Greya mematut dirinya di pantulan cermin. Napasnya terasa sangat berat dan juga sesak. Beberapa perias tengah mendandani dirinya dengan make up sederhana dan juga tubuhnya sudah dibalut dengan kebaya berwarna abu-abu yang manis.
Kemarin ia tertidur. Dalam benak Greya tergambar, bahwa ia akan segera bangun dari mimpi indah tersebut dan menjalani rutinitas seperti biasanya. Akan tetapi, ternyata ia masih terbangun dan berada di situasi 2009, tempat di mana Ayahnya masih hidup dan keadaan dirinya yang sedang dijodohkan dengan lelaki bernama Elvano.
Greya menunduk, menatap kukunya yang dihiasi kuteks berwarna nude dengan hiasan berlian di ujungnya. Wajahnya di rias sederhana dan nampak sangat cantik. Sebenarnya ia masih gamang memikirkan kontrak pernikahan. Greya benar-benar takut menyakiti perasaan Ayah dan Ibunya.
Apakah, ia benar-benar harus menjalani semua ini?
Nampak Ibunya masuk ke dalam kamar, beliau tersenyum dengan wajahnya yang teduh. Perlahan beliau memegang pundak Greya.
"Akhirnya, putri Ibu akan menikah."
Greya memegang tangan Ibunya yang sudah keriput. Greya menatap pantulan dirinya dan Ibu dari cermin.
"Apa benar ini yang terbaik untukku?" tanya Greya.
Ibu mengangguk, dari raut wajahnya beliau sangat yakin bahwa Greya akan bahagia.
"Ibu yakin, satu-satunya kebahagiaanmu adalah Elvano. Ia sudah menunggu di ruang tamu bersama Ibunya. Turun yuk?"
Greya menganggukkan kepalanya kemudian berjalan bersama Ibu ke arah ruang tamu yang sudah dipadati oleh keluarga dan juga pihak perwakilan masing-masing keluarga.
Elvano mengangkat dagunya, menatap gadis itu turun dari tangga perlahan. Kedua bola matanya tertuju pada Greya, ada yang berdesir dari dalam hatinya menatap kecantikan Greya yang bagaikan seorang putri. Mau tidak mau Elvano langsung menyunggingkan senyuman.
Greya menatap raga Elvano dalam balutan kemeja sederhana dan jas. Akan tetapi, balutan sederhana tersebut tetap menunjukan bahwa sosok Elvano sangat tampan dan berkelas. Greya menoleh ke arah Ibu yang juga tersenyum.
"Ganteng banget neng calon suamimu."
Greya hanya menunduk tatkala semua orang menyoroti sosok Greya yang duduk di antara Ayah dan Ibunya. Hal itu membuat Greya sedikit gugup. Terlebih lagi, Ibunda Elvano juga memandanginya.
"Cantik sekali Neng Greya, pantesan si Aa pulang ke rumah kemarin maksa biar cepet lamaran. Maklum, si Aa jomblo udah lama banget! Padahal udah umur 29 sekarang." tutur Ibunda Elvano.
Pfftt! Greya hendak tertawa. Namun, ia menahannya sekuat tenaga. Elvano terlihat malu dan hanya menunjukan senyum simpul. Greya menatap Elvano, kedua bola mata mereka pun bertemu.
Deg-deg!
Debaran jantung Greya terasa sangat kencang ketika Elvano menatapnya. Greya kemudian menunduk, tak berani menatap lagi calon suaminya itu.
Acara lamaran pun dimulai, Greya hanya mendengarkan beberapa perwakilan keluarga yang tengah berbicara. Greya kemudian melirik Elvano yang rupanya tengah menatap Greya juga. Elvano memajukan bibirnya, mengajak Greya bercanda dengan mimik wajah lucu. Greya menutup mulut, berusaha agar tidak tertawa.
"Silakan Aa Elvano, utarakan maksud dan tujuannya." ujar perwakilan keluarga Greya.
Elvano meraih mic, sebelum bicara kedua bola matanya menatap Greya, seolah mengatakan bahwa Greya tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa setelah ini. Karena itu Greya hanya bisa mengepalkan tangannya erat-erat, menahan gejolak dalam hatinya yang berkecamuk.