Cinta Kedua

Ninna Rosmina
Chapter #4

#4. Ribetnya Menjadi Orangtua Tunggal

“Lho, kamu datang?” sapa Rayyan. Minggu pukul 10 pagi, dia sudah tiba di proyek untuk mengontrol pekerjaan pengecoran pondasi, yang sudah lewat dari schedule atas permintaan konsultan pengawas.

Nadya yang disapa hanya bisa tersenyum, “Iya, Pak, pekerjaan kemarin untuk hari Senin belum selesai saya kerjakan,”

“Sama siapa aja?”

“Sama pak Donny dan mungkin Tina dan Budi juga akan datang.”

“Ayah-ayah…, masa tadi kakak ngeliat mobil gede banget lagi ngangkutin puing!” teriak seorang anak kecil yang tiba-tiba saja masuk ke dalam kantor.

“Iya, itu namanya Dump Truck! Tapi awas jangan kakak deketin, ya! Nanti ikut keangkut lagi.”

Nadya tersenyum mendengar gurauan pak Rayyan.

“Ya nggak lah, Yah! Kei, kan, bukan anak kecil lagi! Nggak sebodoh itu kali!” rajuk Keira sambil gelendotan di lengan ayahnya.

“Anaknya, ya, Pak?” tanya Nadya senyum-senyum.

“Ah, iya, habisnya, kan, sekarang hari minggu. Biasanya ayahnya enggak kerja. Dia ngambek begitu tahu kalau hari ini saya harus ke kantor, jadinya maksa ikut, deh!”

“Ih.., siapa juga yang maksa. Ayah aja yang nyebelin!” balas Keira tidak mau kalah sambil mencubit lengan ayahnya.

Nadya tertawa melihat tingkah ayah dan anak itu.

 ♥♥♥

“Keira, ayah mau cek ke lapangan dulu. Anak kecil enggak boleh ikut. Kamu di sini aja dulu, ya! Main sama tante Nadya dan Tina, atau mungkin sama om-om yang ganteng ini,” ucap Rayyan sambil memakai helm proyeknya.

“Iya, gih! Ayah pergi aja ke lapangan. Tenang aja, Yah, nanti kalau Kei ngeliat cowok ganteng, Kei pasti minta dikenalin sama tante Nadya!” jawab Keira yang sedang bermain tic tac toe dengan Nadya dan kelihatannya sudah sangat akrab.

Nadya tertawa mendengar jawaban Keira yang berkesan seenaknya tapi juga polos itu. Sedangkan Rayyan hanya tersenyum mendengar jawaban anaknya.

“Hati-hati, ya, Yah!” sambung Keira lagi.

♥♥♥

Ayana sedang menyuguhkan minuman untuk Mang Agus dan Bi Hani istrinya. Kelihatannya ada masalah yang serius. Setelah selesai meletakkan cangkir berisi teh dan juga setoples kue coklat, Ayana pun duduk di hadapan paman dan bibi dari almarhum suaminya ini.

“Anu begini, neng Ayana…, bukannya mamang enggak mau membantu, tapi sepertinya mamang enggak bisa lagi dititipin Andi dan Afi sewaktu neng Ayana bekerja,” ucap Mang Agus ragu-ragu sambil melirik istrinya.

“Lho, kenapa, Mang? Andi dan Afi nakal, ya? Apa mereka berantem dengan Irfan dan Reni?” tanya Ayana terkejut mendengarnya.

Dengan cepat Mang Agus menggelengkan kepalanya, tapi Bi Hani langsung menyela, “Iya, begitu, Neng! Andi dan Afi itu nakal sekali. Berkali-kali mereka merebut mainan Irfan dan Reni dan membuat mereka menangis. Jadi sepertinya mereka tidak cocok!”

“Begitu, ya…,” balas Ayana lirih.

Kalau sudah seperti ini, dia harus menitipkan anaknya pada siapa?

Sudah sebulan ini dia bekerja sebagai staf administrasi di sebuah perusahaan kecil karena bosnya merupakan kenalan Sonya. Walaupun pekerjaannya tidak berat, bisa pulang pada pukul empat sore, tapi gajinya juga tidak besar. Berbeda jauh dengan gaji terakhir yang diterima olehnya ketika terakhir menjabat sebagai manager yang mencapai angka 10 juta perbulan. Tapi jaman sekarang ketika mencari pekerjaan susah, apalagi melihat dia sudah punya anak dan sedang hamil, bisa diterima bekerja sudah sangat bersyukur. Semua perusahaan pasti berpikir berpuluh-puluh kali untuk menerimanya.

“Jadi begitu, neng Ayana. Sekali lagi kami mohon maaf, ya!” ucap Bi Hani lagi.

Lihat selengkapnya