari motor di pintu masuk halaman rumahnya.
Lelaki kurus tinggi dengan wajah dihiasi jambang dan kumis itu melangkah tegap mendekati Manzila. Setelah berada di belakang wanita itu yang sedang berjongkok, ia memanggilnya pelan.
Meski suara yang memanggilnya tidak kuat, namun panggilan itu membuat dada Manzila bergetar kaget. Sesaat terpaku, gayung yang dipeganngnya terlepas. Dengan dada berdebar, ia bangkit dan berdiri. Pelan, tubuhnya berputar dan mereka saling berhadapan.
“Ila........”
Mata Manzila berkaca-aca demi mendengar suara lelaki itu yang dipenuhi kerinduan. Ia masih diam dan tidak mampu bergerak, ketika lelaki itu memeluk tubuhnya. Napasnya terasa sesak saat lelaki itu merenggangkan pelukan, kemudian kembali memeluknya. Baru saja ia bisa mengendalikan diri dari situasi yang mengejutkan. Telinganya menangkap sebuah teriakan.
“Kurang ajar!”
Dan, tubuh lelaki itu terlepas dari dirinya. Dalam sekejap, ia melihat Aslan memukul lelaki itu tepat di rahang kiri. Tidak puas melihat lelaki itu hanya mundur dua langkah, Aslan kenbli menghantamkan tinjunya di dada lelaki itu, hingga tubuh kurus itu tersungkur mencium bumi.
“Janagan, Lan!” Manzila berteriak mencegah Aslan yang menarik kerah baju lelaki itu dan bersiap untuk meninju wajahnya.
“Ada apa ini?” Ayah Manzila yang baru pulang kerja turun dari motor, lalu mendekati putrinya.
“Dia kurang ajar sama Zila, Pak!” Aslan mendongak menatap ayah Manzila, sementara tanganya masih memegang kerah lelaki yang tidak dikenalnya.
“Kamu siapa?” Mata Ayah Manzila tertuju pada lelaki itu.
“Saya, Benjiro, Pak. Saya pacar Manzila.”
Ayah Aslan menatap Benjiro sesaat, lalu mengalihkan mata pada putrinya yang hanya diam.
“Dia pacarmu yang orang Jepang itu?”
Manzila hanya mengangguk menjawab tanya Ayahnya. Kehadiran Benjiro mengacaukan perasaannya. Ia tidak tau apa yang terjadi pada dirinya, di antara kegembiraan yang membungkus hati terselip kesedihan di sana. Munculnya lelaki itu tidak pernah disangkanya, apalagi sampai datang ke desa dan memperkenalkan diri pada ayah sebagai pacarnya.
Aslan terpaku. Perlahan, ia melepaskan tarikan tangannya, sambil mencerna apa yang dikatakan lelaki itu.
“Ayo bangun.” Ayah Manzila mengulurkan tangan dan membantu Benjiro untuk beriri.
Aslan menyadari kesalahan, walau tidak mengerti dengan situasi yang dihadapinya.
“Maafkan saya. Saya tidak tau.....”