Tidak akan ada yang menyangka kalau dua murid tampan dan pandai ini kini tengah sibuk nongkrong di kantin dan menikmati rokok yang asapnya mulai memenuhi paru-paru mereka. Padahal, bel tanda pelajaran akan dimulai, telah dibunyikan sekitar dua puluh menit yang lalu. Mereka seolah-olah menulikan indera pendengaran masing-masing. Dua murid ini, seharusnya menjadi contoh dan panutan bagi murid-murid lainnya, terutama kelas SPASI alias kelas X IPA 1 berprestasi. Ini dikarenakan, dua cowok tampan itu adalah ketua dan wakil ketua di kelas tersebut.
"Gue lagi galau, bro. Bokap masih di luar negeri. Eh, Nyokap malah terinspirasi Bang Toyib nggak balik-balik selama tiga hari." Boby menyugar kasar rambutnya sembari mengisap rokok.
"Elo masih mending, man. Kemarin Kakak gue digebukin Bokap karena ketahuan hamil. Gue serba salah, mau ngebela, nanti malah gue yang dibikin babak belur." Arya mengembuskan asap putih dari mulutnya dengan kasar. Gumpalan asap itu membumbung dan menyelimuti wajahnya bagai kabut.
Sepuluh menit berlalu, tak dirasakan oleh dua remaja yang tengah saling berbagi cerita itu. Hingga, suara derap langkah semakin mendekat, dan sosok wakasek kesiswaan, Pak Taryana, muncul di hadapan mereka.
"Oh, jadi di sini tempat rebahannya KM dan wakil KM kelas SPASI!"
Saking kagetnya, Boby dan Arya hanya sempat saling berpandangan. Kemudian, kerah leher mereka ditarik dan diseret menuju ruang guru untuk diinterogasi.
***
Linda Alesha baru saja keluar kelas setelah bel pergantian jam berbunyi lima menit yang lalu. Dia hendak kembali ke mejanya yang terletak di lantai satu, sementara kelasnya mengajar tadi berada di lantai tiga. Kedua kakinya terasa sangat pegal, setelah mengajar maraton selama empat jam. Hanya gara-gara pacarnya mau menjemput, dan ingin terlihat lebih feminim serta membuat sang pacar terpesona, dia nekat memakai sepatu high heels, yang bukan merupakan sepatu favoritnya. Alhasil, kakinya yang pegal itu, semakin terasa ngilu.
Linda sudah mengajar selama empat tahun di SMA Cerdas ini. Sebuah sekolah swasta yang telah memperjuangkan pengabdiannya hingga bisa memperoleh tunjangan sertifikasi. Dia rela meninggalkan Ciwidey, tanah kelahirannya yang sejuk, ke kota Bandung ini, demi bisa berdekatan dengan sang pacar. Sekolah ini, merupakan salah satu sekolah swasta unggulan di kota kembang, dan menjadi incaran para murid dengan latar keluarga elit.
Di sekolah ini, Linda menghadapi banyak murid dengan berbagai macam perangai, dari yang baik sekali, sampai yang paling berulah. Saking nakalnya, Miss Aulia yang sesama guru bahasa Inggris di sekolah ini, menjuluki para murid itu, syaithon nirrojim. Dari yang kutu buku, pendiam, dan tertutup, sampai si badung berwajah tampan yang dikejar-kejar banyak murid perempuan, bisa ditemui di sekolah ini.
"Bunda, anakmu bikin ulah lagi, tuh. Sekarang lagi diceramahi Pak Yana," lapor Aulia membuat Linda menghela napas berat.
Linda belum sempat sarapan, hingga jeda satu jam pelajaran, dia berniat memanfaatkannya dengan mengoreksi tugas murid-muridnya sambil makan nasi plus karedok. Kalau situasinya seperti ini, mana sempat dia makan? Linda beranjak dari tempat duduknya sembari menelan saliva membayangkan nikmatnya makan nasi panas dan karedok. Pak Yana pasti mendesaknya untuk menyaksikan adegan dia memuntahkan amarah pada murid-murid yang badung. Persis seperti luapan emosi tokoh antagonis Lee Lim dalam drama Korea The King Eternal Monarch.
Siapa, sih, yang bikin onar? Paling R Squad, Rama, si biang kerok, atau Roni, juaranya ribut di kelas.
Namun, langkah Linda terhenti di depan ruang guru. Dia mengusap dahi, tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Tebakannya kali ini salah, sebab di hadapannya kini, tampak jelas Pak Yana tengah menumpahkan kekesalannya pada dua murid yang paling dipercaya Linda di kelas, Boby, si ketua kelas, dan Arya wakil ketua kelasnya.
"Nah, itu Bunda kalian! Bapak serahkan hukumannya pada wali kelas kalian, kalau bisa Bapak minta kalian diskors saja! Seenaknya mojok sambil merokok di kantin. Ini sekolah, bukan warteg atau warkop!"
Pening seketika melanda. Linda langsung berjalan menuju mejanya dan meletakkan buku-buku dalam genggamannya. Kemudian, dia melangkah ke tengah ruang guru, yang meja-mejanya ditata berbentuk huruf O, hingga terdapat ruang kosong di tengah jajaran meja dan kursi. Di tempat itulah, kedua muridnya duduk bersila, tertunduk menahan malu dengan wajah merah padam.
"Miss, ini kedua anakmu saya temukan di kantin, sedang bolos dan merokok. Memangnya tadi jam pelajaran siapa? Kok, guru sampai nggak tahu ada dua muridnya yang hilang?"
"Tadi memang jam pelajaran saya, Pak. Mereka minta izin, katanya mau fotokopi bahan pelajaran, tapi ternyata tidak kembali," potong Linda yang dibalas dengan tatapan tajam dan raut garang dari Pak Taryana.