Linda memandang geram buket mawar merah yang tergeletak begitu saja di mejanya. Buket itu dikirimkan lima belas menit yang lalu oleh seorang pengemudi ojek online. Selembar kartu ucapan berisi kalimat-kalimat puitis jiplakan dari karya Kahlil Gibran, ikut menghiasi buket itu. Linda mencibir, memangnya, dia pikir, Linda nggak bakalan tahu puisi-puisi itu? Huh!
Mungkin, kalau penggemar-penggemar dia diberi bunga dan kartu ucapan seperti itu, pasti akan jatuh pingsan saking bahagianya. Tapi, tidak dengan Linda. Dia malah ingin segera membuangnya ke tong sampah. Linda tak habis pikir, apa mungkin kepala tukang kain meteran itu terbentur sesuatu, hingga mengalami amnesia. Padahal, jelas-jelas pria itu tahu kalau Linda sudah bertunangan dengan sahabatnya sendiri. Namun, entah mengapa, dia masih juga nekat menggoda Linda.
Dasar cowok norak! gerutu Linda kesal.
“Bunda, elo kenapa? Pagi-pagi mukanya udah ditekuk, gitu?” tanya Aulia sembari duduk di samping Linda.
Matanya melebar saat melihat buket mawar merah di meja Linda. “Wow, indahnya! Pasti dari Bram, ya?” tebak Aulia sembari mendekatkan buket itu ke indera penciumannya. "Wanginya seger."
“Suka? Ambil aja,” ujar Linda cuek.
Aulia mengernyitkan dahi. Tak mengerti dengan reaksi Linda yang malah menunjukkan sikap kesal. “Are you kidding me? Kok buat gue? Ini, kan dari your fiancee, special for you. Isn’t it? Kalau reaksi gue bakal jingkrak-jingkrak diiringi hati yang berbunga-bunga bahagia dapat yang beginian. How romantic yang dilakukan pacar elo itu."
Linda menghela napas berat. “Bukan dari Bram. Tukang kain meteran salah alamat kirim ke gue.”
“Tukang kain meteran?” Aulia semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan sahabatnya itu. “Langganan kita itu? Pak Jono maksud elo?” cecar Aulia merasa tak percaya sembari mengamati buket itu.
“Kalau elo suka, ambil aja. Nggak usah banyak tanya. Daripada gue buang ke tong sampah.” Linda beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Aulia yang memandangnya heran. Dia berjalan tergesa menuju kelas SPASI dengan perasaan dongkol.
“Masa, iya, Pak Jono kirim beginian ke Linda? ‘Kan, dia tahu, Linda tunangannya Bram.” Aulia mengamati kartu ucapan yang ada di buket itu. Kedua matanya menelusuri setiap kalimat yang tertera di dalamnya. Dia terkejut seraya melebarkan pandangan, kala kedua matanya jatuh pada nama pengirim buket dan kartu itu.
“Linda! Elo pakai pelet apa, sih? Beruntung banget hidup elo, punya tunangan cakep kaya raya, sekarang malah ditaksir penyanyi terkenal!” teriak Aulia sambil berlari mengejar Linda yang sudah menghilang dari pandangannya.
***
Linda menghempaskan badannya di kursi, setelah meletakkan buku pegangan, buku daftar nilai, dan daftar absensi. Mood-nya pagi ini memburuk gara-gara buket mawar merah itu. Senyuman yang senantiasa menghiasi wajah cantiknya setiap kali memasuki kelas, kini lenyap begitu saja, membuat ketiga puluh muridnya memandang heran dan bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya telah menyebabkan wali kelas mereka itu kesal?
“Bob, Bunda kenapa, ya? Kayak lagi bad mood,” bisik Arya pada teman sebangkunya sembari mengamati wajah wali kelasnya.
Boby membalas dengan mengedikkan bahu, sambil berusaha fokus ke arah depan, bersiap menyimak materi yang hendak disampaikan gurunya.
“Boby, pagi-pagi udah ngeghibahin Ibu. Kalau berani nggak usah bisik-bisik. Bicara saja di depan Ibu langsung!” damprat Linda sembari menatap Boby tajam.
Berpuluh pasang mata mengarahkan pandangan pada ketua kelas SPASI itu. Boby kaget bukan main seraya garuk-garuk kepala. Perasaan, tadi yang ngomong itu Arya, kenapa malah dia yang disalahkan?
“Anu, Miss, eh Bunda ...,” ucap Boby terbata-bata sembari memandang Linda agak takut.
“Pakai panggil Miss lagi. Kamu, kan tahu, walau Ibu itu guru bahasa Inggris, tapi Ibu paling nggak suka dipanggil dengan sebutan itu! Ibu masih sakit hati karena nggak masuk nominasi Miss Indonesia. Ibu nggak habis pikir, padahal English Ibu fasih, tapi kenapa sampai ditolak?” keluh Linda, lantas membuka buku pegangan sembari membolak-balik lembar demi lembar.
Boby menelan saliva. Sejumlah tanya berkecamuk dalam benaknya. Kesalahan fatal apa yang telah dilakukannya hingga membuat wali kelas SPASI ini begitu membenci Boby dan seolah ingin menelannya hidup-hidup?
“Elo yang sabar, ya,” hibur Arya seraya menepuk-nepuk pundak Boby sembari memandangnya iba.
“Ssstt, udah diem! Nanti gue lagi yang kena tegur.” Boby tetap terpaku memandang ke depan kelas. Ekor matanya sempat menangkap, Bu Linda mendelik kepadanya.
Ya Allah, apa salah dan dosa gue sampai Bunda yang sayang sama gue, sekarang malah jadi segitu bencinya? batin Boby lirih.
Setelah mengambil napas sejenak, guru muda itu langsung menjelaskan mengenai recount text. Semua murid kelas SPASI serius menyimak penjelasannya. Mereka mulai mencatat hal-hal penting di dalam buku masing-masing. Suasana kelas itu menjadi hening, sunyi seperti saat kita lewat di kuburan tengah malam.