Cinta Ini Rasa Itu

SURIYANA
Chapter #11

Paket Patah Hati (Bagian 1)

JAKET musim dingin berbahan bulu sintetis digeletakkan begitu saja di atas tempat tidur. Kemudian, Rana menjatuhkan badannya di samping mantel tebal itu. Sekonyong-konyong, telepon genggamnya berdering. Tanpa membaca nama yang tertera di layar, ia langsung mengangkat panggilan itu.

“Rana, di mana? Udah ketemu?”

Ternyata, Kak Riky yang menelepon. “Iya, Kak. Baru aja pulang. Ini aku udah di rumah,” balasnya.

“Terus terus? High qualitykan?”

“Yaaah, gimana, ya? Kayaknya temenan aja, ah.”

Lah, gue jadi bingung. Kurang apa lagi si Johan? Mapan, iya. Ganteng, termasuklah. Dewasa? Banget. Nggak terbantahkan! Yang kamu mau kayak gimana, sih?”

Rana terdiam. Dahulu, ia sudah menemukan pria ideal sesuai angan: ganteng dan romantis. Namun, hubungan mereka tidak bertahan lama. Lambat-laun, laki-laki itu tidak lagi memenuhi syarat laki-laki idamannya. Bukan. Bukan karena pria itu tidak lagi ganteng dan romantis, melainkan karena laki-laki itu membuat Rana patah hati.

“Rana? Apa, dong, kriteria kamu?”

Ingatan Rana melambung ke saat-saat dua tahun lalu ketika laki-laki yang pernah ia anggap ideal justru mencampakkannya dengan cara yang paling sadis.

***

Kurang dari dua namun lebih dari satu tahun lalu, Rana menerima telepon. Dari kekasihnya.

“Ay!” serunya gembira. Maklum, sudah tiga bulan laki-laki itu susah dihubungi, bak alien yang menghilang ke angkasa luar. Teleponnya sering tidak aktif. Kalaupun berdering, tidak pernah sekalipun pria itu mengangkatnya.

“Di rumah,” jawab Rana ketika pacarnya itu menanyakan keberadaannya. “Kamu mau ke sini, Ay?”

“Nggak. Sebenarnya, mulai saat ini aku nggak akan pernah ke rumah kamu lagi.”

“Takut ya sama Papa?” godanya.

Terdengar embusan napas panjang dari ujung telepon. “Aku mau kita putus.”

Apa reaksi yang tepat jika mendengar kalimat tersebut? Rana buntu akal sehingga hanya, “Heh?”

“Aku merasa kita sudah nggak cocok. Sejak bekerja, kamu jarang punya waktu lagi buat aku.”

“Ya, udah. Kalau Ay maunya gitu, aku berhenti kerja ajaI will quit,” katanya. Rana mengakui, sejak menjadi pengarah gaya di sebuah perusahaan retail fesyen, ia kerap bekerja sampai larut malam. Akhir pekan pun sering dihabiskan untuk menyortir barang-barang untuk dipotret.

“Serius? Kamu, kan, sudah dapat pekerjaan sesuai impian kamu. Nggak sayang kalau dilepas begitu saja?”

Rana memejamkan mata. “Kerjaan bisa dicari lagi. Tapi, kita? Kita sudah pacaran sejak SMA, Ay,” katanya.

“Menurut aku, sih, sebaiknya kita putus saja.”

“Lho, aku, kan, setuju mau berhenti kerja?”

“Putus saja, deh.”

Lihat selengkapnya