Linda baru saja tiba di sekolah, ketika dari kejauhan, Aulia dan Fetty terlihat berjalan tergopoh-gopoh menghampirinya. Langkah Linda yang anggun sepanjang koridor sekolah, sesekali terhenti karena berpapasan dengan beberapa muridnya yang langsung mencium punggung tangan Linda dengan hormat, dan dibalas Linda dengan melayangkan senyuman manis dan tatapan lembut penuh kasih sayang pada mereka.
“Tumben elo berdua menyambut kedatangan gue dengan penuh antusias. Seperti lihat artis berjalan di red carpet aja. Ada apa?” tanya Linda setelah kedua rekan kerja sekaligus sahabatnya itu berada tepat di hadapannya.
“Bunda, ada yang kirim paket buat elo,” terang Fetty, guru BK di SMA Cerdas ini dengan napas terengah-engah.
“Iya, paketnya berat banget. Gue jadi penasaran, isinya apa, ya?” timpal Aulia sembari memandangi wajah Linda, menunggu reaksi dari sahabatnya itu. Dalam hati, Aulia sangat berharap, Linda mau berbagi isi paket itu dengannya.
Dahi Linda berkerut. Guru muda cantik itu tampak sedang berpikir. Siapa yang mengirimi dia paket? Perasaan, dia tidak membeli barang apa pun di online shop dan juga tidak sedang berulang tahun. Atau mungkin Mas Bram yang diam-diam memberinya kejutan dengan membelikan Linda sesuatu?
Linda bergegas ke ruang guru untuk menuntaskan rasa penasaran. Kedua sahabatnya dengan setia mengekor di belakang, dengan menyimpan rasa penasaran yang sama. Setibanya di ruang guru, mata indah Linda jatuh pada sebuah kardus berukuran sedang yang dibungkus kertas kado bergambar hati warna merah jambu di mejanya. Kertas kado itu dihiasi juga dengan tulisan I love you versi beberapa negara.
Mungkinkah Mas Bram sang pengirim kejutan ini? Tapi mengapa tunangannya itu tak berkata apa-apa? Padahal, Bram tadi menjemput Linda dan mengantarnya sampai gerbang. Tak ada tanda-tanda, kalau tunangannya itu akan memberi Linda sesuatu.
Hanya ada nama Linda dan alamat SMA Cerdas tertera dalam secarik kertas putih kecil yang menempel pada salah satu sisi kardus itu, membuat Linda dan kedua temannya semakin didera rasa penasaran. Setelah menghempaskan badan di bangku, Linda membolak-balik kardus itu. Dia melirik ke arah kedua rekannya seraya tersenyum kecil, saat melihat wajah mereka yang terbengong-bengong.
“Beneran, lho, berat. Kira-kira apa, ya, isinya?” Linda menimbang-nimbang kardus itu di tangannya.
“Cepetan buka, kepo nih,” perintah Fetty. Matanya masih tak beranjak dari kardus di tangan Linda itu.
“Iya, buka. Nanti keburu bel masuk. Sini gue bantu.” Aulia hendak mengambil kardus itu, tetapi Linda mencegahnya.
“Sabar, kenapa?” Linda mulai merobek perlahan-lahan kertas kado yang menyelimuti kardus itu.
Mata ketiga guru itu kompak membulat, ketika isi dari kardus itu mulai terkuak. Sebuah wadah berbentuk hati warna merah ada di dalamnya. Sebuah pita kecil menjadi pemanis di bagian tepi penutupnya.
“Wow, itu pasti seperangkat perhiasan!” pekik Aulia memandang takjub ke wadah tersebut.
“Bukan, itu paling isinya cokelat. Tapi, kalau lihat tempatnya yang elegan kayak gitu, yakin, deh, itu bukan cokelat yang harganya murah.” Kali ini Fetty yang menebak dengan penuh percaya diri.
“Elo berdua berisik banget, sih!” Linda memandang malu-malu pada para guru senior seraya mengangguk sambil tersenyum, memohon agar mereka memaklumi kegaduhan yang telah dibuat oleh kedua rekannya itu.
Suara heboh mereka, membuat beberapa pasang mata guru senior yang tengah menonton tayangan berita di televisi layar datar berukuran besar, yang dipasang di salah satu sudut tembok ruang guru itu, jadi memusatkan perhatian mereka pada ketiga guru muda itu. Namun, mereka memilih membiarkan saja, sebab sudah menjadi hal yang biasa kalau ketiga guru muda itu selalu membuat ramai suasana sekolah, terutama ruang guru ini. Perhatian para guru senior itu, kini beralih kembali pada layar televisi.
Penasaran dengan isi dari wadah berbentuk hati itu, Linda mulai membuka tutupnya. Benar saja tebakan Fetty, isinya berupa berbagai macam cokelat aneka bentuk yang membuat siapa saja akan tergiur ingin segera memakannya.
“Wow, cokelat! Bagi, dong, Bunda,” pinta Fetty dengan nada memohon, persis seperti seorang anak kecil yang merengek minta uang jajan pada ibunya.
“Bagi tiga aja, Bunda. Yang adil, ya. Harus kebagian sama banyak.” Aulia menaikturunkan alisnya. Dia yang memang sangat suka makan cokelat, berkali-kali menelan air liur, membayangkan betapa enaknya rasa manis cokelat itu, ketika melumer di dalam mulutnya.
“Ih, sebentar, deh. Gue mau lihat dulu siapa pengirimnya!” Linda menepuk tangan kedua sahabatnya yang mulai terulur ke arah wadah itu, hendak mencomot cokelatnya.
Linda mengambil kartu ucapan yang diletakkan di atas cokelat-cokelat itu dan mulai membaca kalimat demi kalimat yang tertulis di dalamnya. Kedua mata Linda melebar, kala membaca nama pengirimnya. Dia bergidik ngeri sekaligus merasa sebal. Mood-nya pagi ini down lagi. Sama seperti ketika dia mendapat kiriman bunga.
From: Artis Idola B.A.K
Linda langsung menutup kembali wadah berbentuk hati itu. Ini cokelat pasti dari si tukang kain itu, tebaknya. Fetty dan Aulia saling pandang, merasa heran melihat reaksi Linda yang langsung mengerucutkan bibirnya.
B.A.K, B.A.K, buang air kecil maksudnya? Siapa juga yang mengidolakan dia? gerutu Linda geram, bersamaan dengan suara bel tanda jam pelajaran akan dimulai.
Linda memasukkan wadah itu ke dalam laci mejanya, diiringi tatapan kecewa dari Fetty dan Aulia.
“Nggak jadi, nih, bagi-bagi cokelatnya?” tanya Fetty sembari memasang wajah sedih.
“Padahal gue udah ngiler dari tadi, lho,” timpal Aulia sambil menelan air liurnya sekali lagi.
“Udah, nggak usah pada sedih gitu. Itu cokelat udah expired. Nanti gue minta Mas Bram bawain, deh.” Linda berusaha menghibur kedua sahabatnya yang sedang dilanda rasa kecewa.
Bergegas dia beranjak dari tempat duduknya dengan membawa buku pegangan guru, buku daftar nilai, dan daftar hadir, lantas melangkahkan kaki menuju kelas SPASI dengan perasaan yang sedikit kesal. Linda berharap, kali ini dia akan lebih mampu menahan diri untuk tak melampiaskan kekesalannya pada Boby.
Sementara itu, Fetty pun meninggalkan ruang guru menuju tempat kekuasaannya, yaitu ruang BK dan Aulia juga menyeret langkahnya ke lantai dua, bersiap menyampaikan materi di kelas XI.
***