Semilir angin, menghembuskan lembaran jilbab milik seorang santriwati di bawah rindangnya pepohonan. Ia kini disibukkan oleh ujian akhir yang menentukan lulus atau tidaknya, Aisyah namanya. Ia berparas cantik, memiliki lesung pipi, bibir yang merah, dan kecerdasan yang luar biasa. Tapi, kini wajah cantik dan mulusnya tidak terlihat lagi semenjak kejadian 3 tahun yang lalu. Ia sekarang nampak sering sakit dan jarang makan. Teman-temannya mencemaskan perubahan Aisyah selama ini, karena selama ia di pondok, ia terkenal dengan anak yang ceria dan menyenangkan. Tak hanya itu, sekarang ia lebih memilih menyendiri dan tidak membolehkan seorang pun mengganggunya kecuali mendesak.
Saat ia ingin beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba ada seseorang yang menahannya dari depan. "Kenapa?", tanya Aisyah. Orang yang di depannya itu duduk disampingnya dan bercerita, "Syah, ingat gak? Dulu kita tuh deket banget, tapi kenapa sekarang berubah? Kamu gak mau temenan sama aku lagi? Kamu masih gak bisa lupain Kak Faiq?", tanya orang itu. Butiran kristal yang tak kuasa menampung di pelupuk matanya, kini terjatuh, "Dzak, maaf sudah buat kamu kecewa atas sikapku yang gak pernah acuh sama kamu. Ternyata yang dibilang sama dia benar, kalo aku gak bakal bisa lupain Kak Faiq semudah itu. Rasa cinta yang terus bertumbuh, sekarang malah tambah subur. Aku udah berusaha, Dzak. Tapi kenapa gak bisa?", ucap Aisyah dengan tangisnya yang kini pecah. Aisyah pun memeluk Dzakiyyah yang tengah melamun. Dzakiyyah yang telah tahu segalanya kembali mengingat kejadian 3 tahun yang lalu, dimana mereka berdua masih menjadi santriwati baru.