Cinta Ini Rasa Itu

SURIYANA
Chapter #1

Pertama Cinta (Bagian 1)

YAKIN yang itu?”

Riky mengangguk.

Persetujuannya itu mengakibatkan lawannya memindahkan bidak catur yang disebut Kuda dalam gerakan L. “Skak mat!”

Tidak percaya, Riky memikirkan kemungkinan untuk lolos dari serangan yang dilancarkan oleh lawannya. Jika Raja ia naikkan ke atas, jalannya terhalang oleh Benteng. Begitu pula kalau digeser ke kiri, ada Menteri yang bersiaga. Tidak ada jalan lain.

Riky menghela napas. “Iya, Oma yang menang. Dua kali kalah, deh,” laki-laki itu mengakuinya sambil membereskan bidak-bidak catur. “Main lagi?”

Neneknya terkekeh. “Tidak ada perlawanan karena kamu lagi banyak pikiran. Lain kali saja kita lanjut. Lagi pula, Oma memintamu ke sini bukan untuk main catur.”

Lah, terus, buat apa dong?”

“Coba, temani Oma ke sana, Ky!” tunjuk Oma ke arah bangku taman. Letak taman ada di halaman belakang rumah neneknya itu. Berhadap-hadapan dengan kamar neneknya yang berjendela besar seukuran pintu. Dengan hati-hati, Riky membantu neneknya berdiri dan menuntunnya ke kursi yang dimaksud.

“Nah,” ujar Oma sewaktu sudah duduk. “Di sini lebih enak. Wangi bunga melati lebih harum tercium.”

“Jelas, dong, Oma. Di samping kita aja ada dua gerombolan pohon melati.”

Mata wanita itu menyipit ketika menghadirkan senyum di wajahnya. Kerut-kerut di wajahnya pun tampak lebih jelas. Tapi, jangan salah. Meskipun sudah tidak bisa dibilang muda lagi, pikiran nenek Riky itu masih tetap awas seperti dulu. Permainan catur Oma yang gemilang tadi tentu cukup menjadi bukti.

“Opamu yang menghadiahkan bunga Melati ini,” kata Oma bercerita. Riky menggenggam tangan neneknya. Memaklumi apabila wanita separuh baya itu masih saja terkenang kakeknya yang telah tiada.

Sekonyong-konyong, Oma terkekeh, “Opamu. Orang baik dia. Sangaaat baik. Setiap hari memetik kuntum melati, mengumpulkan semuanya dalam mangkuk, dan menaruhnya di meja samping tempat tidur kami.”

“Namanya juga sayang, Oma. Siapa, sih, yang mau mengecewakan Oma yang paling cantik sedunia ini?”

Tawa Oma semakin renyah. “Teknik rayu-merayu Opa ternyata menurun ke kamu, ya?”

Riky ikut tertawa. “Nggaklah, Oma. Jauh lebih hebat Opa pasti. Buktinya bisa dapatin Oma.”

Oma tergelak. Setelah tawa itu memudar, terlontar sebuah pertanyaan, “Ky, jika Oma minta bantuan, apa kamu mau membantu?”

“Kenapa, Oma?” Riky terheran. Tidak biasanya Oma mengajukan izin terlebih dahulu.

Helaan napas panjang dari mulut Omanya berembus mengenai Riky. “Tolong, carikan cinta pertama Oma! Kami terpisah pada saat konflik PKI dahulu. Sekarang, Oma penasaran ingin tahu keberadaannya. Kamu mau, kan?”

***

“Jangan gila, dong, Bro! Ngapain kita ke sini?” tanya Riky mengedarkan pandangan ke sekumpulan orang-orang yang sedang melantai.

“Mas lagi nyari orang, kan?”

“Ya, tapi kira-kira, dong. Gue nyari kakek-kakek 75 tahun. Ke klab malam? Bisa-bisa langsung stroke di tempat ini juga, itu kakek.” Geleng-geleng kepala Riky dengan tingkah lawan bicaranya itu.

Beberapa bulan belakangan, Riky menerima kabar kalau Cinta Pertama Oma ada di Bali setelah menelepon banyak orang. Setelah sebelumnya salah orang berulang kali. Lalu, dua hari yang lalu, informan tersebut mengenalkannya kepada laki-laki yang ada di hadapannya saat itu untuk membantunya. Bukannya meringankan tugas Riky, informannya itu malah mengajaknya ke tempat tidak berguna. Sia-sia saja ia terbang ke Bali demi mencapai misinya.

“Yah, Mas. Saya memang nggak berharap ketemu kakek yang Mas cari di sini juga. Tapi, dengar-dengar... cucunya kerja di sini, Mas.”

Mendengar itu, Riky batal memarahi pemandunya selama di Bali itu. “Oke. Mana orangnya?”

Telunjuk Sang Pemandu mengarah ke meja bar. Namun, mata Riky terhenti pada sebuah meja setengah lingkaran yang tidak terlalu jauh dari meja bar.

Wanita berambut panjang yang menempati meja itu tersenyum ketika menerima minuman. Teman yang duduk di sebelah perempuan itu sudah menikmati minuman dari botolnya langsung. Sepertinya Riky mengenal perempuan itu. Akan tetapi, dengan penerangan yang sekadar basa-basi di klab tersebut, ia meragukan penglihatannya.

“Ayo, Mas. Kita tanya!”

Ia berjalan tepat di belakang pemandunya. Mereka melewati meja yang diperhatikan oleh Riky tadi. Serasa ada palu yang menubruk jantungnya. Itu, kan, Ratu. Mantan pacarnya. Ditemani laki-laki asing berambut merah. Apakah Ratu sudah tidak berpacaran dengan Alex? Haruskah ia menyapa wanita itu?

Lihat selengkapnya